Kehamilan merupakan
proses yang alamiah. Perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita selama
kehamilan normal adalah bersifat fisiologis bukan patologis. Kehamilan juga
merupakan proses alamiah untuk menjaga
kelangsungan perdaban manusia. Kehamilan baru bisa terjadi jika seorang wanita
sudah mengalami pubertas yang ditandai dengan terjadinya menstruasi. Banyak hal
dan banyak organ yang terlibat selama proses kehamilan.
Organ
reproduksi wanita dan payudara merupakan organ yang paling berfungsi selama
proses kehamilan. Organ reproduksi wanita yang biasa disebut traktus genitalis
terletak dalam rongga panggul, terbagi atas organ genitalia eksterna dan
interna.
Genitalia
eksterna adalah organ reproduksi wanita yang dapat dilihat dari luar bila
wanita dalam posisi litotomi, fungsinya adalah untuk kopulasi. Sementara itu,
genitalia interna adalah organ reproduksi wanita yang tidak dapat dilihat dari
luar, terletak di sebelah dalam dan hanya dapat dilihat dengan alat khusus atau
dengan pembedahan. Mengenai pembahasan kedua organ tersebut.
Payudara
(mammae)
sebagai organ target untuk proses
laktasi mengalami banyak perubahan sebagai persiapan setelah janin lahir.
Beberapa perubahan yang dapat diamati adalah sebagai berikut.
1. Selama
kehamilan payudara bertambah besar, tegang, dan berat.
2. Dapat
teraba nodul-nodul, akibat hipertropi kelenjar alveoli.
3. Bayangan
vena-vena lebih membiru.
4. Hiperpigmentasi
pada areola dan puting susu.
5. Kalau
diperas akan keluar air susu (kolustrum) berwarna kuning.
Perubahan
fisiologi yang terjadi pada payudara selama kehamilan salah satunya terjadi
hipervaskularisasi pembuluh darah akibat peningkatan hormon estrogen dan
progesteron. Selain itu, juga terjadi peningkatan hormon somatomamotropin untuk
produksi ASI sehingga menjadi lebih besar.
Perkembangan
payudara ini terjadi karena pengaruh hormon saat kehamilan yaitu estrogen,
progesteron, dan somatomamotropin.
1. Fungsi
hormon yang mepersiapkan payudara untuk pemberian ASI, antara lain sebagai
berikut.
a. Estrogen
·
Menimbulkan hipertrofi
sistem saluran payudara.
·
Menimbulkan penimbunan lemak
dan air, serta garam sehingga payudara tampak makin besar.
·
Tekanan serat saraf akibat penimbulan
lemak, air, dan garam menyebabkan rasa sakit pada payudara.
b. Progesteron
·
Mempersiapkan asinus
sehingga dapat berfungsi.
·
Menambah sel asinus
c. Somamotropin
·
Memengaruhi sel asinus untuk
membuat kasein, laktalbumin, dan lakto globulin.
·
Penimbunan lemak sekitar
alveolus payudara.
2. Perubahan
payudara pada ibu hamil.
a. Payudara
menjadi lebih besar.
b. Areola
payudara makin hitam karena hiperpigmentasi.
c. Glandula
Montgomery makin tampak menonjol di permukaan areola mammae.
d. Pada
kehamilan 12 minggu keatas dari putting susu akan keluar cairan putih jernih
(kolustrum) yang bersal dari kelenjar asinus yang mulai bereaksi.
e. Pengeluaran
ASI belum terjadi karena prolaktin ini ditekan oleh Prolactine Inhibiting Hormone (PIH).
f. Setelah
persalinan, dengan dilahirkannya plasenta, maka pengaruh estrogen, progesteron,
dan somamotropin terhadap hipotalamus hilang sehingga prolaktin dapat
dikeluarkan dan laktasi terjadi.
Gambar
5.1 Perubahan bentuk payudara pada wanita hamil.
V.1.
Definisi Fisiologi Persalinan
Persalinan adalah
suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalm uterus ke
dunia luar. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup buan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung selama 18 jam, tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2002).
Fisiologi
persalinan normal melibatkan dua hal di bawah ini.
1. Endokrinologi
persalinan.
2. Fase-fase
persalinan pada uterus.
Beberapa fase persalinan pada uterus
adalah sebagai berikut.
1. Fase
O: fase tenang
a. Relaksasi
otot miometrium.
b. Fase
tenang yang normal ini terjadi pada 95% kehamilan.
c. Serviks
rigid berkontraksi/kokoh.
d. Kadang-kadang
terjadi kontraksi Braxton-hicks.
e. Pada
fase ini, uterus refrakter terhadap induksi uterotonin.
2. Fase
1: Persiapan persalinan
a. Ketenangan
miometrium harus dihentikan.
b. Terjadi
aktivasi uterus.
c. Perubahan
progresif uterus 6-8 minggu terakhir.
d. Terjadi
perubahan serviks: melunak dan berdilatasi.
e. Fundus
uteri memproduksi kontraksi.
f. Peningkatan
yang menyolok reseptor oksitosin pada miometrium.
g. Peningkatan
jembatan antar-sel (gap junction) baik jumlah maupun area.
h. Iritabilitas
uterus meningkat.
i. Responsif
terhadap uterotonika.
j. Transisi
waktu antara kontraksi his yang adekuat
k. Pembentukan
segmen bawah uterus.
l. Sebelum
memasuki fase 2, terjadi peningkatan >50 kali lipat jumlah reseptor
oksitosin pada miometrium.
m. Pada
serviks, terjadi pematangan serviks yang berkaitan dengan dua perubahan.
n. Perusakan
dan penyusunan kolagen, serta perubahan dalam jumlah relatif glikosaminoglikan,
yaitu peningkatan asam hialuronat yang bersifat menahan air.
3. Fase
2: Proses persalinan
a. Sinonim
dengan kondisi in partu.
b. Kontraksi
uterus membuat dilatasi serviks.
c. Pengeluaran
janin dan plasenta.
4. Fase
3: Puerpurium
a. Masa
puerpurium.
b. Pemulihan
ibu dari masa melahirkan anak.
c. Kontribusi
ibu untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup anak.
d. Pemulihan
fertilitas ibu.
e. Miometrium
berada dalam keadaan rigid dan berkontraksi terus-menerus sehingga menekan
pembuluh darah uterina.
f. Mencegah
pendarahan postpartum
g. Onset
laktogenesis dan milk let down amat penting bagi kelangsungan hidup bayi.
h. Involusi
uterus 4-6 minggu (kembalinya uterus ke bentuk normal lagi).
Sebab Terjadinya Proses Persalinan
Penyebab pasti mulainya persalinan belum
diketahui secara pasti, yang ada hanyalah teori-teori. Adapun teori-teori
penyebab persalinan adalah sebagai berikut.
1. Teori
keregangan
a. Otot
rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
b. Setelah
melewati batas tersebut, maka akan terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat
dimulai.
2. Teori
penurunan Progesteron
a. Proses
penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, di mana terjadi
penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan dan
buntu.
b. Produksi
progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap
oksitosin.
c. Akibatnya,
otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron
tertentu.
3. Teori
Oksitosin Internal
a. Oksitosin
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior.
b. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim
sehingga terjadi kontraksi Braxton Hicks.
c. Menurut
konsentrasi progesteron akibat tuanya usia kehamilan menyebabkan oksitosin
meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dimulai.
4. Teori
Prostaglandin
a. Konsentrasi
prostaglandin meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh
desidua.
b. Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil
konsepsi dapat dikeluarkan.
c. Prostaglandin
dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan.
Dua umpan balik positif yang dapat
menyebabkan kelahiran bayi adalah sebagai berrikut.
1. Peregangan
serviks menyebabkan keseluruhan korpus uteri berkontraksi dan keadaan ini
meregangkan serviks lebih lanjut karena dorongan kepala bayi ke arah bawah.
2. Regangan
serviks juga menyebabkan kelenjar hipofisis menyekresikan oksitosin yang masih
merupakan penyebab lain yang
meningkatkan kontraktilitas uterus.
Persalinan Normal
Persalinan adalah
suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan
terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, dan kelahiran
plasenta, di mana proses tersebut merupakan proses alamiah.
Persalinan
adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi dari rahim ibu melalui jalan
lahir atau dengan jalan lain, yang kemudian janin dapat hidup ke dunia luar.
Persalinan
dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi sehingga menyebabkan perubahan
pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap.
Partus
normal/partus biasa merupakan proses bayi
lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala /ubun-ubun kecil,
tanpa memakai alat/pertolongan istimewa, tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali
episotomi), serta berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Jenis partus
normal disebut juga persalinan spontan yang menggunakan kekuatan ibu secara
alami. Selain itu, juga terdapat persalinan anjuran yang menggunakan rangsangan
terlebih dahulu, tetapi selanjutnya tetap menggunakan kekuatan ibu untuk proses
persalinan selanjutnya.
Beberapa faktor pendukung persalinan
adalah sebagai berikut.
1. Power
His
(kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, dan keadaan
kardiovaskular respirasi metabolik ibu. Kekuatan ibu atau tenaga mengedan
sangat memengaruhi.
2. Passage
Keadaan
jalan lahir yang terdiri atas panggul di mana terdiri atas beberapa posisi
yaitu posisi Pintu Atas Panggul (PAP), posisi
Pintu Tengah Panggul (PTP), dan posisi Pintu Bawah Panggul (PBP). Hal
inilah yang mempengaruhi proses persalinan lancar atau tidaknya.
3. Passenger
Bagian
dari penumpang atau yang akan dikeluarkan nantinya baik dari keadaan janin (letak, presentasi,
ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan atomic mayor), keadaan plasenta yang
normal atau abnormal, serta keadaan cairan amnion (ketuban) yang baik dalam
proses persalinan.
4. Psikis
Keadaan
kejiwaan ibu yang bisa memengaruhi persalinan secara normal atau abnormal. Bila
jiwa dan kondisi ibu baik, maka persalinan akan berjalan normal dan baik,
sebaliknya, bila keadaan jiwa dan kondisi ibu kurang baik, maka proses persalinan
akan terhambat.
5. Penolong
Seseorang
yang berfungsi sebagai penolong yaitu tenaga kesehatan, seperti bidan, perawat,
dokter, dan dukun, di mana tenaga kesehatan tersebut mampu memberikan
perlindungan, pengawasan, dan pelayanan dalam proses persalinan maupun setelah
persalinan selesai.
Tanda Persalinan
1. Tanda
dan gejala in partu adalah sebagai berikut.
Penipisan
pembukaan serviks (effacement dan dilatasi serviks).
Effacement
serviks adalah pemendekan dan penipisan serviks selama tahap pertama persalinan.
Serviks dalam keadaan normal memiliki panjang 2 sampai 3 cm dan tebal sekitar 1
cm, terangkat ke atas karena terjadi pemendekan gabungan otot uterus selama
penipisan segmen bawah rahim pada tahap akhir persalinan.
Hal
ini menyebabkan bagian ujung serviks yang tipis saja yang dapat diraba setelah
effacement lengkap. Pada kehamilan aterm pertama, effacement biasanya terjadi
terlebih dahulu daripada dilatasi. Pada kehamilan berikutnya, effacement dan
dilatasi cederung bersamaan. Tingkat effacement dinyatakan dalam persentase dari 0-100%.
Dilatasi
serviks adalah pembesaran atau pelebaran muara dan saluran serviks, yang
terjadi pada awal persalinan. Diameter meningkat dari sekitar 1 cm sampai dilatasi lengkap (sekitar
10 cm) supaya janin aterm dapat dilahirkan. Apabila dilatasi serviks lengkap,
serviks tidak dapat lagi diraba. Dilatasi serviks lengkap menandai akhir tahap
pertama persalinan.
2. Kontraksi
uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali
dalam 10 menit).
Ibu
melakukan kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan
janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi uterus involunter, yang disebut
kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan. Kekuatan primer membuat
serviks menipis, berdilatasi, dan janin turun.
Segera
setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah,
yakni bersifat mendorong keluar. Kekuatan sekunder tidak memengaruhi dilatasi
serviks, tetapi setelah dilatasi serviks lengkap kekuatan ini cukup penting untuk
mendorong bayi keluar dari uterus dan vagina.
3. Keluarnya
lendir bercampur darah (show) melalui vagina.
Sumbatan
mukus yang dibuat oleh sekresi vertikal dari poliferasi kelenjar mukosa
servikal pada awal kehamilan berperan sebagai barier protektif dan menutup
kanal servikal pada awal kehamilan.
Blood show
adalah pengeluaran dari mukus plug tersebut. Blood show merupakan tanda dari
persalinan yang sudah dekat, yang biasanya terjadi dalam jangka waktu 24-48 jam
terakhir, asalkan belum dilakukan pemeriksaan vaginal dalam 48 jam sebelumnya
karena pemecahan mukus darah selama waktu tersebut mungkin hanya efek trauma
minor atau pecahnya mukus plug selama pemeriksaan. Normalnya, darah yang keluar
hanya beberapa tetes, perdarahan yang lebih banyak menunjukkan penyebab yang
abnormal.
Pengertian
His
His
adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari
daerah fundus uteri di mana tuba fallopi memasuki dinding uterus, awal
gelombang tersebut didapat dari pacemaker yang terdapat di dinding uterus
daerah tersebut.
Resultan
efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus
minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan lahir) yang membuka untuk
mendorong isi uterus ke luar.
Penyebab terjadinya his adalah sebagai
berikut.
1. Kerja
hormon oksitosin.
2. Regangan
dinding uterus oleh isi konsepsi.
3. Rangsangan
terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
His merupakan kontraksi miometrium yang
bersifat fisiologik dan nyeri. Rasa nyeri karena his disebabkan oleh hal-hal
berikut ini.
1. Hipoksia
saat miometrium kontraksi.
2. Ganglion
pada serviks dan SBR.
3. Regangan
serviks uteri selama pembukaan .
4. Regangan
pada peritoneum.
His yang baik dan ideal meliputi hal-hal
berikut ini.
1. Kontraksi
simultan simetris di seluruh uterus.
2. Kekuatan
terbesar (dominasi) di daerah fundus.
3. Terdapat
periode relaksasi di antara dua periode kontraksi.
4. Terdapat
retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his.
5. Serviks uteri
yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot akan tertarik
ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan
mendatar (cervical effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun
akan terbuka.
Nyeri persalinan pada waktu his
dipengaruhi berbagai faktor berikut ini.
1. Iskemia
dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus
hipogastrikus diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri.
2. Peregangan
vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi rangsangan
nyeri.
3. Keadaan
mental pasien (pasien bersalin sering ketakutan, cemas/ansietas, atau
eksitasi).
4. Prostaglandin
meningkat sebagai respons terhadap stress.l.
Mekanisme Persalinan Normal
Mekanisme persalinan
normal adalah proses pengeluaran bayi dengan mengandalkan posisi, bentuk
panggul, serta presentasi jalan lahir. Bagian terendah dari fetus akan
menyesuaikan diri terhadap panggul pada saat turun melalui jalan lahir. Kepala
akan melewati rongga panggul dengan ukuran yang menyesuaikan dengan ukuran
panggul.
Gerakan-gerakan utama
dari mekanisme persalinan adalah sebagai berikut.
1. Penurunan
kepala.
2. Fleksi
kepala.
3. Putaran
paksi dalam (PPD).
4. Ekstensi
atau defleksi kepala.
5. Putaran
paksi luar (PPL).
6. Ekspulsi.
Penurunan
Kepala
Pada primigravida
masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul (PAP) biasanya sudah terjadi pada
bulan terakhir dari kehamilan, tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi
pada permulaan persalinan.
Masuknya
kepala kedalam PAP, biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan
fleksi yang ringan. Masuknya kepala melewati pintu atas panggul (PAP), dapat
dalam keadaan sinklitismus yaitu bila sutura sagitalis terdapat di
tengah-tengah jalan lahir, tepat di antara simfisis dan promotorium.
Pada
sinklitismus os pariental depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura
sagitalis agak ke depan mendekat simfisis atau agak kebelakang mendekati
promotorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan asinklitismus, ada dua
jenis asinklitismus, yaitu sebagai berikut.
1. Asinklitismus
posterior: bila sutura sagitalis mendekati
simfisis dan os pariental belakang lebih rendah dari os pariental depan.
2. Asinklitismus
anterior: bila sutura sagitalis mendekati
promotorium sehingga os pariental depan lebih rendah dari os pariental
belakang.
Derajat sedang
asinklitismus pasti terjadi pada persalinan normal, tetapi jika berat, gerakan
ini dapat menimbulkan disproporsi sefalopelvik dengan panggul yang berukuran
normal sekalipun.
Penurunan
kepala lebih lanjut terjadi pada kali I dan kala II persalinan. Hal ini
disebabkan karena adanya kontraksi dan
retraksi dari segmen atas rahim, yang menyebabkan tekanan langsung fundus pada
bokong janin. Dalam waktu yang bersamaan terjadi relaksasi dari segmen bawah
rahim sehingga terjadi penipisan dan dilatasi serviks. Keadaan ini juga
menyebakan bayi terdorong ke dalam jalan lahir. Turunnya kepala ke dalam
panggul, disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
1. Tekanan
air ketuban.
2. Tekanan
langsung fundus uteri pada bokong.
3. Kekuatan
mengejan.
4. Melurusnya
badan fetus.
Fleksi
Kepala
Pada awal persalinan,
kepala bayi dalam keadaan fleksi yang ringan. Dengan majunya kepala biasanya
fleksi juga bertambah. Pada pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat ke arah dada
janin sehingga UUK lebih rendah dari UUB. Hal ini disebabkan karena adanya tahanan
dari dinding serviks, dinding pelvis, dan lantai pelvis. Dengan adanya fleksi,
diameter suboccipito bregmatika 9,5 cm menggantikan
diameter suboccipito prontalis (11 cm). Sampai di dasar panggul,
biasanya kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.
Ada
beberapa teori yang menjelaskan mengapa fleksi dapat terjadi. Fleksi ini
disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari
serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari keadaan ini terjadilah
fleksi.
Terjadinya
fleksi kepala karena kepala mendapat tahanan dari serviks uteri, dinding
panggul, dan dasar panggul.
Putaran
Paksi Dalam
Putaran paksi
dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian
terendah dari bagian depan janin memutar ke depan ke bawah simfisis. Pada
presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil
dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke arah simfisis.
Rotasi
dalam penting untuk menyelesaikan persalinan, karena rotasi dalam merupakan suatu
usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya
bidang tengah dan pintu bawah panggul.
1. Pemutaran
bagian terbawah dari bagian depan fetus ke depan ke arah simfisis publis,
meskipun jarang ke belakang ke arah sacrum.
2. Suatu
usaha menyesuaikan diri dari posisi kepala dengan bentuk jalan lahir, khususnya
PTP dan PBP.
Ekstensi
Kepala
Sesudah kepala janin
sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis, maka
terjadilah ekstensi dari kepala janin. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan
lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala
harus mengadakan fleksi untuk melewatinya. Jika kepala yang berada dalam
keadaan fleksi penuh waktu mencapai dasar panggul tidak melakukan ekstensi,
maka kepala akan tertekan pada perineum dan dapat menembusnya.
Suboksiput
yang tertahan pada pinggir bawah simfisis akan menjadi pusat pemutaran (hypomochlion),
maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum: UUB, dahi, hidung,
mulut, dan dagu bayi dengan gerakan ekstensi.
Pada
dasar panggul, kepala mengadakan ekstensi/defleksi, supaya kepala dapat melalui
pintu bawah panggul.
Ekstensi
kepala terjadi sebagai resultan antara dua kekuatan yaitu sebagai berikut.
1. Kekuatan
uterus yang mendesak kepala lebih ke arah belakang.
2. Tahanan
dasar panggul yang menolak kepala lebih ke depan.
Putaran
Paksi Luar
Kepala yang sudah
lahir selanjutnya mengalami resitusi yaitu kepala bayi memutar
ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena
putaran paksi dalam. Bahu melintasi pintu dalam keadaan miring, di dalam rongga
panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya
sehingga di dasar panggul setelah kepala bayi lahir, bahu mengalami putaran
dalam di mana ukuran bahu (diameter bisa krominal) menempatkan diri dalam
diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul (PBP). Bersamaan dengan itu,
kepala bayi juga melanjutkan putaran hingga belakang kepala berhadapan dengan
tuber iskiadikum sepihak.
Ekspulsi
Setelah putaran paksi
luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi hipomoklion untuk
kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir, selanjutnya seluruh badan
bayi dilahirkan searah dengan sumbu jalan lahir.
Dengan
kontraksi yang efektif, fleksi kepala yang adekuat, dan janin dengan ukuran
yang rata-rata, sebagian besar oksiput yang posisinya posterior berputar cepat
segera setelah mencapai dasar panggul sehingga persalinan tidak begitu
bertambah panjang. Akan tetapi, pada kira-kira 5-10% kasus, keadaan yang
menguntungkan ini tidak terjadi, rotasi mungkin tidak sempurna atau mungkin
tidak terjadi sama sekali, khususnya kalau janin besar.
Fase-fase persalinan
Sangat berguna untuk mendefinisikan persalinan sebagai
suatu seri dari 4 fase fisiologis, yang ditandai oleh pelepasan miometrium dari
efek inhibisi selama kehamilan dan aktivitas stimulan terhadap kontraktilitas
uterus. Fase 0 meliputi mayoritas kehamilan. Selama fase ini, uterus tetap
dalam keadaan tenang akibat satu atau lebih penghambat kontraktilitas. Zat-zat
menghambat meliputi progresteron, prostasiklin, nitratoksida, peptida yang
terkait dengan hormone para tiroid (parathyroid hormone-related peptide,
PTHrP), peptida yang terkait dengan gen kalsitonin (calcitonin gene-related),
relaksin, adrenomedulin, dan peptida intestinal vasoaktif (vasoactive intestinal peptide,
VIP). Menjelang akhir kehamilan yang normal uterus mengalami proses aktifasi
(fase 1). Selama aktifasi, sejumlah protein yang berhubungan dengan kontraksi
meningkat di bawah pengaruh estrogen. Protein ini meliputi reseptor miometrium
untuk prostaglandin dan oksitosin, kanal ion membran, koneksin 43, suatu
komponen kunci pada gap junction. Peningkatan gap junction pada miometrium
selama aktifasi akan mengaktifkan sel-sel miometrium terdekat secara elektrik
dan memaksimalkan koordinasi gelombang kontraksi yang bergerak dari fundus
uteri ke serviks. Fase 2 dalam persalinan disebut stimulasi. Selama stimulasi
oksitosin dan prostaglandin (PG) yang menstimulasi seperti PGE2 dan PGE2α dapat
menginduksi kontraksi pada uterus. Serviks berbilitasi. Janin, membran, dan
plasenta dikeluarkan dari uterus pada proses yang disebut kelahiran. Fase 3
pada persalinan yang terjadi setelah kelahiran dan disebut involusi. Selama
involusi, kontraksi yang terus-menerus pada uterus menyebabkan hemostasis yang
diperlukan dan akhirnya mengurangi uterus pospartum yang membesar masif
keukuran yang sedikit lebih besar dari keadaan sebelum kehamilan.
Inisiasi
Persalinan
Rerata masa kehamilan manusia adalah 280 hari (40 minggu)
sejak awal periode menstruasi terakhir. Pemicu yang pasti pada persalinan belum
diketahui. Namun, seperti spesies lain yang melahirkan anaknya, unit fetoplasenta
tampaknya mengatur pada usia gestasi berupa persalinan akan terjadi sementara
waktu dimulainya proses persalinan ditentukan oleh sinyal maternal. Mekanisme
yang digunakan oleh unit fetoplasenta untuk memulai persalinan bervariasi pada
setiap spesies. Mekanisme manusia lebih menyerupai mekanisme yang digunakan
oleh primata dibandingkan dengan mamalia lain hubungannya lebih jauh.
Domba dan tikus bergantung pada penurunan tiba-tiba
progresteron untuk memulai persalinan. Sebaliknya, inisiasi persalinan pada
primata melibatkan peningkatan sintesis estrogen plasenta. Estrogen tersebut
tampaknya diproduksi oleh plasenta, karena pemberian estrogen sistemik tidak
menginduksi persalinan aterm. Lebih jauh lagi, pemberian androstenedion akan
menginduksi kontraksi dan efek ini dapat di blok dengan penghambatan aktivitas
aromatase. Aktivitas aromatase plasenta meningkat pada usia aterm. Hal ini
disertai oleh peningkatan produksi prekursor adrenal (misalnya androstenedion)
oleh janin. Keduanya mendukung peningkatan produksi estrogen plasenta.
Stimulus untuk peningkatan produksi androgen adrenal
janin saat mendekati aterm belum diketahui. Tampaknya hal tersebut tidak
berasal dari hipotalamus janin (corticotrophin-releasing hormone,
CRH) atau, hormon adrenokortikotropik (adrenocorticotrophic hormone, ACTH)
hipofisis karena tidak adanya pembentukan otak yang semestinya pada janin anensefalus
tidak memperlama kehamilan. Lebih jauh lagi, stimulus diperkirakan berasal dari
plasenta. CRH plasenta merupakan kemungkinan yang paling tepat. Secara
biokimia, CRH plasenta identik dengan CRH hipotalamus ibu dan janin namun
berbeda dalam hal regulasinya. Glukokortikoid menyebabkan umpan balik negatif
pada sintesis dan pelepasan CRH hipotalamus, namun menstimulasi produksi ACTH
janin dan sintesis steroid adrenal janin (misalnya produksi androstenedion).
CRH plasenta juga memiliki efek lokal pada uterus, membantu vasodilatasi plasenta,
produksi prostaglandin, dan kotraktilitas miometrium.
Pada semua spesies, peningkatan sintesis prostaglandin
oleh desidua dan membran janin bersama-sama membentuk jalur akhir pada
persalinan. Jaringan uterus manusia secara selektif diperkaya oleh asam
arakidonat, yaitu suatu asam lemak esensial yang merupakan precursor obligat
untuk prostaglandin yang paling penting dalam persalinan: PGE2 dan
PGF2α. Kedua enzim siklooksigenase, COX-1 dan COX-2, diekspresikan
dalam uterus. COX-2, suatu bentuk enzim yang dapat diinduksi tampaknya sensitif
terhadap induksi glukokortikoid. Bukti peran prostaglandin dalam persalinan
berdasarkan adanya observasi bahwa; (i) konsentrasi PG didalam cairan amnion,
plasma ibu, dan urin ibu meningkat sesaat sebelum onset persalinan; (ii)
pemberian PG pada setiap tahap kehamilan memiliki kemampuan untuk menginisiasi
persalinan; (iii) PG dapat menginduksi pematangan serviks dan kontraksi uterus;
(iv) PG meningkatkan sensitivitas miometrium terhadap oksitosin; dan (v)
inhibitor sintesis PG dapat mensupresi kontraksi dan memperlama kehamilan
(misalnya inhibator COX, indometasin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar