Perbedaan
antara imunitas non spesifik dan spesifik adalah imunitas non spesifik
berespons dengan cara yang sama pada paparan berikutnya dengan mikroba,
sedangkan imunitas spesifik akan berespons lebih efisien karena adanya memori
imunologik.
Komponen imunitas
non spesifik
Sistem imun non
spesifik terdiri dari epitel (sebagai barrier terhadap infeksi), sel-sel
dalam sirkulasi dan jaringan, serta beberapa protein plasma.
1. Barrier
epitel
Tempat masuknya
mikroba yaitu kulit, saluran gastrointestinal, dan saluran pernapasan
dilindungi oleh epitel yang berfungsi sebagai barrier fisik dan kimiawi
terhadap infeksi. Sel epitel memproduksi antibodi peptida yang dapat membunuh
bakteri. Selain itu, epitel juga mengandung limfosit intraepitelial yang mirip
dengan sel T namun hanya mempunyai reseptor antigen yang terbatas jenisnya.
Limfosit intraepitelial dapat mengenali lipid atau struktur lain pada mikroba.
Spesifisitas dan fungsi limfosit ini masih belum jelas.
2. Sistem
fagosit
Terdapat 2
jenis fagosit di dalam sirkulasi yaitu neutrofil dan monosit, yaitu sel darah
yang dapat datang ke tempat infeksi kemudian mengenali mikroba intraselular dan
memakannya (intracellular
killing). Sistem
fagosit dibahas dalam bab tersendiri (Bab 6).
3. Sel Natural Killer (NK)
Sel natural
killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba
intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin
untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel NK berjumlah 10% dari total
limfosit di darah dan organ limfoid perifer. Sel NK mengandung banyak granula
sitoplasma dan mempunyai penanda permukaan (surface marker) yang khas.
Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat
mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba. Mekanisme
pengenalan ini belum sepenuhnya diketahui. Sel NK mempunyai berbagai reseptor
untuk molekul sel pejamu (host cell), sebagian reseptor akan
mengaktivasi sel NK dan sebagian yang lain menghambatnya. Reseptor pengaktivasi
bertugas untuk mengenali molekul di permukaan sel pejamu yang terinfeksi virus,
serta mengenali fagosit yang mengandung virus dan bakteri. Reseptor
pengaktivasi sel NK yang lain bertugas untuk mengenali molekul permukaan sel
pejamu yang normal (tidak terinfeksi). Secara teoritis keadaan ini menunjukkan
bahwa sel NK membunuh sel normal, akan tetapi hal ini jarang terjadi karena sel
NK juga mempunyai reseptor inhibisi yang akan mengenali sel normal kemudian
menghambat aktivasi sel NK. Reseptor inhibisi ini spesifik terhadap berbagai
alel dari molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I.
Terdapat 2 golongan reseptor inhibisi sel NK yaitu killer cell
immunoglobulin-like receptor (KIR), serta reseptor yang mengandung protein
CD94 dan subunit lectin yang disebut NKG2. Reseptor KIR mempunyai
struktur yang homolog dengan imunoglobulin. Kedua jenis reseptor inhibisi ini
mengandung domains structural motifs di sitoplasmanya yang dinamakan immunoreceptor
tyrosine-based inhibitory motif (ITIM) yang akan mengalami fosforilasi ke
residu tirosin ketika reseptor berikatan dengan MHC kelas I, kemudian ITIM
tersebut mengaktivasi protein dalam sitoplasma yaitu tyrosine phosphatase.
Fosfatase ini akan menghilangkan fosfat dari residu tirosin dalam molekul
sinyal (signaling molecules), akibatnya aktivasi sel NK terhambat. Oleh
sebab itu, ketika reseptor inhibisi sel NK bertemu dengan MHC, sel NK menjadi
tidak aktif.
Berbagai virus mempunyai mekanisme untuk menghambat ekspresi MHC kelas I pada
sel yang terinfeksi, sehingga virus tersebut terhindar dari pemusnahan oleh sel
T sitotoksik CD8+. Jika hal ini terjadi, reseptor inhibisi sel NK
tidak teraktivasi sehingga sel NK akan membunuh sel yang terinfeksi virus.
Kemampuan sel NK untuk mengatasi infeksi ditingkatkan oleh sitokin yang
diproduksi makrofag, diantaranya interleukin-12 (IL-12). Sel NK juga
mengekspresikan reseptor untuk fragmen Fc dari berbagai antibodi IgG. Guna
reseptor ini adalah untuk berikatan dengan sel yang telah diselubungi antibodi
(antibody-mediated humoral immunity).
Setelah sel NK teraktivasi, sel ini bekerja dengan 2 cara. Pertama, protein
dalam granula sitoplasma sel NK dilepaskan menuju sel yang terinfeksi, yang
mengakibatkan timbulnya lubang di membran plasma sel terinfeksi dan menyebabkan
apoptosis. Mekanisme sitolitik oleh sel NK serupa dengan mekanisme yang
digunakan oleh sel T sitotoksik. Hasil akhir dari reaksi ini adalah sel NK
membunuh sel pejamu yang terinfeksi. Cara kerja yang kedua yaitu sel NK
mensintesis dan mensekresi interferon-γ (IFN-γ) yang akan mengaktivasi
makrofag. Sel NK dan makrofag bekerja sama dalam memusnahkan mikroba
intraselular: makrofag memakan mikroba dan mensekresi IL-12, kemudian IL-12
mengaktivasi sel NK untuk mensekresi IFN-γ, dan IFN-γ akan mengaktivasi
makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah dimakan tersebut (lihat Gambar 4-1).
Tubuh
menggunakan sel T sitotoksik untuk mengenali antigen virus yang ditunjukkan
oleh MHC, virus menghambat ekspresi MHC, dan sel NK akan berespons pada keadaan
dimana tidak ada MHC. Pihak mana yang lebih unggul akan menentukan hasil akhir
dari infeksi.
Sistem
komplemen
Sistem
komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting dalam
pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim
proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini
yang dinamakan enzymatic cascade.
Aktivasi
komplemen terdiri dari 3 jalur yaitu jalur alternatif, jalur klasik, dan jalur
lektin. Jalur alternatif dipicu ketika protein komplemen diaktivasi di
permukaan mikroba dan tidak dapat dikontrol karena mikroba tidak mempunyai
protein pengatur komplemen (protein ini terdapat pada sel tuan rumah). Jalur
ini merupakan komponen imunitas non spesifik. Jalur klasik dipicu
setelah antibodi berikatan dengan mikroba atau antigen lain. Jalur ini
merupakan komponen humoral pada imunitas spesifik. Jalur lektin
teraktivasi ketika suatu protein plasma yaitu lektin pengikat manosa (mannose-binding
lectin) berikatan dengan manosa di permukaan mikroba. Lektin tersebut akan
mengaktivasi protein pada jalur klasik, tetapi karena aktivasinya tidak
membutuhkan antibodi maka jalur lektin dianggap sebagai bagian dari imunitas
non spesifik.
Protein komplemen yang teraktivasi berfungsi sebagai enzim proteolitik untuk
memecah protein komplemen lainnya. Bagian terpenting dari komplemen adalah C3
yang akan dipecah oleh enzim proteolitik pada awal reaksi complement cascade
menjadi C3a dan C3b. Fragmen C3b akan berikatan dengan mikroba dan mengaktivasi
reaksi selanjutnya. Ketiga jalur aktivasi komplemen di atas berbeda pada cara
dimulainya, tetapi tahap selanjutnya dan hasil akhirnya adalah sama.
Sistem komplemen mempunyai 3 fungsi sebagai mekanisme pertahanan. Pertama, C3b
menyelubungi mikroba sehingga mempermudah mikroba berikatan dengan fagosit
(melalui reseptor C3b pada fagosit). Kedua, hasil pemecahan komplemen bersifat
kemoatraktan untuk neutrofil dan monosit, serta menyebabkan inflamasi di tempat
aktivasi komplemen. Ketiga, tahap akhir dari aktivasi komplemen berupa
pembentukan membrane attack complex (MAC) yaitu kompleks protein
polimerik yang dapat menembus membran sel mikroba, lalu membentuk lubang-lubang
sehingga air dan ion akan masuk dan mengakibatkan kematian mikroba.
Sitokin pada
imunitas non spesifik
Sebagai respons
terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin untuk
memperantarai reaksi selular pada imunitas non spesifik. Sitokin merupakan
protein yang mudah larut (soluble protein), yang berfungsi untuk
komunikasi antar leukosit dan antara leukosit dengan sel lainnya. Sebagian
besar dari sitokin itu disebut sebagai interleukin dengan alasan molekul
tersebut diproduksi oleh leukosit dan bekerja pada leukosit (namun definisi ini
terlalu sederhana karena sitokin juga diproduksi dan bekerja pada sel lainnya).
Pada imunitas non spesifik, sumber utama sitokin adalah makrofag yang
teraktivasi oleh mikroba. Terikatnya LPS ke reseptornya di makrofag merupakan
rangsangan kuat untuk mensekresi sitokin. Sitokin juga diproduksi pada imunitas
selular dengan sumber utamanya adalah sel T helper (TH).
Sitokin diproduksi dalam jumlah kecil sebagai respons terhadap stimulus
eksternal (misalnya mikroba). Sitokin ini kemudian berikatan dengan reseptor di
sel target. Sebagian besar sitokin bekerja pada sel yang memproduksinya
(autokrin) atau pada sel di sekitarnya (parakrin). Pada respons imun non
spesifik, banyak makrofag akan teraktivasi dan mensekresi sejumlah besar
sitokin yang dapat bekerja jauh dari tempat sekresinya (endokrin).
Sitokin pada imunitas non spesifik mempunyai bermacam-macam fungsi, misalnya
TNF, IL-1 dan kemokin berperan dalam penarikan neutrofil dan monosit ke tempat
infeksi. Pada konsentrasi tinggi, TNF menimbulkan trombosis dan menurunkan
tekanan darah sebagai akibat dari kontraktilitas miokardium yang berkurang dan
vasodilatasi. Infeksi bakteri Gram negatif yang hebat dan luas dapat
menyebabkan syok septik. Manifestasi klinis dan patologis dari syok septik
disebabkan oleh kadar TNF yang sangat tinggi yang diproduksi oleh makrofag
sebagai respons terhadap LPS bakteri. Makrofag juga memproduksi IL-12 sebagai
respons terhadap LPS dan mikroba yang difagosit. Peran IL-12 adalah
mengaktivasi sel NK yang akan menghasilkan IFN-γ. Pada infeksi virus, makrofag
dan sel yang terinfeksi memproduksi interferon (IFN) tipe I. Interferon ini
menghambat replikasi virus dan mencegah penyebaran infeksi ke sel yang belum
terkena.
Protein
plasma lainnya pada imunitas non spesifik
Berbagai
protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada pertahanan melawan
infeksi. Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan cara
mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan mikroba dan menyelubungi
mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui
jalur lectin. Protein MBL ini termasuk dalam golongan protein collectin
yang homolog dengan kolagen serta mempunyai bagian pengikat karbohidrat (lectin).
Surfaktan di paru-paru juga tergolong dalam collectin dan berfungsi
melindungi saluran napas dari infeksi. C-reactive protein (CRP) terikat
ke fosforilkolin di mikroba dan menyelubungi mikroba tersebut untuk difagosit
(melalui reseptor CRP pada makrofag). Kadar berbagai protein plasma ini akan
meningkat cepat pada infeksi. Hal ini disebut sebagai respons fase akut (acute
phase response).
Cara kerja respons imun non spesifik dapat bervariasi tergantung dari jenis
mikroba. Bakteri ekstraselular dan jamur dimusnahkan oleh fagosit, sistem
komplemen, dan protein fase akut. Sedangkan pertahanan terhadap bakteri
intraselular dan virus diperantarai oleh fagosit dan sel NK, serta sitokin
sebagai sarana penghubung fagosit dan sel NK.
Penghindaran
mikroba dari imunitas non spesifik
Mikroba patogen
dapat mengubah diri menjadi resisten terhadap imunitas non spesifik sehingga
dapat memasuki sel pejamu. Beberapa bakteri intraselular tidak dapat
didestruksi di dalam fagosit. Lysteria monocytogenes menghasilkan suatu
protein yang membuatnya lepas dari vesikel fagosit dan masuk ke sitoplasma sel
fagosit. Dinding sel Mycobacterium mengandung suatu lipid yang akan
menghambat penggabungan fagosom dengan lisosom. Berbagai mikroba lain mempunyai
dinding sel yang tahan terhadap komplemen. Mekanisme ini digunakan juga oleh
mikroba untuk melawan mekanisme efektor pada imunitas selular dan humoral.
Peran imunitas
non spesifik dalam menstimulasi respons imun spesifik
Selain
mekanisme di atas, imunitas non spesifik berfungsi juga untuk menstimulasi imunitas
spesifik. Respons imun non spesifik menghasilkan suatu molekul yang
bersama-sama dengan antigen akan mengaktivasi limfosit T dan B. Aktivasi
limfosit yang spesifik terhadap suatu antigen membutuhkan 2 sinyal; sinyal
pertama adalah antigen itu sendiri, sedangkan mikroba, respons imun non
spesifik terhadap mikroba, dan sel pejamu yang rusak akibat mikroba merupakan
sinyal kedua. Adanya “sinyal kedua” ini memastikan bahwa limfosit hanya
berespons terhadap agen infeksius, dan tidak berespons terhadap bahan-bahan non
mikroba. Pada vaksinasi, respons imun spesifik dapat dirangsang oleh antigen,
tanpa adanya mikroba. Dalam hal ini, pemberian antigen harus disertai dengan
bahan tertentu yang disebut adjuvant. Adjuvant akan merangsang respons imun non
spesifik seperti halnya mikroba. Sebagian besar adjuvant yang poten merupakan
produk dari mikroba.
Mikroba dan IFN-γ yang dihasilkan oleh sel NK akan merangsang sel dendrit dan
makrofag untuk memproduksi 2 jenis “sinyal kedua” pengaktivasi limfosit T. Pertama,
sel dendrit dan makrofag mengekspresikan petanda permukaan yang disebut
ko-stimulator. Ko-stimulator ini berikatan dengan reseptor pada sel T naif,
kemudian bersama-sama dengan mekanisme pengenalan antigen akan mengaktivasi sel
T (lihat Gambar 4-2). Kedua, sel dendrit dan makrofag mensekresi IL-12.
Interleukin ini merangsang diferensiasi sel T naif menjadi sel efektor pada
imunitas selular (lihat Gambar 4-3).
Mikroba di dalam darah mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif. Pada
aktivasi komplemen, diproduksi C3d yang akan berikatan dengan mikroba. Pada
saat limfosit B mengenali antigen mikroba melalui reseptornya, sel B juga
mengenali C3d yang terikat pada mikroba melalui reseptor terhadap C3d.
Kombinasi pengenalan ini mengakibatkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma.
Dalam hal ini, produk komplemen berfungsi sebagai “sinyal kedua” pada respons
imun humoral.
Sistem Imun Tubuh
sistem imun adalah suatu sistem pertahanan yang ada dalam tubuh organisme
(makhluk hidup)
sistem imun terbagi dua berdasarkan perolehannya atau asalnya, yaitu
1. Sistem imun Non Spesifik (Sistem imun alami)
2. Sistem imun Spesifik (Sistem imun yang didapat/hasil adaptasi)
berdasarkan mekanisme kerjanya, sistem imun terbagi, yaitu:
1. Sistem imun humoral (sistem imun jaringan atau diluar sel, yang berperan
adalah Sel B "antibodi"
2. Sistem imun cellular (sistem imun yang bekerja pada sel yang terinfeksi
antigen, yang berperan adalah sel T (Th, Tc, Ts)
selain itu dalam sistem imun juga dikenal:
1. Komplemem (zat glikoprotein yang berperan membantu kerja sel imun yaitu
sebagai aktivator, mediator, penghancur)
2. Sitokine/limfokim (zat yang dihasilkan oleh sel sel limfosit dan beberapa
sel sistem imun yang mana berperan sebagao motivator dalam sistem imun.
Sistem
pertahanan tubuh (atau sistem imun) adalah sistem tubuh yang khusus dirancang
untuk mempertahankan diri dari masuknya benda asing, baik yang berbahaya maupun
tidak.
Kerja dari sistem imun sendiri cukup menarik, dan dapat dibagi menjadi:
1. Innate immunity, atau sering disebut imunitas alamiah, merupakan
mekanisme pertama yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara
cepat terhadap infeksi mikrobia, dan terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12
infeksi. Mekanisme tersebut melibatkan (1) penghalang fisik dan kimiawi,
seperti epitel dan senyawa antimikrobia yang dihasilkan oleh sel epitel, (2)
sel fagosit (neutrofil dan maktofag) dan sel natural killer, (3) protein
darah, termasuk sistem komplemen dan mediator inflamasi lainnya, dan (4) protein
sitokin yang mengatur sel-sel pada mekanisme ini. Innate immunity
terjadi karena tubuh dapat mengenali struktur mikroba yang masuk, bisa karena
sebelumnya mikroba tersebut sudah pernah menginfeksi tubuh, atau karena
struktur mikroba tersebut mirip seperti struktur mikroba lain yang pernah
menginfeksi tubuh. Kelemahan dari mekanisme ini adalah tidak dapat mengenali
struktur yang sama sekali baru menginfeksi tubuh. Untuk infeksi tersebut, adaptive
immunity yang berperan.
2. Adaptive immunity, atau imunitas spesifik, terjadi ketika innate
immunity gagal menghalau infeksi karena benda asing yang masuk memiliki
struktur yang sama sekali baru bagi tubuh. Mekanisme ini terjadi sekitar
1 hingga 5 hari setelah infeksi. Secara singkat, makanisme ini akan mencoba
membuat "ingatan" baru tentang struktur benda asing yang masuk ke
tubuh, kemudia bereaksi untuk menghalau benda asing tersebut. Sel yang terlibat
pada mekanisme ini adalah limfosit, baik sel T limfosit maupun sel B limfosit. Adaptive
immunity sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah,
yang disebut antibodi. Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit. Mekanisme
imunitas ini ditujukan untuk benda asing yang berada di di luar sel (berada di
cairan atau jaringan tubuh). B limfosit akan mengenali benda asing tersebut,
kemudian akan memproduksi antibodi. Antibodi merupakan molekul yang akan
menempel di suatu molekul spesifik (antigen) di permukaan benda asing tersebut.
Kemudian antibodi akan menggumpalkan benda asing tersebut sehingga menjadi
tidak aktif, atau berperan sebagai sinyal bagi sel-sel fagosit.
b. Imunitas selular, yaitu imunitas yang dimediasi oleh sel T limfosit.
Mekanisme ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa
bakteri dan virus) sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi. T limfosit
kemudian akan menginduksi 2 hal: (1) fagositosis benda asing tersebut oleh sel
yang terinfeksi, dan (2) lisis sel yang terinfeksi sehingga benda asing
tersebut terbebas ke luar sel dan dapat di dilekati oleh antibodi.
SISTEM IMUN
Sistem imun adalah serangkaian molekul,
sel dan organ yang bekerja sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar
yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh
bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan
serangan ini.
Sistem imun memiliki beberapa fungsi
bagi tubuh, yaitu sebagai:
- Penangkal “benda” asing yang masuk ke dalam tubuh
- Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga
keseimbangan komponen tubuh yang telah tua
- Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal,
termutasi atau ganas, serta menghancurkannya.
Sistem imun menyediakan kekebalan
terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon imun adalah suatu cara
yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap masuknya patogen atau
antigen tertentu ke dalam tubuh.
Sistem pertahanan tubuh terbagi atas 2
bagian yaitu:
Pertahanan non spesifik, merupakan garis pertahan
pertama terhadap masuknya serangan dari luar. Pertahanan non spesifik terbagi
atas 3 bagian yaitu :
1. Pertahanan fisik :kulit, mukosa membran
2. Pertahanan kimiawi: saliva,air mata, lisozim(enzim
penghancur)
3. Pertahanan biologis: sel darah putih yang bersifat
fagosit(neutrofil,monosit,acidofil),protein antimikroba dan respon
pembengkakan(inflammatory)
Pertahanan spesifik, dilakukan oleh sel darah putih
yaitu sel darah putih Limfosit. Disebut spesifik karena: dilakukan hanya oleh
sel darah putih Limfosir, membentuk kekebalan tubuh, dipicu oleh antigen (senyawa
asing) sehingga terjadi pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik untuk
antigen tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel dan
anibodi.
KOMPONEN DALAM SISTEM IMUN
Komponen utama dalam sistem imun selain
yang telah disebutkan diatas, adalah sel darah putih. Sistem kekebalan tubuh
berkaitan dengan sel darah putih atau leukosit. Berdasarkan adanya
bintik-bintik atau granular, Leukosit terbagi atas :
- Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular
yaitu Basofil, Acidofil/Eosinofil dan Neutrofil.
- Agranular, tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit
Agranular yaitu Monosit dan Limfosit.
Selain itu, ada juga sel bernama
Macrophage(makrofag), yang biasanya berasal dari monosit. Makrofag bersifat
fagositosis, menghancurkan sel lain dengan cara memakannya. Kemudian, pada
semua limfosit dewasa, permukaannya tertempel reseptor antigen yang hanya dapat
mengenali satu antigen. Ada juga Sel Pemuncul Antigen(Antigen Presenting
Cells). Saat antigen memasuki memasuki sel tubuh, molekul tertentu mengikatkan
diri pada antigen dan memunculkannya di hadapan limfosit. Molekul ini dibuat
oleh gen yang disebut Major Histocompability Complex(MHC) dan dikenal sebagai
molekul MHC. MHC 1 menghadirkan antigen di hadapan Limfosit T pembunuh dan MHC
II menghadirkan antigen ke hadapan Limfosit T Pembantu.
Limfosit berperan utama dalam respon
imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan
Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara Limfosit T dan Limfosit B.
Limfosit B
|
Limfosit T
|
Dibuat di sumsum tulang yaitu sel
batang yang sifatnya pluripotensi(pluripotent stem cells) dan dimatangkan di
sumsum tulang(Bone Marrow)
|
Dibuat di sumsum tulang dari sel
batang yang pluripotensi(pluripotent stem cells) dan dimatangkan di Timus
|
Berperan dalam imunitas humoral
|
Berperan dalam imunitas selular
|
Menyerang antigen yang ada di cairan
antar sel
|
Menyerang antigen yang berada di
dalam sel
|
Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu
:
Limfosit B plasma, memproduksi
antibodi
Limfosit B pembelah, menghasilkan
Limfosit B dalam jumlah banyak dan cepat
Limfosit B memori, menyimpan
mengingat antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh
|
Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:
Limfosit T pempantu (Helper T
cells), berfungsi mengantur sistem imun dan mengontrol kualitas sistem imun
Limfosit T pembunuh(Killer T cells)
atau Limfosit T Sitotoksik, menyerang sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen
Limfosit T surpressor (Surpressor T
cells), berfungsi menurunkan dan menghentikan respon imun jika infeksi berhasil
diatasi
|
PROSES PERTAHANAN NON SPESIFIK TAHAP
PERTAMA
Proses pertahanan tahap pertama ini
bisa juga diebut kekebalan tubuh alami. Tubuh memberikan perlawanan atau
penghalang bagi masuknya patogen/antigen. Kulit menjadi penghalan bagi masuknya
patogen karena lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehingga
pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan terhadap
senyawa asing dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme tersebut.
Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi antimikrobial.
Mukus atau lendir digunakan untuk memerangkap patogen yang masuk ke dalam
hidung atau bronkus dan akan dikeluarkjan oleh paru-paru. Rambut hidung juga
memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari partikel-partikel
berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air mata, mukus, saliva)
mengandung enzimm yang disebut lisozim. Lisozim adalah enzim yang dapat
meng-hidrolisis membran dinding sel bakteri atau patogen lainnya sehingga sel
kemudian pecah dan mati. Bila patogen berhasil melewati pertahan tahap pertama,
maka pertahanan kedia akan aktif.
PROSES PERTAHANAN NON SPESIFIK TAHAP
KEDUA
Inflamasi merupakan salah satu proses
pertahanan non spesifik, dimana jika ada patogen atau antigen yang masuk ke
dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan
signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada
dilatasi(pelebaran) pembuluh darah dan akhirnya pecah. Sel darah putih jenis
neutrofil,acidofil dan monosit keluar dari pembuluh darah akibat gerak yang
dipicu oleh senyawa kimia(kemokinesis dan kemotaksis). Karena sifatnya
fagosit,sel-sel darah putih ini akan langsung memakan sel-sel asing tersebut.
Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika yang dimakan
adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja
membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan
pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan
bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun
bagi si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian
tubuh mikroba. Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak
berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain : paru-paru(alveolar
macrophage), hati(sel-sel Kupffer), ginjal(sel-sel mesangial), otak(sel–sel
microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada nodus dan spleen.
Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besar. Sel ini
akan menempatkan diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim penghancur
dari granul-granul sitoplasma yang dimiliki. Selain leukosit, protein
antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen. Protein antimikroba yang
paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem komplemen
yang berperan penting dalam proses pertahan non spesifik dan spesifik serta
interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang
berfungsi menghambat produksi virus pada sel-sel tetangga. Bila patogen
berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen tersebut akan
segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.
PERTAHANAN SPESIFIK: IMUNITAS
DIPERANTARAI ANTIBODI
Untuk respon imun yang diperantarai
antibodi, limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B akan melalui
2 proses yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder.
Jika sel limfosit B bertemu dengan
antigen dan cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan menghasilkan
beberapa sel limfosit B. Semua Limfosit b segera melepaskan antibodi yang
mereka punya dan merangsang sel Mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang
sudah terserang antigen untuk mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B dibiarkan
tetap hidup untuk menyimpan antibodi yang sama sebelum penyerang terjadi.
Limfosit B yang tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah proses respon
imun primer. Jika suatu saat, antigen yang sama menyerang kembali, Limfosit B
dengan cepat menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B daripada sebelumnya.
Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan histamin
untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk
menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa respon
imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer.
Suatu saat, jika suatu individu lama
tidak terkena antigen yang sama dengan yang menyerang sebelumnya, maka bisa
saja ia akan sakit yang disebabkan oleh antigen yang sama karena limfosit B
yang mengingat antigen tersebut sudah mati. Limfosit B memori
biasanya berumur panjang dan tidak
memproduksi antibodi kecuali dikenai antigen spesifik. Jika tidak ada antigen
yang sama yang menyerang dalam waktu yang sangat lama, maka Limfosit b bisa
saja mati, dan individu yang seharusnya bisa resisten terhadap antigen tersebut
bisa sakit lagi jika antogen itu menyerang, maka seluruh proses respon imun
harus diulang dari awal.
PERTAHANAN SPESIFIK:IMUNITAS
DIPERANTARAI SEL
Untuk respon imun yang diperantarai
sel, Limfosit yang berperan penting adalah limfosit T.
Jika suatu saat ada patogen yang
berhasil masuk dalam tubuh kemudian dimakan oleh suatu sel yang tidak
bersalah(biasanya neutrofil), maka patogen itu dicerna dan materialnya ditempel
pada permukaan sel yang tidak bersalah tersebut. Materi yang tertempel itu
disebut antigen. Respon imun akan dimulai jika kebetulan sel tidak bersalah ini
bertemu dengan limfosit T yang sedang berpatroli, yaitu sel tadi mengeluarkan
interleukin 1 sehingga limfosit T terangsang untuk mencocokkan antibodi dengan
antigennya. Permukaan Limfosit T memiliki antibodi yang hanya cocok pada salah
satu antigen saja. Jadi, jika antibodi dan antigennya cocok, Limfosit T ini,
yang disebut Limfosit T pembantu mengetahui bahwa sel ini sudah terkena antigen
dan mempunyai 2 pilihan untuk menghancurkan sel tersebut dengan patogennya.
Pertama, Limfosit T pembantu akan lepas dari sel yang diserang dan menghasilkan
senyawa baru disebut interleukin 2, yang berfungsi untuk mengaktifkan dan
memanggil Limfosit T Sitotoksik. Kemudian, Limfosit T Sitotoksik akan
menghasilkan racun yang akan membunuh sel yang terkena penyakit tersebut.
Kedua, Limfosit T pembantu bisa saja mengeluarkan senyawa bernama perforin
untuk membocorkan sel tersebut sehingga isinya keluar dan mati.
JENIS-JENIS ANTIBODI
Antibodi adalah protein berbentuk Y dan
disebut Immunoglobulin(Ig), hanya dibuat oleh Limfosit B. Antibodi berikatan
dengan antigen pada akhir lengan huruf Y. Bentuk lengan ini akan menentukkan
beberapa macam IG yang ada, yaitu IgM, IgG, IgA,IgE dan IgD. Saat respon imun
humoral, IgM adalah antibodi yang pertama kali muncul. Jenis lainya akan muncul
beberapa hari kemudian. Limfosit B akan membuat Ig yang sesuai saat interleukin
dikeluarkan untuk mengaktifkan Limfosit T saat antigen menyerang.
Antibodi juga dpat menghentikan
aktivitas antigen yang merusak dengan cara mengikatkan antibodi pada antigen
dan menjauhkan antigen tersebut dari sel yang ingin dirusak. Proses ini
dinamakan neuralisasi. Semua Ig mempunyai kemampuan ini. Antibodi juga
mempersiapkan antigen untuk dimakan oleh makrofag. Antobodi mengikatkan diri
pada antigen sehingga permukaannya menjadi lebih mudah menempel pada makrofag.
Proses ini disebut opsonisasi.
IgM dan IgG memicu sistem komplemen,
suatu kelompok protein yang mempunyai kemampuan unutk memecah membran sel.
IgMdan IgG bekerja paling maksimal dalam sistem sirkulasi,IgA dapat keluar dari
peredaran darah dan memasuki cairan tubuh lainnya. IgA berperan penting untuk
menghindarkan infeksi pada permukaan mukosa. IgA juga berperan dalam resistensi
terhadap banyak penyakit. IgA dapat ditemukan pada ASI dan membantu pertahanan
tubuh bayi.IgD merupakan antibodi yang muncul untuk dilibatkan dalam inisiasi
respon imun. IgE merupakan antibodi yang terlibat dalam reaksi alergi dan
kemungkinan besar merespon infeksi dari protozoa dan parasit.
Antibodi tidak menghancurkan antigen
secara langsung, akan tetapi menetralkannya atau menyebabkan antigen ini
menjadi target bagi proses penghancutan oleh mekanisme opsonosasi, aglutinasi,presipitasi
atau fiksasi komplemen. Opsonisasi, aglutinasi dan presipitasi meningkatkan
proses fagositosis dari komplek antigen-antibodi sementara fiksasi komplemen
memicu proses lisis dati protein komplemen pada bakteri atau virus.
KELAINAN SISTEM IMUN:ALERGI
Alergi, kadang disebut
hipersensitivitas, disebabkan respon imun terhadap antigen. Antigen yang memicu
alergi disebut allergen. Reaksi alregi terbagi atas 2 jenus yaitu:reaksi alergi
langsung dan reaksi alergi tertunda.
Reaksi alergi langsung disebabkan
mekanisme imunitas humoral. Reaksi ini disebabkan oleh prosuksi antibodi IgE
berlebihan saat seseorang terkena antigen. Antibodi IgE tertempel pada sel
Mast,leukosit yang memiliki senyawa histamin. Sel mAst banyak terdapat pada
paru-paru sehingga saat antibodi IgE menempel pada sel Mast, Histamin
dikeluarkan dan menyebabkan bersin-bersin dan mata berair.
Reaksi alergi tertunda disebabkan oleh
perantara sel. Contoh yang ekstrim adalah saat makrofag tidak dapat menelan
antigen atau menghancurkannya. Akhirnya Limfosit T segera memicu pembengkakan
pada jaringan.
KELAINAN SISTEM IMUN:PENOLAKAN ORGAN
TRANSPLANTASI
Sistem imun menyerang sesuatu yang
dianggap asing di dalam tubuh individu normal, yang diserang adalah organ
transplantasi. Saat organ ditransplantasikan, MHC organ donor dikenali sebagai
senyawa sing dan kemudian diserang. Untuk mengatasi hal ini, ilmuwan mencari
donor transplantasi yang MHC punya banyak kesamaan dengan milik si resipien.
Resipien organ tranplantasi juga diberi obat untuk menekan sistem imun mereka
dan menghindarkan penolakan dari organ transplantasi.
Jika organ tranplantasi mengandung
Limfosit T yang berbeda jenisnya dengan Limfosit T milik donor seperti pada
cangkok sumsum tulang, Limfosit T dari organ tranplantasi ini bisa saja menyerang
organ dan jaringan donor. Unutk mengatasi hal ini, ilmuwan meminimalisir reaksi
graft versus host(GVH) dengan cara menghilangkan semua Limfosit T dewasa
sebelum dilakukan tranplantasi.
KELAINAN SITEM IMUN:DEFISIENSI IMUN
Salah satu penyakit defisiensi sistem
imun yaitu AIDS(Acquired Immune deficiency Syndrome) yang disebabkan oleh
HIV(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyerang Limfosit T pembantu karena
Limfosit T pembantu mengatur jalannya kontrol sistem imun. Dengan diserangkan
Limfosit T pembantu, maka pertahanan tubuh akan menjadi lemah. Defisiensi
sistem imun dapata terjadi karena radiasi yang menyebabkan turunnya produksi
limfosit. Sindrom DiGeorge adalah kelainan sistem imun yang disebabkan karena
penderita tidak punya timus dan tidak dapat memproduksi Limfosit T dewasa.
Orang dengan kelainan ini hanya bisa mengandalkan imunitas humoralnya secara
terbatas dan imunitas diperantarai selnya sangat terbatas. Contoh ekstrim
penyakit defisiensi sistem imun yang diturunkan secara genetika adalah Severe
Combined Immuno Deficiency(SCIED). Penderita SCID tidak punya Limfosit B dan T
maka ia harus diisolasi dari lingkungan luar dan hidup dengan betul-betul
steril karena mereka bisa saja mati disebabkan oleh infeksi.
KELAINAN SISTEM IMUN:PENYAKIT AUTOIMUN
Autoimunitas adalah respon imun tubuh
yang berbalik menyerang organ dan jaringan sendiri. Autoimunitas bisa terjadi
pada respon imun humoral atau imunitas diperantarai sel. Sebagai contoh,
penyakit diabetes tipe 1 terjadi karena tubuh membuat antibodi yang
menghancurkan insulin sehingga tubuh penderita tidak bisa membuat gula. Pada
myasthenia gravis, sistem imun membuat antibodi yang menyerang jaringan normal
seperti neuromuscular dan menyebabkan paralisis dan lemah. Pada demam rheumatik,
antibodi menyerang jantung dan bisa menyebabkan kerusakan jantung permanen.
Pada Lupus Erythematosus sistemik, biasa disebut lupus, antibodi menyerang
bebeagai jaringan yang berbeda, menyebabkan gejalan yang menyebar.
Imunitas
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Neutrofil
(kuning) dan bakteri antraks (jingga) dilihat dengan mikroskop elektron.
Darah yang mengandung darah merah, darah putih, lymphocyte, monocyte, neutrophil, dan platelet.
Imunitas
atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis
luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing
parasit, serta menghancurkan zat-zat asing
lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem
ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi
organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah
berevolusi yang menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariot kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem
komplemen.[1] Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara
relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ
tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada
jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih
kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus
secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologikal dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama
pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima
adalah basis dari vaksinasi.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi
tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit
defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya,
menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom
defisiensi imun dapatan (AIDS)
yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan
normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun yang
umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes
melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari
penelitian.
Lapisan pelindung pada imunitas
Sistem kekebalan tubuh melindungi organisme dari infeksi dengan lapisan pelindung kekhususan yang meningkat. Pelindung
fisikal mencegah patogen seperti bakteri dan virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung tersebut, sistem imun bawaan menyediakan perlindungan dengan segera, tetapi respon
tidak-spesifik. Sistem imun bawaan ditemukan pada semua jenis tumbuhan dan binatang.[2] Namun, jika patogen berhasil melewati respon bawaan,
vertebrata memasuki perlindungan lapisan ketiga, yaitu sistem
imun adaptif yang diaktivasi oleh respon bawaan.
Disini, sistem imun mengadaptasi respon tersebut selama infeksi untuk menambah
penyadaran patogen tersebut. Respon ini lalu ditahan setelah patogen dihabiskan
pada bentuk memori imunologikal dan menyebabkan sistem imun adaptif untuk memasang lebih
cepat dan serangan yang lebih kuat setiap patogen tersebut ditemukan.[3]
Komponen
imunitas
|
|
Sistem
imun bawaan
|
Sistem
imun adaptif
|
Respon tidak spesifik
|
Respon spesifik patogen dan antigen
|
Eksposur menyebabkan respon
maksimal segara
|
Perlambatan waktu antara eksposur
dan respon maksimal
|
Komponen imunitas
selular dan respon
imun humoral
|
Komponen imunitas
selular dan respon
imun humoral
|
Tidak ada memori imunologikal
|
Eksposur menyebabkan adanya memori
imunologikal
|
Ditemukan hampir pada semua bentuk
kehidupan
|
Hanya ditemukan pada Gnathostomata
|
Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan
sistem imun untuk memusnahkan baik molekul sendiri dan non-sendiri. Pada imunologi, molekul sendiri adalah komponen tubuh organisme
yang dapat dimusnahkan dari bahan asing oleh sistem imun.[4] Sebaliknya, molekul non-sendiri adalah yang dianggap
sebagai molekul asing. Satu kelas dari molekul non-sendiri disebut antigen (kependean dari generator antibodi) dan
dianggap sebagai bahan yang menempel pada reseptor imun spesifik dan mendapatkan respon imun.
Perisai permukaan
Beberapa perisai melindungi organisme dari infeksi, termasuk
perisai mekanikal, kimia dan biologi. Kulit ari
tanaman dari banyak daun, eksoskeleton serangga, kulit
telur dan membran bagian luar dari telur dan kulit adalah contoh perisai mekanikal yang merupakan pertahanan
awal terhadap infeksi. Namun, karena organisme tidak dapat sepenuhnya ditahan
terhadap lingkungan mereka, sistem lainnya melindungi tubuh seperti paru-paru, usus, dan sistem
genitourinari. Pada paru-paru, batuk dan bersin secara mekanis mengeluarkan patogen dan iritan lainnya dari sistem
pernapasan. Pengeluaran air
mata dan urin juga secara mekanis mengeluarkan patogen, sementara ingus dikeluarkan oleh saluran pernapasan dan sistem pencernaan untuk menangkap mikroorganisme.
Perisai kimia juga melindungi terhadap infeksi. Kulit dan
sistem pernapasan mengeluarkan peptida
antimikroba seperti β-defensin. Enzim seperti lisozim dan fosfolipase A2 pada air
liur, air mata dan air susu ibu juga antiseptik. Sekresi Vagina merupakan perisai kimia selama menarche, ketika mereka menjadi agak bersifat asal, sementara semen memiliki pertahanan dan zinc untuk membunuh patogen. Pada perut, asam lambung dan protase menyediakan pertahanan kimia yang kuat melawan patogen yang
tertelan ketika dimakan.
Dalam saluran pencernaan dan sistem genitourinari, flora komensal merupakan perisai biologi dengan bersaing dengan patogen
untuk makanan dan tempat, dan pada beberapa kasus, dengan mengubah kondisi
lingkungan mereka, seperti pH atau besi yang ada. Hal ini mengurangi kemungkinan bahwa patogen akan
menyebabkan penyakit. Namun, sejak kebanyakan antibiotik mengincar bakteri dan tidak menyerang fungi, antibiotik
oral dapat menyebabkan "pertumbuhan lebih" fungi dan dapat menyebabkan kondisi seperti kandiasis vagina Terdapat bukti baik bahwa perkenalan kembali flora probiotik, seperti budaya asli lactobacillus yang ada pada yogurt, menolong mengembalikan keseimbangan kesehatan populasi
mikrobial pada infeksi usus anak-anak dan mendorong data pendahuluan pada
penelitian Gastroenteritis
bakterial, radang usus, infeksi
saluran urin dan infeksi setelah operasi.
Imunitas bawaan
Mikroorganisme yang berhasil memasuki organisme akan bertemu
dengan sel dan mekanisme sistem imun bawaan. Respon bawaan biasanya dijalankan
ketika mikroba diidentifikasi oleh reseptor
pengenalan susunan, yang mengenali komponen yang
diawetkan antara grup mikroorganisme. Pertahanan imun bawaan tidak spesifik, berarti bahwa respon
sistem tersebut pada patogen berada pada cara yang umum. Sistem ini tidak berbuat lama-penghabisan imunitas terhadap
patogen. Sistem imun bawaan adalah sistem dominan pertahanan seseorang pada
kebanyakan organisme
Pelindung humoral dan kimia
Peradangan
Peradangan adalah salah satu dari respon pertama sistem imun
terhadap infeksi. Gejala peradangan adalah kemerahan dan bengkak yang
diakibatkan oleh peningkatan aliran darah ke jaringan. Peradangan diproduksi oleh eikosanoid dan sitokin, yang dikeluarkan oleh sel yang terinfeksi atau terluka.
Eikosanoid termasuk prostaglandin yang memproduksi demam dan pembesaran pembuluh
darah berkaitan dengan peradangan, dan leukotrin yang menarik sel
darah putih (leukosit).[19][20] Sitokin umum termasuk interleukin yang bertanggung jawab untuk komunikasi antar sel darah
putih; Chemokin yang mengangkat chemotaksis; dan interferon yang memiliki pengaruh anti virus, seperti menjatuhkan protein
sintesis pada sel manusia.[21] Faktar pertumbuhan dan faktor sitotoksik juga dapat
dirilis. Sitotokin tersebut dan kimia lainnya merekrut sel imun ke tempat
infeksi dan menyembuhkan jaringan yang mengalami kerusakan yang diikuti dengan
pemindahan patogen.[22]
Sistem komplemen
Sistem komplemen adalah kaskade
biokimia yang menyerang permukaan sel asing.
Sistem komplemen memiliki lebih dari 20 protein yang berbeda dan dinamai karena
kemampuannya untuk "melengkapi" pembunuhan patogen oleh antibodi. Komplemen adalah komponen humoral utama dari respon imun bawaan.[23][24] Banyak spesies memiliki sistem komplemen, termasuk spesies
bukan mamalia seperti
tumbuhan, ikan, dan beberapa invertebrata.[25]
Pada manusia, respon ini diaktivasi dengan melilit komplemen
ke antibodi yang dipasang pada mikroba tersebut atau protein komplemen yang
dililit pada karbohidrat di permukaan mikroba. Pengenalan sinyal menjalankan respon membunuh dengan cepat.[26] Kecepatan respon adalah hasil dari pengerasan yang muncul
mengikuti aktivas proteolisis dari molekul kompleman, yang juga termasuk protease. Setelah protein komplemen melilit pada mikroba, mereka
mengaktifkan aktivitas proteasenya, yang mengaktivasi protease komplemen
lainnya. Hal ini menyebabkan produksi kaskade katalisis yang memperbesar sinyal oleh arus balik
positif yang dikontrol.[27] Hasil kaskade adalah produksi peptid yang menarik sel imun,
meningkatkan vascular
permeability, dan opsonin permukaan patogen, menandai kehancurannya. This Pemasukan
komplemen juga dapat membunuh sel secara langsung dengan menyerang membran plasma mereka.[23]
[sunting] Perisai selular sistem imun bawaan
Gambar darah manusia dari mikroskop elektron. Dapat terlihat sel
darah merah, dan juga terlihat sel darah putih
termasuk limfosit, monosit, neutrofil dan banyak platelet kecil lainnya.
Leukosit (sel
darah putih) bergerak sebagai organisme selular
bebas dan merupakan "lengan" kedua sistem imun bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit (makrofag, neutrofil, dan sel
dendritik), sel mast, eosinofil, basofil dan sel
pembunuh alami. Sel tersebut mengidentifikasikan
dan membunuh patogen dengan menyerang patogen yang lebih besar melalui kontak
atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme. Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem
imun adaptif.
Fagositosis adalah fitur imunitas bawaan penting yang dilakukan oleh
sel yang disebut fagosit. Fagosit menelan, atau memakan patogen atau partikel. Fagosit
biasanya berpatroli mencari patogen, tetapi dapat dipanggil ke lokasi spesifik
oleh sitokin. Ketika patogen ditelan oleh fagosit, patogen terperangkap
di vesikel
intraselular yang disebut fagosom, yang sesudah itu menyatu dengan vesikel lainnya yang
disebut lisosom untuk
membentuk fagolisosom. Patogen dibunuh oleh aktivitas enzim pencernaan atau respiratory
burst yang mengeluarkan radikal bebas ke fagolisosom. Fagositosis berevolusi sebagai sebuah titik pertengahan
penerima nutrisi, tetapi
peran ini diperluas di fagosit untuk memasukan menelan patogen sebagai
mekanisme pertahanan. Fagositosis mungkin mewakili bentuk tertua pertahanan,
karena fagosit telah diidentifikasikan ada pada vertebrata dan invertebrata.
Neutrofil dan makrofag adalah fagosit yang berkeliling di
tubuh untuk mengejar dan menyerang patogen. Neutrofil dapat ditemukan di sistem kardiovaskular dan merupakan tipe fagosit yang paling berlebih, normalnya
sebanyak 50% sampai 60% jumlah peredaran leukosit. Selama fase akut radang, terutama sebagai akibat dari
infeksi bakteri, neutrofil bermigrasi ke tempat radang pada proses yang disebut
chemotaksis, dan biasanya sel pertama yang tiba pada saat infeksi. Makrofag
adalah sel serba guna yang terletak pada jaringan dan memproduksi susunan luas
bahan kimia termasuk enzim, protein
komplemen, dan faktor pengaturan seperti interleukin 1. Makrofag juga beraksi sebagai pemakan, membersihkan tubuh
dari sel mati dan debris lainnya, dan sebagai sel penghadir antigen yang mengaktivasi sistem imun adaptif.
Sel dendritik adalah fagosit pada jaringan yang berhubungan
dengan lingkungan luar; oleh karena itu, mereka terutama berada di kulit, hidung, paru-paru, perut, dan usus. Mereka dinamai untuk kemiripan mereka dengan dendrit, memiliki proyeksi mirip dengan dendrit, tetapi sel
dendritik tidak terhubung dengan sistem
saraf. Sel dendritik merupakan hubungan
antara sistem imun adaptif dan bawaan, dengan kehadiran antigen pada sel
T, salah satu kunci tipe sel sistem
imun adaptif.
Sel Mast terletak di jaringan
konektif dan membran
mukosa dan mengatur respon peradangan. Mereka berhubungan dengan alergi dan anafilaksis. Basofil dan eosinofil berhubungan dengan neutrofil. Mereka
mengsekresikan perantara bahan kimia yang ikut serta melindungi tubuh terhadap parasit dan memainkan peran pada reaksi alergi, seperti asma. Sel
pembunuh alami adalah leukosit yang menyerang dan
menghancurkan sel tumor, atau sel yang telah terinfeksi oleh virus.
Imunitas adaptif
Imunitas adaptif berevolusi pada vertebrata awal dan membuat
adanya respon imun yang lebih kuat dan juga memori imunologikal, yang tiap
patogen diingat oleh tanda antigen.[39] Respon imun adaptif spesifik-antigen dan membutuhkan pengenalan
antigen "bukan sendiri" spesifik selama proses disebut presentasi
antigen. Spesifisitas antigen menyebabkan generasi respon yang disesuaikan pada
patogen atau sel yang terinfeksi patogen. Kemampuan tersebut ditegakan di tubuh
oleh "sel memori". Patogen akan menginfeksi tubuh lebih dari sekali,
sehingga sel memori tersebut digunakan untuk segera memusnahkannya.
Limfosit
Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang
disebut limfosit. Sel
B dan sel T adalah tipe utama limfosit dan berasal dari sel
batang hematopoietik pada sumsum
tulang.[25] Sel B ikut serta pada imunitas
humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon imun selular.
Hubungan sel T dengan Major
histocompatibility complex kelas I
atau Major histocompatibility complex kelas II, dan antigen (merah)
Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali
target spesifil. Sel T mengenali target bukan diri sendiri, seperti patogen,
hanya setelah antigen (fragmen kecil patogen) telah diproses dan disampaikan
pada kombinasi dengan reseptor "sendiri" yang disebut molekul major
histocompatibility complex (MHC).
Terdapat dua subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel
T pembantu. Sel T pemnbunuh hanya mengenali
antigen dirangkaikan pada molekul kelas
I MHC, sementara sel T pembantu hanya
mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas
II MHC. Dua mekanisme penyampaian antigen
tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga, subtipe minor
adalah sel T γδ yang mengenali antigen yang tidak melekat pada reseptor
MHC.[40]
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel B dan mengenali semua patogen tanpa
perlu adanya proses antigen. Tiap keturunan sel B memiliki antibodi yang berbeda,
sehingga kumpulan resptor antigen sel B yang lengkap melambangkan semua
antibodi yang dapat diproduksi oleh tubuh.[25]
Sel T pembunuh
Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang
membawa antigen asing atau abnormal di permukaan mereka.[41]
Sel T
pembunuh adalah sub-grup dari sel T yang
membunuh sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya), atau merusak
dan mematikan patogen.[42] Seperti sel B, tiap tipe sel T mengenali antigen yang
berbeda. Sel T pembunuh diaktivasi ketika reseptor sel T mereka melekat pada antigen spesifik pada kompleks dengan
reseptor kelas I MHC dari sel lainnya. Pengenalan MHC ini:kompleks antigen
dibantu oleh co-reseptor pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling pada tubuh untuk mencari sel yang
reseptor I MHC mengangkat antigen. Ketika sel T yang aktif menghubungi sel
lainnya, sitotoksin dikeluarkan yang membentuk pori pada membran plasma sel, membiarkan ion, air dan toksin masuk. Hal ini menyebabkan sel mengalami
apoptosis.[43] Sel T pembunuh penting untuk mencegah replikasi virus.
Aktivasi sel T dikontrol dan membutuhkan sinyal aktivasi antigen/MHC yang
sangat kuat, atau penambahan aktivasi sinyak yang disediakan oleh sel T pembantu.[43]
[sunting] Sel T pembantu
Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif dan membantu
menentukan tipe respon imun mana yang tubuh akan buat pada patogen khusus.[44][45] Sel tersebut tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak
membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan patogen secara langsung, namun
mereka mengontrol respon imun dengan mengarahkan sel lain untuk melakukan tugas
tersebut.
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali
antigen melilit pada molekul MHC kelas II. MHC:antigen kompleks juga dikenali
oleh reseptor sel pembantu CD4 yang merekrut molekul didalam sel T yang bertanggung jawab
untuk aktivasi sel T. Sel T pembantu memiliki hubungan lebih lemah dengan
MHC:antigen kompleks daripada pengamatan sel T pembunuh, berarti banyak
reseptor (sekitar 200-300) pada sel T pembantu yang harus dililit pada
MHC:antigen untuk mengaktifkan sel pembantu, sementara sel T pembunuh dapat
diaktifkan dengan pertempuran molekul MHC:antigen. Kativasi sel T pembantu juga
membutuhkan durasi pertempuran lebih lama dengan sel yang memiliki antigen.[46] Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat menyebabkan
dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyak sitokin
yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal makrofag
dan aktivitas sel T pembunuh.[5] Aktivasi sel T pembantu menyebabkan molekul diekspresikan
pada permukaan sel T, seperti CD154), yang menyediakan sinyal stimulasi ekstra yang dibutuhkan
untuk mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.[47]
[sunting] Sel T γδ
Sel T γδ memiliki reseptor sel T alternatif yang opposed berlawanan
dengan sel T CD4+ dan CD8+ (αβ) dan berbagi karakteristik dengan sel T
pembantu, sel T sitotoksik dan sel NK. Kondisi yang memproduksi respon dari sel
T γδ tidak sepenuhnya dimengerti. Seperti sel T 'diluar kebiasaan' menghasilkan
reseptor sel T konstan, seperti CD1d yang dibatasi sel T
pembunuh alami, sel T γδ mengangkang perbatasan
antara imunitas adaptif dan bawaan.[48] Sel T γδ adalah komponen dari imunitas
adaptif karena mereka menyusun kembali gen
reseptor sel T untuk memproduksi perbedaan reseptor dan dapat mengembangkan
memori fenotipe. Berbagai subset adalah bagian dari sistem imun bawaan, karena
reseptor sel T atau reseptor NK yang dilarang dapat digunakan sebagai reseptor
pengenalan latar belakang, contohnya, jumlah besar respon sel T Vγ9/Vδ2 dalam
waktu jam untuk molekul umum yang diproduksi oleh mikroba, dan melarang sel T
Vδ1+ T pada epithelium akan merespon untuk menekal sel epithelial.[49]
Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat dan dua rantai
ringan. Variasi unik daerah membuat antibodi mengenali antigen yang cocok.[41]
[sunting] Antibodi dan limfosit B
Sel B
mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan melekat pada antigen
asing.[50] Antigen/antibodi kompleks ini diambil oleh sel B dan
diprosesi oleh proteolisis ke peptid. Sel B lalu menampilkan peptid antigenik pada
permukaan molekul MHC kelas II. Kombinasi MHC dan antigen menarik sel T
pembantu yang cocok, yang melepas limfokin dan mengaktivkan sel B.[51] Sel B yang aktif lalu mulai membagi keturunannya (sel plasma) mengeluarkan jutaan kopi limfa yang mengenali antigen itu. Antibodi tersebut diedarkan
pada plasma darah dan limfa, melilit pada patogen menunjukan antigen dan
menandai mereka untuk dihancurkan oleh aktivasi komplemen atau untuk
penghancuran oleh fagosit. Antibodi juga dapat menetralisir tantangan secara
langsung dengan melilit toksin bakteri atau dengan mengganggu dengan reseptor
yang digunakan virus dan bakteri untuk menginfeksi sel.[52]
Imunitas adaptif alternatif
Walaupun molekul klasik sistem imun adaptif (seperti
antibodi dan reseptor sel T) ada hanya pada vertebrata berahang, molekul berasal dari limfosit ditemukan pada vertebrata tak berahang primitif, seperti lamprey dan hagfish. Binatang tersebut memproses susunan besar molekul disebut
reseptor limfosit variabel yang seperti reseptor antigen vertebrata berahang,
diproduksi dari jumlah kecil (satu atau dua) gen. Molekul tersebut dipercaya melilit pada patogen dengan cara yang sama dengan antibodi dan dengan tingkat
spesifisitas yang sama.[53]
Memori imunologikal
Ketika sel B dan sel T diaktivasi dan mulai untuk bereplikasi, beberapa dari
keturunan mereka akan menjadi memori sel yang hidup lama. Selama hidup
binatang, memori sel tersebut akan mengingat tiap patogen spesifik yang ditemui
dan dapat melakukan respon kuat jika patogen terdeteksi kembali. Hal ini adaptif karena muncul selama
kehidupan individu sebagai adaptasi infeksi dengan patogen tersebut dan mempersiapkan
imunitas untuk tantangan di masa depan. Memori imunologikal dapat berbentuk
memori jangka pendek pasif atau memori jangka panjang aktif.
Memori pasif
Imunitas pasif biasanya berjangka pendek, hilang antara
beberapa hari sampai beberapa bulan. Bayi yang baru lahir tidak memiliki
eksposur pada mikroba dan rentan terhadap infeksi. Beberapa lapisan
perlindungan pasif disediakan oleh ibu. Selama kehamilan, tipe antibodi yang disebut IgG, dikirim dari ibu ke bayi
secara langsung menyebrangi plasenta, sehingga bayi manusia memiliki antibodi tinggi bahkan saat
lahir, dengan spesifisitas jangkauan antigen yang sama dengan ibunya.[54] Air
susu ibu juga mengandung antibodi yang
dikirim ke sistem
pencernaan bayi dan melindungi bayi terhadap
infeksi bakteri sampai bayi dapat mengsintesiskan antibodinya sendiri.[55] Imunitas pasif ini disebabkan oleh fetus yang tidak membuat memori sel atau antibodi apapun, tetapi
hanya meminjam. Pada ilmu kedokteran, imunitas pasif protektif juga dapat
dikirim dari satu individu ke individu lainnya melalui serum kaya-antibodi.[56]
Lama waktu respon imun dimulai dengan penemuan patogen dan
menyebabkan formasi memori imunologikal aktif.
Memori aktif dan imunisasi
Memori aktif jangka panjang didapat diikuti dengan infeksi
oleh aktivasi sl B dan T. Imunitas aktif dapat juga muncul buatan, yaitu
melalui vaksinasi.
Prinsip di belakang vaksinasi (juga disebut imunisasi) adalah ntuk memperkenalkan antigen dari patogen untuk menstimulasikan sistem imun dan
mengembangkan imunitas spesifik melawan patogen tanpa menyebabkan penyakit yang
berhubungan dengan organisme tersebut.[5] Hal ini menyebabkan induksi respon imun dengan sengaja
berhasil karena mengeksploitasi spesifisitas alami sistem imun. Dengan penyakit
infeksi tetap menjadi salah satu penyebab kematian pada populasi manusia,
vaksinasi muncul sebagai manipulasi sistem imun manusia yang paling efektif.[57][25]
Kebanyakan vaksin virus berasal dari selubung virus,
sementara banyak vaksin bakteri berasal dari komponen aselular dari mikroorganisme, termasuk komponen toksin yang tidak melukai.[5] Sejak banyak antigen berasal dari vaksin aselular tidak
dengan kuat menyebabkan respon adaptif, kebanyakan vaksin bakter disediakan
dengan penambahan ajuvan yang mengaktifkan sel yang memiliki antigen pada sistem
imun bawaan dan memaksimalkan imunogensitas.[58]
Gangguan pada imunitas
Sistem imun adalah struktur efektif yang menggabungkan
spesifisitas dan adaptasi. Kegagalan pertahanan dapat muncul, dan jatuh pada
tiga kategori: defisiensi imun, autoimunitas, dan hipersensitivitas.
Defisiensi imun
Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem imun tidak
aktif. Kemampuan sistem imun untuk merespon patogen berkurang pada baik
golongan muda dan golongan tua, dengan respon imun mulai untuk berkurang pada
usia sekitar 50 tahun karena immunosenescence.[59][60] Di negara-negara berkembang, obesitas, penggunaan alkohol dan narkoba adalah akibat paling umum dari fungsi imun yang buruk.[60] Namun, kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan defisiensi imun
di negara berkembang.[60] Diet kekurangan cukup protein berhubungan dengan gangguan
imunitas selular, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibodi IgA dan produksi sitokin. Defisiensi nutrisi seperti zinc, selenium, zat besi, tembaga, vitamin A, C, E, dan B6, dan asam
folik (vitamin B9) juga mengurangi
respon imun.[60]
Defisiensi imun juga dapat didapat.[5] Chronic
granulomatous disease, penyakit
yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan fagosit berkurang, adalah contoh dari
defisiensi imun dapatan. AIDS dan beberapa tipe kanker menyebabkan defisiensi imun dapatan.[61][62]
[sunting] Autoimunitas
Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang
disebut autoimunitas. Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara
diri sendiri dan bukan diri sendiri, dan menyerang bagian dari tubuh. Dibawah
keadaan sekitar yang normal, banyak sel T dan antibodi bereaksi dengan peptid
sendiri.[63] Satu fungsi sel (terletak di thymus dan sumsum
tulang) adalah untuk memunculkan limfosit
muda dengan antigen sendiri yang diproduksi pada tubuh dan untuk membunuh sel
tersebut yang dianggap antigen sendiri, mencegah autoimunitas.[50]
[sunting] Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri.
Mereka terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan mekanisme yang
ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I hipersensitivitas
sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi. Gejala dapat bervariasi dari ketidaknyamanan sampai
kematian. Hipersensitivitas tipe I ditengahi oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil.[64] Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit
pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran. Hal ini juga
disebut hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM.[64] Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan
antibodi IgG dan IgM) ada pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi
hipersensitivitas tipe III.[64] Hipersensitivitas tipe IV (juga diketahui sebagai selular)
biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi
tipe IV ikut serta dalam berbagai autoimun dan penyakit infeksi, tetapi juga
dalam ikut serta dalam contact
dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel
T, monosit dan makrofag.[64]
Pertahanan dan mekanisme lainnya
Sistem imun bangun dengan vertebrata pertama, sementara invertebrata tidak menghasilkan limfosit atau respon humoral yang
berdasarkan antibodi.[1] Namun, banyak spesies yang memanfaatkan mekanisme yang
muncul sebagai tanda aspek imunitas vertebrata tersebut. Imunitas muncul pada
bentuk kehidupan yang paling sederhana, dengan bakteri menggunakan mekanisme
pertahanan unik yang disebut sistem
modifikasi restriksi untuk melindungi diri mereka dari
patogen virus yang disebut bakteriofag.[65]
Reseptor
pengenalan susunan adalah protein yang digunakan oleh
hampir semua organisme untuk mengidentifikasi molekul yang berhubungan dengan
patrogen mikrobial. Peptid
antimikrobial yang disebut defensin adalah
komponen evolusioner sistem imun bawaan yang ditemukan pada semua jenis
binatang dan tumbuan, dan menampilkan bentuk utama imunitas sistemik invertebrata.[1] Sistem
komplemen dan sel fagositik juga dimanfaatkan
oelh hampir semua bentuk kehidupan invertebrata. Ribonuklease dan jalan gangguan RNA digunakan pada semua eukariot, dan diketahui memainkan peran pada respon imun terhadap
virus dan material genetika asing lainnya.[66]
Tidak seperti binatang, tanaman memiliki sedikit sel
fagositik, dan kebanyakan respon imun tumbuhan melibatkan sinyak sistemik bahan
kimia yang dikirim melalui tanaman.[67] Ketika bagian dari tumbuhan terinfeksi, tumbuhan
memproduksi respon
hipersensitif, untuk sel pada tempat infeksi
mengalami apoptosis cepat untuk mencegah penyebaran penyakit terhadap bagian
lain tumbuhan. Perlawanan
sistemik dapatan adalah tipe respon pertahanan yang
digunakan oleh tumbuhan yang mengubah seluruh tumbuhan melawan pada penyebab
infeksi.[67] Mekanisme menghilangkan RNA sangat penting pada sistem respon karena mereka dapat
menghalangi replikasi virus.[68]
[sunting] Imunologi tumor
Makrofag telah
mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel
kanker, makrofag (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntkan toksin yang akan
membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker merupakan salah satu hal yang diteliti oleh penelitian
medis.[69]
Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan
menghancurkan tumor. Sel tumor menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada sel
normal. Untuk sistem imun, antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan
kehadiran mereka menyebabkan sel imun menyerang sel tumor. Antigen yang
ditunjukan oleh tumor memiliki beberapa sumber;[70] beberapa berasal dari virus onkogenik seperti papillomavirus, yang menyebabkan kanker leher rahim,[71] sementara lainnya adalah protein organisme sendiri yang
muncul pada tingkat rendah pada sel normal tetapi mencapai tingkat tinggi pada
sel tumor. Salah satu contoh adalah enzim yang disebut tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah
beberapa sel kulit (seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut melanoma.[72][73] Kemungkinan sumber ketiga antigen tumor adalah protein yang
secara normal penting untuk mengatur pertumbuhan dan proses bertahan hidup sel,
yang umumnya bermutasi menjadi kanker membujuk molekul sehingga sel
termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor. Sel yang termodifikasi
sehingga meningkatkan keganasan sel tumor disebut onkogen.[70][74][75]
Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk
menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan
sel T pembantu.[73][76] Antigen tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang
mirip dengan antigen virus. Hal ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel
tumor sebagai sel abnormal.[77] Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip,
terutama jika sel tumor memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada
permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum
dengan tumor.[78] Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel tumor yang
menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem komplemen.[74]
Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang
sampai menjadi kanker.[79] Sel tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang
berkurang pada permukaan mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T
pembunuh.[77] Beberapa sel tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah
respon imun; contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGF-β, yang menekan aktivitas makrofag dan limfosit.[80] Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen
tumor, sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor.[79]
Makrofag dapat meningkatkan perkembangan tumor [81] ketika sel tumor mengirim sitokin yang menarik makrofag
yang menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor pertumbuhan yang memelihara
perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin diproduksi oleh
makrofag menyebabkan sel tumor mengurangi produksi protein yang menghalangi metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker.
[sunting] Regulasi fisiologis
Hormon dapat
mengatur sensitivitas sistem imun. Contohnya, hormon seks wanita diketahui
menstimulasi baik respon imun adaptif [82] dan respon imun bawaan.[83] Beberapa penyakit autoimun seperti lupus erythematosus menyerang wanita secara istimewa, dan serangan mereka
sering bertepatan dengan pubertas. Androgen seperti testosteron nampak menekan sistem imun.[84] Hormon lainnya muncul untuk mengatur sistem imun, dan yang
paling penting adalah prolaktin, hormon pertumbuhan dan vitamin
D.[85][86] Diduga bahwa kemunduran progresif pada tingkat hormon
dengan umur bertanggung jawab untuk melemahnya respon imun pada individual yang
menua.[87] Conversely, some hormones are regulated by the immune
system, notably thyroid hormone activity.[88]
Sistem imun bertambah dengan tidur dan beristirahat,[89] dan diganggu oleh kondisi stress.[90]
Diet dapat mempengaruhi sistem imun, contohnya buah segar, sayur dan makanan yang kaya akan asam
lemak dapat membantu perkembangan sistem
imun yang sehat.[91] Demikian dengan perkembangan
prenatal dapat menyebabkan gangguan panjang
imunitas.[92] Pada pengobatan tradisional, beberapa obat-obatan
tradisional dipercaya dapat menstimulasi imunitas, seperti ekinasea, akar
manis, ginseng, astragalus, saga, bawang
putih, sangitan, jamur shiitake dan lingzhi, dan hyssop, dan juga madu. Penelitian telah menunjukan bahwa obat-obatan tradisional
dapat menstimulasi sistem imun,[93] walaupun cara aksi mereka kompleks dan sulit untuk
dikarakterisasikan.
Manipulasi pada kedokteran
Obat
imunosupresif deksametason
Respon imun dapat dimanipulasi untuk menekan respon yang
disebabkan dari autoimunitas, alergi dan penolakan
transplantasi, dan untuk menstimulasi respon
protektif terhadap patogen yang sebagian besar menghindari sistem imun. Obat
imunosupresif digunakan untuk mengontrol
kekacauan autoimun atau radang ketika terlalu banyak kerusakan jaringan yang muncul, dan
untuk mencegah penolakan
transplantasi setelah transplantasi organ.[25][94]
Obat anti radang sering digunakan untuk mengontrol pengaruh peradangan. Glukokortikoid adalah obat anti radang yang paling kuat, namun, obat
tersebut memiliki banyak efek samping (seperti obesitas pusat, hiperglikemia, osteoporosis) dan penggunaan obat tersebut harus dikontrol dengan baik.[95] Oleh sebab itu, dosis obat anti radang yang lebih sedikit
sering digunakan pada hubungan dengan sitotoksik atau obat imunosupresif seperti metotreksat atau azatioprin. Obat
sitotoksik mencegah respon imun dengan
membunuh sel yang terbagi seperti sel T yang sudah diaktivasi. Namun,
pembunuhan sel dilakukan sembarangan dan organ lain serta tipe sel terpengaruh,
yang dapat menyebabkan efek samping berupa toksin.[94] Obat imunosupresif seperti siklosporin mencegah sel T dari merespon sinyal dengan menghalangi
jalur transduksi
sinyal.[96]
Obat yang lebih besar (>500 Da) dapat menyebabkan netralisir respon imun, terutama jika
obat digunakan berulang-ulang atau pada dosis yang lebih besar. Batasan
efektifitas obat berdasarkan dari peptid dan protein yang lebih besar (yang
lebih besar daripada 6000 Da). Pada beberapa kasus, obat tersebut tidak
imunogenik, tetapi dapat dilakukan dengan campuran imunogenik, seperti pada
kasus taksol. Metode komputerisasi telah dikembangkan untuk memprediksi
imunogenisitas peptid dan protein yang berguna untuk menentukan antibodi
pengobatan, menaksir kejahatan mutasi pada partikel virus, dan validasi
perawatan obat berdasarkan peptid. Teknik awal menyandarkan pada observasi
bahwa hidrofil asam
amino dilambangkan pada daerah epitop
daripada hidrofob asam amino;[97] namun, banyak perkembangan terkini bersandar pada teknik
pembelajaran mesin menggunakan basis data epitop yang diketahui ada, biasanya
pada protein yang sudah diteliti dengan baik sebagai kumpulan percobaan.[98] Basis data yang dapat diakses di depan umum telah didirikan
untuk mengkatalogkan epitop dari patogen yang diketahui dapat dikenali oleh sel
B.[99] Penelitian berdasarkan bioinformatika terhadal imunogenisitas merujuk pada sebutan imunoinformatika.[100]
[sunting] Manipulasi oleh patogen
Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk
menghindar dari respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang
menyebabkan mereka dapat menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran
akibat sistem imun.[101] Bakteri sering menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang mendalami isi perisai, contohnya dengan menggunakan
sistem tipe II sekresi.[102] Sebagai kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe
III sekresi. Mereka dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan
saluran langsung untuk protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik
tubuh; protein yang dikirim melalui tuba sering digunakan untuk mematikan
pertahanan.[103]
Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk
mengelakan sistem imun bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis intraselular). Disini, patogen mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya
kedalam sel yang dilindungi dari kontak langsung dengan sel imun, antibodi dan
komplemen. Beberapa contoh patogen intraselular termasuk virus, racun makanan, bakteri Salmonella dan parasit eukariot yang menyebabkan malaria (Plasmodium falciparum) dan leismaniasis (Leishmania spp.). Bakteri lain, seperti Mycobacterium tuberculosis, hidup didalam kapsul protektif yang mencegah lisis oleh komplemen.[104] Banyak patogen mengeluarkan senyawa yang mengurangi respon
imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang salah.[101] Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari sel dan protein sistem
imun. Biofilm ada pada banyak infeksi yang berhasil, seperti Pseudomonas
aeruginosa kronik dan Burkholderia
cenocepacia karakteristik infeksi sistik fibrosis.[105] Bakteri lain menghasilkan protein permukaan yang melilit
pada antibodi, mengubah mereka menjadi tidak efektif; contoh termasuk Streptococcus (protein G), Staphylococcus
aureus (protein A), dan Peptostreptococcus
magnus (protein L).[106]
Mekanisme yang digunakan oleh virus untuk menghindari sistem
imun adaptif lebih menyulitkan. Kemunculan paling sederhana dengan cepat
merubah epitop yang tidak esensial (asam
amino dan gula) pada permukaan penyerang,
sementara membiarkan epitop esensial disembunyikan. HIV tetap memutasikan
protein pada sampul virus yang esensial untuk masuk pada sel target. Perubahan
tersebut pada antigen dapat menjelaskan kegagalan vaksin yang diarahkan pada protein tersebut.[107] Antigen tersembunyi dengan molekul pemilik tubuh adalah
strategi umum lainnya untuk menghindari deteksi oleh sistem imun. Pada HIV,
sampul yang menutupi virus dibentuk dari membran paling luar sel; virus tersembunyi
membuat sistem imun kesulitan untuk mengidentifikasikan mereka sebagai benda
asing.[108]
Sejarah imunologi
Paul Ehrlich
Imunologi
adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi berasal
dari ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat dari imunitas sampai penyakit.
Sebutan imunitas yang pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430
SM. Thucydides mencatat bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya
dapat mengobati penyakit tanpa terkena penyakit sekali lagi.[109] Observasi imunitas nantinya diteliti oleh Louis Pasteur pada perkembangan vaksinasi dan teori
penyakit kuman.[110] Teori Pasteur merupakan perlawanan dari teori penyakit saat
itu, seperti teori
penyakit miasma. Robert
Koch membuktikan teori ini pada tahun 1891, untuk itu ia diberikan hadiah nobel pada tahun 1905. Ia membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab dari penyakit infeksi.[111] Virus dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901 dengan penemuan virus demam kuning oleh Walter Reed.[112]
Imunologi membuat perkembangan hebat pada akhir abad ke-19
melalui perkembangan cepat pada penelitian imunitas
humoral dan imunitas
selular.[113] Paul
Ehrlich mengusulkan teori
rantai-sisi yang menjelaskan spesifisitas
reaksi antigen-antibodi. Kontribusinya pada pengertian imunitas humoral diakui
dengan penghargaan hadiah nobel pada tahun 1908, yang bersamaan dengan penghargaan untuk pendiri imunologi
selular, Elie
Metchnikoff.[114]
Sistem Imun Tubuh dan Manfaat Imunomodulator
Fungsi dari sistem imun ada 3 macam :
1. PERTAHANAN tubuh, yaitu
menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak sakit, dan jika sel-sel imun yang
bertugas untuk pertahana ini mendapatkan gangguan atau tidak bekerja dengan
baik, maka oranmg akan mudah terkena sakit
2. KESEIMBANGAN, atau fungsi
homeostatik artinya menjaga keseimbangan dari komponen tubuh.
3. PERONDAAN, sebagian dari
sel-sel imun memiliki kemampuna untuk meronda ke seluruh bagian tubuh. Jika ada
sel-sel tubuh yang mengalami mutasi maka sel peronda tersebut akan
membinasakannya.
Sistem imun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua
komponen tersebut akan bekerja secara serentak manakala tubuh mendapatkan
serangan dari penyakit yang berasal dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh
kita sendiri. Kerja sistem imun tubuh kita secara sederhana terbagi dalam 3
kelompok :
- Sistem pertahan tubuh awal : contohnya, kulit, rambut di
kulit, air mata
- Sistem pertahanan tubuh non spesifik (alamiah) : adalah
sistem yang paling cepat bereaksi ketika ada serangan virus, bakteri atau
mikroba dari luar.
- Sistem pertahanan spesifik (dapatan) : sistem ini baru
bekerja ketika perlawanan sistem imun alami kita tidak cukup dan bekerja
menurut jeniis serangan virus atau bakteri yang terjadi. Yang
bekerja pada sistem ini adalah Limfosit T & B. Hasil kerja sistem
inilah yang berbentuk antibodi (IgG dan IgM)
Sistem imun berkembang sesuai dengan
perkembangan tubuh kita, pada waktu bayi umumya sistem imun masih belum banyak
berkembang, beberapa komponen masih belum dapat bekerja optimal. Dengan
bertambahnya usia dari anak-nak menuju remaja hingga dewasa, sistem imun
berkembang untuk bekerja lebih optimal. Tetapi memasuki usia tua, sistem imun
menurun kemballi. Oleh karena itu, anak-anak dan lansia mudah sekali terkena
penyakit.
Pada prinsipnya, orang dengan kondisi sistem
imun dalam keadaan prima, tidak mudah terkena infeksi, akan tetapi jika pada
saat tertentu sistem imunterganggu atau tidak bekerja dengan baik, maka infeksi
oleh bakteri, virus atau jamur mudah masuk ke dalam tubuh.
Banyak faktor yang dapat mengakibatkan sistem
imun terganggu, di antaranya: stress, kurang gizi, terlalu lelah, dsb. Untuk
mengatsinya diperlukan pola hidup sehat, antara lain : cukup istirahat, makan
bergizi seimbang, tidak stress, menghindari lingkungan yang dapat mengakibatkan
sakit dan bila perlu mengkonsusmsi obat atau suplementasi yang dapat menguatkan
sistem imun (daya tahan) tubuh.
Imunomodulator berperan membuat sistem imun
lebih aktif dalam menjalankan fungsinya menguatkan sistem imuntubuh (imuno
stimulator) atau menekan reaksi sistem imun yang berlebihan (imuno supresan)
sehingga kekebalan atau daya tahan tubuh kita selalu optimal menjaga kita tetap
sehat ketika diserang oleh virus, bakteri atau mikroba lainnya.
Salahsatu imunomodulator yang telah teruji
klinis dengan baik adalah STIMUNO. STIMUNO telah memperoleh sertifikat
FITOFARMAKA dari BPOM karena telah terstandarisasi dan telah lolos uji pre
klinis (uji keamanan) dan uji klinis (pembuktian khasiatnya). STIMUNO terbuat
dari ekstrak Phyllanthus niruri (meniran, herbal asli Indonesia).
Dengan mengkonsusmsi imunomodulator 'STIMUNO'
orang akan meningkat kerja sistem imunnya sehingga dapat :
- Mempercepat proses penyembuhan jika terkena infeksi
- Pencegajhan/ proteksi jika berada di tempat yang sedang
mewabah penyakit menular misal: demam berdarah, SARS, flu burung, malaria,
influenza, dll
- Pencegahan bagi merekayang berbakat terkena penyakit yang
mudah diturunkan, misal: hepatitis B dan C, kanker
- Pencegahan bagi mereka yang bekerja atau bertempat tinggal di
lingkungan yang kotor, pekerja rumah sakit dan laboratorium klinik yang
banyak kontak dengan bahan terinfeksi,pekerja di peternakan ayam atau babi
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar