Istilah auksin berasal dari bahasa Yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini
pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri
belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat
dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan
koleoptil oat kearah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan
istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan Went didaerah koleoptil.
Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat
terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai
peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Konsentrasi auksin
tertinggi dijumpai pada meristem (akar, batang) yang aktif tumbuh dan daun
muda. Auksin diangkut dari daerah meristem konsentrasinya semakin rendah,
demikian juga pada jaringan yang telah dewasa dan telah berhenti memanjang.
Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan
menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan pemanjangan
sel. Pada permukaan akar, auksin akan mempengaruhi jaringan meristem primordial
akar dalam jaringan batang (Latunra dkk., 2012).
Oleh
karena itu, untuk melihat dan memahami lebih lanjut mengenai pengaruh hormon
tumbuh (auksin) terhadap tumbuhan, maka percobaan ini perlu dilakukan.
Hormon dari bahasa Yunani
“hormoenin” artinya menggiatkan. Hormon selain ditemukan pada hewan juga
terdapat pada tanaman. Hormon pada tanaman disebut fitohormon atau hormone
tumbuhan didefinisikan sebagai senyawa organik yang disintesis secara endogen
dalam tanaman yang dalam konsentrasi sangat kecil (mikromolar) dapat
menginduksi serangkaian reaksi fisiologis menuju kesuatu pola pertumbuhan yang
spesifik. Hormon bekerja dalam menginduksi pertumbuhan dalam konsentrasi yang
tepat, jika konsentrasi berlebih atau kurang maka hormon akan menghambat
pertumbuhan (Latunra dkk., 2012).
Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien
yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went,
seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang
menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan
pembengkokan koleoptil oat kearah
cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa
ini banyak ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui
pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi
yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury
dan Ross,
1995).
Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai
peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Konsentrasi auksin
tertinggi dijumpai pada meristem (akar, batang) yang aktif tumbuh dan daun
muda. Auksin diangkut dari daerah meristem konsentrasinya semakin rendah,
demikian juga pada jaringan yang telah dewasa dan telah berhenti memanjang.
Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan
menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan pemanjangan
sel. Pada permukaan akar, auksin akan mempengaruhi jaringan meristem primordial
akar dalam jaringan batang (Latunra dkk., 2012).
Auksin yang ditemukan Went, yang kini diketahui sebagai
Indol Asetat Acid (IAA) atau Asam
Indole Asetat dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin.
Namun tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan
menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat
dianggap sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol
asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro,
1990).
Asam 4 kloroindol asetat
ditemukan pada biji muda berbagai jenis kacang-kacangan. Asam fenilasetat (PAA)
ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan dan sering lebih banyak jumlahnya dari
pada IAA, walaupun kurang aktif dalam menimbulkan respon IAA. Asam indol
butirat merupakan senyawa yang ditemukan belakangan. Senyawa ini ditemukan pada
daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil, sehingga kemungkinan besar zat
tersebut tersebar luas pada dunia tumbuhan (Tjitrosoma, 1984).
Selain senyawa-senyawa
tersebut diatas, ada tiga senyawa lainnya yang ditemukan pada banyak tumbuhan
dan mempunyai aktivitas auksin yang tinggi. Ketiganya mudah teroksidasi menjadi
IAA invivo dan barangkali hanya aktif setelah peralihan tersebut. Ketiga
senyawa tersebut belum dikelompokkan sebagai auksin. Mereka adalah indolasetaldehid,
indolsetonitril dan indoletanol. Masing-masing memiliki struktur serupa dengan
auksin, hanya saja mereka tidak memiliki gugus karbonil (Salisbury dan Ross, 1995).
Pengangkutan IAA sebagai
hormon dari jaringan ke jaringan yang lain berbeda dengan pengangkutan atau
pergerakan gula, ion, dan linarut tertentu lainnya. IAA biasanya tidak
dipindahkan melalui tabung tapis floem atau melalui xilem, tetapi terutama
melaui sel parenkim yang bersinggungan dengan berkas pembuluh. IAA akan
bergerak melalui tabung tapis jika diberikan dipermukaan daun yang cukup matang
untuk mengangkut gula kelur, tetapi biasanya pengangkutan pada batang dan
tangkai daun berasal dari daun muda menuju arah bawah sepanjang berkas pembuluh
(Kimball, 1999).
Cara pengangkutan auksin
atau IAA ini memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda dengan pengangkutan
floem. Beberapa keistimewaan
tersebut antara lain (Goldsworhty dan Fisher, 1992) :
1.
Pergerakan
auksin itu lambat
Pergerakan auksin
hanya sekitar 1 cm/jam di akar dan di batang tumbuhan.
2.
Pengangkutan
berlangsung secara polar
Pada batang arahnya lebih sering batipetal (mencari
dasar), tanpa menghiraukan dasar tersebut berada dalam posisi normal ataupun
terbalik. Pengangkutan
diakar juga berlangsung secara polar, tetapi arahnya akropetal (mencari apex
atau ujung).
3.
Pengangkutan
memerlukan energi hasil metabolisme
Pergerakan auksin ini memerlukan energi metabolisme
berupa adenosine triphospat (ATP). Hal ini ditunjukkan dengan terhambatnya
pergerakan auksin apabila ditemukan zat-zat penghambat sintesa ATP. Zat-zat
penghambat tersebut antara lain adalah asam 2,3,5-triodobenzoat (TIBA) dan asam
alfa naftilamat (NPA). Meskipun kedua senyawa tersebut tidak terlibat langsung
dalam penghambatan pergerakan senyawa auksin, namun senyawa-senyawa tersebut
sering disebut senyawa antiauksin.
IAA terdapat pada akar, pada
konsentrasi yang hamper sama dengan konsentrasi dibagian tumbuhan yang lain.
Diperkirakan, sel akar umumnya mengandung cukup atau hampir cukup auksin untuk
memanjang secara normal. Banyak potongan kar tumbuh selama beberapa minggu atau
beberapa hari secara invitro tanpa penambhan auksin. Hal ini menandakan bahwa
kebutuhan auksin pada akar tersebut sudah terpenuhi dari hasil sintesis sendiri
(Lakitan, 1993).
Setelah mencoba menginduksi pembungaan dengan cara
membuat variasi suhu, kelembapan, dan nutrisi mineral, Garner dan Allard
mempelajari bahwa pemendekan siang hari pada musim dinginlah yang merangsang
tumbuhan Maryland berbunga. Jika tumbuhan itu dpelihara dalam kotak yang kedap
cahaya sehingga lampu dapat digunakan untuk memanipulasi durasi siang dan
malam, pembungaan akan terjadi jika panjang siang hari adalah 14 jam atau lebih
pendek. Tumbuhan ini tidak berbunga selama musim panas, karena posisi garir
lintang di Maryland, sehingga siang hari terlalu panjang selama musim itu
(Lakitan, 1993).
Peranan
auksin (Latunra dkk., 2012):
a.
Pembentukan dan
perkembangan buah
Pada
tumbuhan angiospermae, pembentukan biji diawali oleh penyerbukan. Saat biji
mulai berkembang, biji mengeluarkan auksin ke bagian-bagian bunga sekitarnya,
dengan demikian merangsang pembentukan buah.
b.
Dominasi apikal
Pada
umumnya pertumbuhan ujung pucuk suatu tumbuhan menghambat perkembangan kuncup
lateral di batang sebelah bawah, Pada pohon yang membentuk batang tunggal dan
lurus, misalnya pinus, dominasi apikalnya sangat jelas terlihat.
c.
Absisi
Baibach Cs (1933_) menemukan peranan
auksin dalam mencegah gugurnya daun dan buah. Daun dan buah muda membentuk
auksin, dan selama itu tetap kuat menempel pada batang.
d.
Permulaan akar
Auksin juga merangsang pembentukan akar liar pada banyak
spesies. Akar liar tumbuhan dari batang atau daun dan bukan dari sistem akar
tumbuhan yang biasa.
Para ahli fisiologi telah
meneliti pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar lazim, yang membantu
mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan system tajuk. Terdapat bukti kuat
yang menunjukkan bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal
pertumbuhan kar. Bila daun muda dan kuncup, yang mengandung banyak auksin,
dipangkas maka jumlah pembentukan akar sampling akan berkurang. Bila hilangnya
organ tersebut diganti dengan auksin, maka kemampan membentuk akar sering
terjadi kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin juga memacu
perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu, misalnya tanaman
apel (Pyrus malus), telah membentuk
primordia akar liar terlebih dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi
selama beberapa waktu lamanya, dan akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin.
Primordia ini sering terdapat di nodus atau bagian bawah cabang diantara nodus.
Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-masing mengandung sampai 100
primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya kan mampu
menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury dan Ross, 1995).
Pentingnya proses pembungaan
menyebabkan banyak ahli fisiologi tumbuhan mencoba mencari apa yang memulainya.
Dalam beberpa kasus, rangsangan semata-mata tampaknya dari dalam, seperti pada
varietas tomat tertentu secar otomasis membentuk primodial bunga setelah
terbentuk 13 ruas pada batang yang tumbuh (Lakitan, 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D., 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Goldsworthy, F.R., dan Fisher, 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, UGM Press, Yogyakarta.
Kimball, J.W., 1999. Biologi Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Lakitan, B., 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada,
Latunra, A.I., Eddyman W. F., Elis T., 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Salisbury, F.B. dan Cleon W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.
Tjitrosoma, S.S., 1984. Botani Umum 3, Angkasa, Bandung.
biasakan sertakan daftar pustaka. karena kamu mengutip tulisan milik orang lain yang sudah di hak cipta. terima kasih
BalasHapus