Tak salah rasanya Badan Pengurus
Pusat (BPP) Ikatan Himpunan Mahasiswa Kimia Indonesia menunjuk kota Yogyakarta
dengan panitia pelaksana adalah dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY),
Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai
tempat pelaksanaan Kimia Expo dan Musyawarah Tahunan Ikahimki. Rangkaian
kegiatan yang meliputi Seminar Nasional Kimia, Musyawarah Tahunan, Lomba Karya
Tulis Ilmiah Tingkat Nasional (LKTI-TN) dan Workshop Kewirausahaan ini sangat
menarik untuk saya ikuti terutama pada Seminar Nasional Kimia, LKTI dan Workshop
Kewirausahaan yang hampir semuanya dapat saya simpulkan sebagai kegiatan yang
berbasis kajian pemanfaatan bahan alam.
Kembali saya teringat pada ucapan Prof. Dr. Syamsul Arifin Achmad, BSc (Hons I) (Dewan Pelindung Ikahimki) pada suatu seminar kimia bahan alam yang diadakan di Universitas Airlangga pada September 2004, beliau mengatakan bahwa kebijakan riset dan teknologi di Amerika Serikat (AS) diarahkan pada aspek komunikasi dan informasi, Jepang pada manufacture sedangkan di Indonesia terletak pada keanekaragaman hayati dengan modal dasarnya adalah dari pengakuan dunia bahwa negara Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati terutama jenis tumbuh-tumbuhan.
Pendapat Prof. Syamsul diatas mungkin memang tak salah, sebab Indonesia menurut Jeffrey (1992) merupakan salah satu negara yang kaya akan jenis tumbuhan yang diperkirakan mencapai sekitar 25.000 jenis atau lebih dari 10 % dari jenis flora dunia. Ditambah dengan jumlah jenis lumut dan gangang yang berjumlah ± 35.000 jenis dimana 40 % diantaranya merupakan jenis yang endemik atau hanya terdapat di Indonesia saja. Dengan tingginya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia itu yang dilihat dari keanekaragaman tumbuhan yang ada, memungkinkan untuk ditemukannya beraneka jenis senyawa kimia, walaupun beberapa senyawa kimia itu telah banyak ditemukan tetapi berdasarkan sejarah penemuan dan pengembangan telah membuktikan bahwa peluang untuk terjadinya temuan-temuan baru adalah sangat besar. “Sebab semakin tinggi tingkat evolusi dari suatu tanaman, maka keanekaragaman molekul dari tumbuhan tersebut juga beragam” ujar Prof. Syamsul pada suatu waktu. Berdasarkan hal itu, sebagai negara yang termasuk negara mega biodiversity maka riset kimia bahan alam telah menjadi ujung tombak penelitian para ahli kimia Indonesia.
Kimia Bahan Alam
Sebenarnya pengertian dari senyawa bahan alam sendiri adalah hasil metabolisme suatu organisme hidup (tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer dan sekunder. Sedangkan pengertian dari kimia bahan alam merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang membahas tentang senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam bahan alam baik dari tanaman atau hewan. Sebenarnya senyawa kimia yang biasa kita jumpai seperti karbohidrat, lipid, vitamin dan asam nukleat termasuk dalam bahan alam, namun ahli kimia memberikan arti yang lebih sempit tentang istilah bahan alam yakni senyawa kimia yang berkaitan dengan metabolit sekunder saja seperti alkaloid, terpenoid, golongan fenol, feromon dan sebagainya.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder itu, meskipun tidak sangat penting bagi eksistensi suatu individu, tetapi sering berperan bagi kelangsungan hidup suatu spesies dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies lain. Sebagai contoh pada tumbuhan, senyawa metabolit sekunder biasa digunakan sebagai senjata penangkal serangan hama dan penyakit. Sedangkan pada hewan, senyawa metabolit sekunder seperti feromon digunakan sebagai zat penarik sex. Sejauh ini telah diketahui bahwa tumbuhan memproduksi senyawa metabolit sekunder lebih banyak dibandingkan hewan. Beberapa topik yang menarik dalam kimia bahan alam menurut Dr. rer.nat. Sri Mulyani, MSi (Staf Pengajar PS. Pendidikan Kimia UNS) pada Seminar Nasional Kimia di UNY adalah :
Kembali saya teringat pada ucapan Prof. Dr. Syamsul Arifin Achmad, BSc (Hons I) (Dewan Pelindung Ikahimki) pada suatu seminar kimia bahan alam yang diadakan di Universitas Airlangga pada September 2004, beliau mengatakan bahwa kebijakan riset dan teknologi di Amerika Serikat (AS) diarahkan pada aspek komunikasi dan informasi, Jepang pada manufacture sedangkan di Indonesia terletak pada keanekaragaman hayati dengan modal dasarnya adalah dari pengakuan dunia bahwa negara Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati terutama jenis tumbuh-tumbuhan.
Pendapat Prof. Syamsul diatas mungkin memang tak salah, sebab Indonesia menurut Jeffrey (1992) merupakan salah satu negara yang kaya akan jenis tumbuhan yang diperkirakan mencapai sekitar 25.000 jenis atau lebih dari 10 % dari jenis flora dunia. Ditambah dengan jumlah jenis lumut dan gangang yang berjumlah ± 35.000 jenis dimana 40 % diantaranya merupakan jenis yang endemik atau hanya terdapat di Indonesia saja. Dengan tingginya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia itu yang dilihat dari keanekaragaman tumbuhan yang ada, memungkinkan untuk ditemukannya beraneka jenis senyawa kimia, walaupun beberapa senyawa kimia itu telah banyak ditemukan tetapi berdasarkan sejarah penemuan dan pengembangan telah membuktikan bahwa peluang untuk terjadinya temuan-temuan baru adalah sangat besar. “Sebab semakin tinggi tingkat evolusi dari suatu tanaman, maka keanekaragaman molekul dari tumbuhan tersebut juga beragam” ujar Prof. Syamsul pada suatu waktu. Berdasarkan hal itu, sebagai negara yang termasuk negara mega biodiversity maka riset kimia bahan alam telah menjadi ujung tombak penelitian para ahli kimia Indonesia.
Kimia Bahan Alam
Sebenarnya pengertian dari senyawa bahan alam sendiri adalah hasil metabolisme suatu organisme hidup (tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer dan sekunder. Sedangkan pengertian dari kimia bahan alam merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang membahas tentang senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam bahan alam baik dari tanaman atau hewan. Sebenarnya senyawa kimia yang biasa kita jumpai seperti karbohidrat, lipid, vitamin dan asam nukleat termasuk dalam bahan alam, namun ahli kimia memberikan arti yang lebih sempit tentang istilah bahan alam yakni senyawa kimia yang berkaitan dengan metabolit sekunder saja seperti alkaloid, terpenoid, golongan fenol, feromon dan sebagainya.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder itu, meskipun tidak sangat penting bagi eksistensi suatu individu, tetapi sering berperan bagi kelangsungan hidup suatu spesies dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies lain. Sebagai contoh pada tumbuhan, senyawa metabolit sekunder biasa digunakan sebagai senjata penangkal serangan hama dan penyakit. Sedangkan pada hewan, senyawa metabolit sekunder seperti feromon digunakan sebagai zat penarik sex. Sejauh ini telah diketahui bahwa tumbuhan memproduksi senyawa metabolit sekunder lebih banyak dibandingkan hewan. Beberapa topik yang menarik dalam kimia bahan alam menurut Dr. rer.nat. Sri Mulyani, MSi (Staf Pengajar PS. Pendidikan Kimia UNS) pada Seminar Nasional Kimia di UNY adalah :
1. Isolasi, penentuan struktur,
sintesis dan biosintesis senyawa organik bahan alam.
2. Sifat dan fungsi biologis senyawa
alam meliputi aspek farmakologi dan biokimia.
3. Minyak atsiri dan rempah-rempah..
4. Pengembangan metode analisis dan
aplikasinya pada bahan alam.
5. Bioteknologi termasuk kultur jaringan atau sel
dalam produksi senyawa alam, rekayasa DNA, serta teknologi tumbuhan obat dan
rempah.
6. Pengunaan bahan alam dalam media
pembelajaran.
Peranan Senyawa Bahan Alam
Peranan senyawa bahan alam bagi manusia tidak terlepas dari tinjauan sejarah kajian riset kimia bahan alam itu sendiri, yang telah sejak lama dilakukan oleh manusia. Karl Wilhelm Schele (1742-1786) merupakan ahli kimia pertama yang berhasil melakukan pemisahan (isolasi) senyawa kimia dari bahan alam seperti gliserol, asam-asam oksalat, laktat, tartarat dan sitrat. Selanjutnya diikuti Frederich W. Serturner (1783-1841) yang memisahkan morfina dari opium dan Pelletier serta caventon yang berhasil memisahkan strihina, brusina, kuinin, sinkonina, dan kafein lima belas tahun kemudian. Untuk pemisahan beribu-ribu senyawa kimia yang lain dari bahan alam segera menyusul dan terus berjalan sampai sekarang.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang telah berhasil diisolasi, oleh manusia selanjutnya didayagunakan sebagai bahan obat seperti morfin sebagai obat nyeri, kuinin sebagai obat malaria, reserpin sebagai obat penyakit tekanan darah tinggi dan vinkristin serta vinblastin sebagai obat kanker. Selain sebagai bahan obat, senyawa metabolit sekunder juga didayagunakan oleh manusia untuk menunjang kepentingan industri seperti industri kosmetik dan industri pembuatan pestisida dan insektisida. Untuk di Indonesia, pemanfaatan senyawa bahan alam yang ditemukan para peneliti Indonesia sebagai bahan baku obat antara lain Itebein sebagai anti tumor, Artoindonesianin sebagai anti malaria, Diptoindonesin, Indonesiol serta banyak lagi. Sedangkan potensi lain yang sedang dikembangkan peneliti Indonesia untuk menunjang kepentingan industri adalah potensi bahan alam sebagai penghasil minyak atsiri. Menurut Prof. Hardjono Sastrohamidjojo (Guru Besar UGM) dalam Workshop Kewirausahaan di Auditorium FMIPA UGM pada 27 September 2005, beliau mengatakan bahwa Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor minyak atsiri yang besar di dunia. Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam bahan alam (daun, batang, akar, biji) untuk minyak atsiri dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok pertama; minyak atsiri yang komponen-komponennya mudah dipisahkan yang kemudian menjadi bahan awal sintesis (minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permen, dan minyak terpentin) dan kelompok kedua; minyak atsiri yang komponen-komponennya tidak mudah dipisah (minyak akar wangi, minyak nilam, minyak cendana, minyak kenanga), dimana minyak atsiri ini dapat langsung digunakan. Komponen senyawa kimia utama dari kedua kelompok tersebut sebagian dapat dilihat pada tabel berikut :
Peranan senyawa bahan alam bagi manusia tidak terlepas dari tinjauan sejarah kajian riset kimia bahan alam itu sendiri, yang telah sejak lama dilakukan oleh manusia. Karl Wilhelm Schele (1742-1786) merupakan ahli kimia pertama yang berhasil melakukan pemisahan (isolasi) senyawa kimia dari bahan alam seperti gliserol, asam-asam oksalat, laktat, tartarat dan sitrat. Selanjutnya diikuti Frederich W. Serturner (1783-1841) yang memisahkan morfina dari opium dan Pelletier serta caventon yang berhasil memisahkan strihina, brusina, kuinin, sinkonina, dan kafein lima belas tahun kemudian. Untuk pemisahan beribu-ribu senyawa kimia yang lain dari bahan alam segera menyusul dan terus berjalan sampai sekarang.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang telah berhasil diisolasi, oleh manusia selanjutnya didayagunakan sebagai bahan obat seperti morfin sebagai obat nyeri, kuinin sebagai obat malaria, reserpin sebagai obat penyakit tekanan darah tinggi dan vinkristin serta vinblastin sebagai obat kanker. Selain sebagai bahan obat, senyawa metabolit sekunder juga didayagunakan oleh manusia untuk menunjang kepentingan industri seperti industri kosmetik dan industri pembuatan pestisida dan insektisida. Untuk di Indonesia, pemanfaatan senyawa bahan alam yang ditemukan para peneliti Indonesia sebagai bahan baku obat antara lain Itebein sebagai anti tumor, Artoindonesianin sebagai anti malaria, Diptoindonesin, Indonesiol serta banyak lagi. Sedangkan potensi lain yang sedang dikembangkan peneliti Indonesia untuk menunjang kepentingan industri adalah potensi bahan alam sebagai penghasil minyak atsiri. Menurut Prof. Hardjono Sastrohamidjojo (Guru Besar UGM) dalam Workshop Kewirausahaan di Auditorium FMIPA UGM pada 27 September 2005, beliau mengatakan bahwa Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor minyak atsiri yang besar di dunia. Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam bahan alam (daun, batang, akar, biji) untuk minyak atsiri dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok pertama; minyak atsiri yang komponen-komponennya mudah dipisahkan yang kemudian menjadi bahan awal sintesis (minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permen, dan minyak terpentin) dan kelompok kedua; minyak atsiri yang komponen-komponennya tidak mudah dipisah (minyak akar wangi, minyak nilam, minyak cendana, minyak kenanga), dimana minyak atsiri ini dapat langsung digunakan. Komponen senyawa kimia utama dari kedua kelompok tersebut sebagian dapat dilihat pada tabel berikut :
No
|
Tumbuhan/pohon
|
Bagian tanaman
|
Minyak atsiri
|
Komponen Utama
|
1.
|
Pohon Cengkeh
|
Bunga/daun
|
Minyak Cengkeh
|
Eugenol
|
2.
|
Tanaman Sereh
|
Daun
|
Minyak Sereh
|
Sitronelal, sitronelol, geraniol
|
3.
|
Pohon Pinus
|
Kulit/batang/getah
|
Minyak Terpentin
|
Terpentin α-pinen
|
4.
|
Tanaman nilam
|
Daun
|
Minyak Nilam
|
Patchouli alkohol
|
5.
|
Pohon Kenanga
|
Bunga
|
Minyak Kenanga
|
Ester
|
6.
|
Tanaman Adas
|
Biji
|
Minyak Adas
|
Anetol, estragol, fenson
|
Sumber : Hardjono Sastrohamodjojo,
2005
Peluang Penelitian Bahan Alam
Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun untuk menujang berbagai kepentingan industri. Hal ini terkait dengan keberadaannya di alam yang tidak terbatas jumlahnya. Sejalan dengan hal itu dan diikuti oleh keberadaan organisme yang juga tidak terbatas jumlahnya, maka topik penelitian bahan alam juga tidak akan pernah habis. Ini didukung pula oleh fakta bahwa di muka bumi ini terdapat lebih kurang 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi, akan tetapi tidak lebih dari 0,4 % dari jumlah tumbuhan tersebut telah diselidiki oleh peneliti untuk berbagai kepentingan. Sebagian besar dari penelitian itupun masih sangat dangkal sifatnya atau belum menyeluruh, lagi pula terbatas pada tumbuhan yang terdapat di daerah beriklim sedang. Dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti dikemukan di atas 54 % diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika dan Indonesia dengan hutan tropikanya yang mengandung lebih dari 30.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi sangat berpotensial untuk diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti Indonesia.
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi unsur dari senyawa murni yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi baik dari senyawa murni ataupun ekstrak kasar. Setelah diketahui struktur molekulnya biasanya dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan kestabilan yang diinginkan. Disamping itu dengan kemajuan bidang bioteknologi, dapat juga dilakukan peningkatan kualitas tumbuhan atau organisme melalui kultur jaringan atau pembentukan menjadi tumbuhan transgenik yang tentunya juga akan menghasilkan berbagai jenis senyawa metabolit sekunder baru yang beraneka ragam dan mungkin juga dengan struktur molekul yang berbeda dengan yang ditemukan dari tumbuhan awalnya. Dengan demikian peluang penelitian dalam bidang bahan alam adalah juga tidak terbatas.
Pengembangan potensi bahan alam untuk di kembangkan di Indonesia didukung juga oleh kebijakan dan program riset dan teknologi (ristek) dari pemerintah dimana Kementrian Riset dan Teknologi telah menetapkan 6 (enam) Bidang Prioritas Riset dan Teknologi Nasional untuk tahun 2004-2009 yakni di bidang ketahanan pangan, ketersediaan energi, sistem transportasi nasional, teknologi informasi dan komunikasi, pertahanan dan keamanan dan pembangunan kesehatan. Bidang-bidang prioritas itu oleh lembaga pelaksana teknis diterjemahkan menjadi rencana strategis.
Beberapa lembaganya antara lain LIPI, BATAN dan BPPT.
LIPI melalui pusat penelitian kimia terapan mengembangkan antara lain; penelitian kimia, bahan alam, jasa penelitian di bidang kimia bahan alam dan farmasi dengan memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan farmasi dan kosmetika, penelitian fitofarmaka untuk indikasi anti kanker, isolasi senyawa aktif dari tanaman obat. BATAN mengembangkan pemanfaatan teknologi nuklir untuk penelitian dan pengembangan obat sedangan BPPT dengan program risetnya yang bertema Pengembangan Teknologi Produksi Obat dan Pangan Fungsional dari Sumber Daya Hayati. Disini peran perguruan tinggi sebagai “Centre of Excellence” juga sangat diperlukan. Diharapkan Perguruan Tinggi mampu mengembangkan prilaku ilmiah yang meliputi Scholarship of Discovery, Scholarship of Teaching, Scholarship of Application, Scholarship of Integration dan Scholarship of Engagement untuk menunjang pengembangan pemanfaatan bahan alam Indonesia.
Menilik pada peluang dan kesempatan yang terbuka luas bagi para peneliti Indonesia untuk mengkaji pemanfaatan bahan alam sebagaimana telah diuraikan diatas, maka secara tidak langsung telah membuka pintu bagi bangsa Indonesia untuk terangkat harkat dan martabatnya ke tingkat yang lebih tinggi. Sebab apabila dari setiap 100?1000 jenis tumbuhan dapat ditemukan satu saja senyawa kimia untuk obat maka keuntungan dari penjualan obat akan berkisar antara 10-30 juta dolar US per tahun, untuk masa 15 tahun lamanya, belum lagi apabila senyawa kimia tersebut didayagunakan untuk kepentingan industri yang lainnya. Dengan kata lain, Indonesia adalah gudang bagi bahan-bahan kimia yang belum ditemukan dan tidak ternilai harganya baik untuk masa kini maupun masa depan. Hal ini ditunjang pula bahwa senyawa kimia yang dihasilkan oleh suatu jenis tumbuhan sangat berbeda dari yang dihasilkan oleh jenis yang lain, yang juga berbeda bergantung pada lokasi di mana ia tumbuh dan berbeda pula antara tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi dan tumbuh-tumbuhan tingkat rendah seperti jamur, lumut dan mikroorganisme yang tumbuh di darat maupun di laut.
Jadi sekali lagi dapat diungkapkan disini bahwa keanekaragaman hayati Indonesia merupakan harta karun yang tak ternilai besarnya bagi bangsa Indonesia yang harus terus dilestarikan dan dimanfaatkan secara arif dan bijaksana agar tidak mengalami kepunahan. Disini riset kimia bahan alam menjadi ujung tombak para peneliti Indonesia untuk mengeksplorasi potensi sumber daya alam untuk kemaslahatan kehidupan bangsa dan negara.
Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun untuk menujang berbagai kepentingan industri. Hal ini terkait dengan keberadaannya di alam yang tidak terbatas jumlahnya. Sejalan dengan hal itu dan diikuti oleh keberadaan organisme yang juga tidak terbatas jumlahnya, maka topik penelitian bahan alam juga tidak akan pernah habis. Ini didukung pula oleh fakta bahwa di muka bumi ini terdapat lebih kurang 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi, akan tetapi tidak lebih dari 0,4 % dari jumlah tumbuhan tersebut telah diselidiki oleh peneliti untuk berbagai kepentingan. Sebagian besar dari penelitian itupun masih sangat dangkal sifatnya atau belum menyeluruh, lagi pula terbatas pada tumbuhan yang terdapat di daerah beriklim sedang. Dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti dikemukan di atas 54 % diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika dan Indonesia dengan hutan tropikanya yang mengandung lebih dari 30.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi sangat berpotensial untuk diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti Indonesia.
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi unsur dari senyawa murni yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi baik dari senyawa murni ataupun ekstrak kasar. Setelah diketahui struktur molekulnya biasanya dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan kestabilan yang diinginkan. Disamping itu dengan kemajuan bidang bioteknologi, dapat juga dilakukan peningkatan kualitas tumbuhan atau organisme melalui kultur jaringan atau pembentukan menjadi tumbuhan transgenik yang tentunya juga akan menghasilkan berbagai jenis senyawa metabolit sekunder baru yang beraneka ragam dan mungkin juga dengan struktur molekul yang berbeda dengan yang ditemukan dari tumbuhan awalnya. Dengan demikian peluang penelitian dalam bidang bahan alam adalah juga tidak terbatas.
Pengembangan potensi bahan alam untuk di kembangkan di Indonesia didukung juga oleh kebijakan dan program riset dan teknologi (ristek) dari pemerintah dimana Kementrian Riset dan Teknologi telah menetapkan 6 (enam) Bidang Prioritas Riset dan Teknologi Nasional untuk tahun 2004-2009 yakni di bidang ketahanan pangan, ketersediaan energi, sistem transportasi nasional, teknologi informasi dan komunikasi, pertahanan dan keamanan dan pembangunan kesehatan. Bidang-bidang prioritas itu oleh lembaga pelaksana teknis diterjemahkan menjadi rencana strategis.
Beberapa lembaganya antara lain LIPI, BATAN dan BPPT.
LIPI melalui pusat penelitian kimia terapan mengembangkan antara lain; penelitian kimia, bahan alam, jasa penelitian di bidang kimia bahan alam dan farmasi dengan memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan farmasi dan kosmetika, penelitian fitofarmaka untuk indikasi anti kanker, isolasi senyawa aktif dari tanaman obat. BATAN mengembangkan pemanfaatan teknologi nuklir untuk penelitian dan pengembangan obat sedangan BPPT dengan program risetnya yang bertema Pengembangan Teknologi Produksi Obat dan Pangan Fungsional dari Sumber Daya Hayati. Disini peran perguruan tinggi sebagai “Centre of Excellence” juga sangat diperlukan. Diharapkan Perguruan Tinggi mampu mengembangkan prilaku ilmiah yang meliputi Scholarship of Discovery, Scholarship of Teaching, Scholarship of Application, Scholarship of Integration dan Scholarship of Engagement untuk menunjang pengembangan pemanfaatan bahan alam Indonesia.
Menilik pada peluang dan kesempatan yang terbuka luas bagi para peneliti Indonesia untuk mengkaji pemanfaatan bahan alam sebagaimana telah diuraikan diatas, maka secara tidak langsung telah membuka pintu bagi bangsa Indonesia untuk terangkat harkat dan martabatnya ke tingkat yang lebih tinggi. Sebab apabila dari setiap 100?1000 jenis tumbuhan dapat ditemukan satu saja senyawa kimia untuk obat maka keuntungan dari penjualan obat akan berkisar antara 10-30 juta dolar US per tahun, untuk masa 15 tahun lamanya, belum lagi apabila senyawa kimia tersebut didayagunakan untuk kepentingan industri yang lainnya. Dengan kata lain, Indonesia adalah gudang bagi bahan-bahan kimia yang belum ditemukan dan tidak ternilai harganya baik untuk masa kini maupun masa depan. Hal ini ditunjang pula bahwa senyawa kimia yang dihasilkan oleh suatu jenis tumbuhan sangat berbeda dari yang dihasilkan oleh jenis yang lain, yang juga berbeda bergantung pada lokasi di mana ia tumbuh dan berbeda pula antara tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi dan tumbuh-tumbuhan tingkat rendah seperti jamur, lumut dan mikroorganisme yang tumbuh di darat maupun di laut.
Jadi sekali lagi dapat diungkapkan disini bahwa keanekaragaman hayati Indonesia merupakan harta karun yang tak ternilai besarnya bagi bangsa Indonesia yang harus terus dilestarikan dan dimanfaatkan secara arif dan bijaksana agar tidak mengalami kepunahan. Disini riset kimia bahan alam menjadi ujung tombak para peneliti Indonesia untuk mengeksplorasi potensi sumber daya alam untuk kemaslahatan kehidupan bangsa dan negara.
Daftar Referensi
Achmad, Syamsul Arifin. 2002. Pelestarian dan Pemanfaatan Keanekaragaman
Hayati untuk Meningkatkan Kesejahteraan dan Peradaban Umat Manusia.
Kumpulan Artikel pada Buku Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta
Achmad, Syamsul Arifin. 2004. Bahan Alam untuk Mendukung Pengembangan Bioindustri. Makalah pada Seminar Nasional Kimia Bahan Alam Unair dan Ikahimki pada 4 September 2004. Surabaya
Atun, Sri. 2005. Pengembangan Potensi Bahan alam sebagai Sumber Penemuan Obat Baru. Makalah pada Seminar Nasional Kimia UNY dan Ikahimki pada 24 September 2005. Yogyakarta
Effendi. 2005. Profile PT. Indesso Aroma. Makalah pada Workshop Kewirausahaan UGM dan Ikahimki pada 27 September 2005. Yogyakarta
Mulyani, Sri. 2005. Optimalisasi Pengunaan Bahan Alam dalam Media Pembelajaran. Makalah pada Seminar Nasional Kimia UNY dan Ikahimki pada 24 September 2005. Yogyakarta
Rosid. 2005. Parfume-Parfume. Makalah pada Workshop Kewirausahaan UGM dan Ikahimki pada 27 September 2005. Yogyakarta
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Potensi Minyak Atsiri Indonesia. Makalah pada Workshop Kewirausahaan UGM dan Ikahimki pada 27 September 2005. Yogyakarta
Wijayanti, Listyani dan Sumaryono, Wahono. 2005. Kebijakan Riset dan Teknologi dalam Pengembangan Potensi Bahan Alam Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Kimia UNY dan Ikahimki pada 24 September 2005. Yogyakarta
Achmad, Syamsul Arifin. 2004. Bahan Alam untuk Mendukung Pengembangan Bioindustri. Makalah pada Seminar Nasional Kimia Bahan Alam Unair dan Ikahimki pada 4 September 2004. Surabaya
Atun, Sri. 2005. Pengembangan Potensi Bahan alam sebagai Sumber Penemuan Obat Baru. Makalah pada Seminar Nasional Kimia UNY dan Ikahimki pada 24 September 2005. Yogyakarta
Effendi. 2005. Profile PT. Indesso Aroma. Makalah pada Workshop Kewirausahaan UGM dan Ikahimki pada 27 September 2005. Yogyakarta
Mulyani, Sri. 2005. Optimalisasi Pengunaan Bahan Alam dalam Media Pembelajaran. Makalah pada Seminar Nasional Kimia UNY dan Ikahimki pada 24 September 2005. Yogyakarta
Rosid. 2005. Parfume-Parfume. Makalah pada Workshop Kewirausahaan UGM dan Ikahimki pada 27 September 2005. Yogyakarta
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Potensi Minyak Atsiri Indonesia. Makalah pada Workshop Kewirausahaan UGM dan Ikahimki pada 27 September 2005. Yogyakarta
Wijayanti, Listyani dan Sumaryono, Wahono. 2005. Kebijakan Riset dan Teknologi dalam Pengembangan Potensi Bahan Alam Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Kimia UNY dan Ikahimki pada 24 September 2005. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar