Senin, 10 Desember 2012

SISTEM IMUN


Perbedaan antara imunitas non spesifik dan spesifik adalah imunitas non spesifik berespons dengan cara yang sama pada paparan berikutnya dengan mikroba, sedangkan imunitas spesifik akan berespons lebih efisien karena adanya memori imunologik.

Komponen imunitas non spesifik
Sistem imun non spesifik terdiri dari epitel (sebagai barrier terhadap infeksi), sel-sel dalam sirkulasi dan jaringan, serta beberapa protein plasma.

1. Barrier epitel
Tempat masuknya mikroba yaitu kulit, saluran gastrointestinal, dan saluran pernapasan dilindungi oleh epitel yang berfungsi sebagai barrier fisik dan kimiawi terhadap infeksi. Sel epitel memproduksi antibodi peptida yang dapat membunuh bakteri. Selain itu, epitel juga mengandung limfosit intraepitelial yang mirip dengan sel T namun hanya mempunyai reseptor antigen yang terbatas jenisnya. Limfosit intraepitelial dapat mengenali lipid atau struktur lain pada mikroba. Spesifisitas dan fungsi limfosit ini masih belum jelas.
2. Sistem fagosit
Terdapat 2 jenis fagosit di dalam sirkulasi yaitu neutrofil dan monosit, yaitu sel darah yang dapat datang ke tempat infeksi kemudian mengenali mikroba intraselular dan memakannya (intracellular killing). Sistem fagosit dibahas dalam bab tersendiri (Bab 6).
3. Sel Natural Killer (NK)
Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel NK berjumlah 10% dari total limfosit di darah dan organ limfoid perifer. Sel NK mengandung banyak granula sitoplasma dan mempunyai penanda permukaan (surface marker) yang khas. Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba. Mekanisme pengenalan ini belum sepenuhnya diketahui. Sel NK mempunyai berbagai reseptor untuk molekul sel pejamu (host cell), sebagian reseptor akan mengaktivasi sel NK dan sebagian yang lain menghambatnya. Reseptor pengaktivasi bertugas untuk mengenali molekul di permukaan sel pejamu yang terinfeksi virus, serta mengenali fagosit yang mengandung virus dan bakteri. Reseptor pengaktivasi sel NK yang lain bertugas untuk mengenali molekul permukaan sel pejamu yang normal (tidak terinfeksi). Secara teoritis keadaan ini menunjukkan bahwa sel NK membunuh sel normal, akan tetapi hal ini jarang terjadi karena sel NK juga mempunyai reseptor inhibisi yang akan mengenali sel normal kemudian menghambat aktivasi sel NK. Reseptor inhibisi ini spesifik terhadap berbagai alel dari molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I.
            Terdapat 2 golongan reseptor inhibisi sel NK yaitu killer cell immunoglobulin-like receptor (KIR), serta reseptor yang mengandung protein CD94 dan subunit lectin yang disebut NKG2. Reseptor KIR mempunyai struktur yang homolog dengan imunoglobulin. Kedua jenis reseptor inhibisi ini mengandung domains structural motifs di sitoplasmanya yang dinamakan immunoreceptor tyrosine-based inhibitory motif (ITIM) yang akan mengalami fosforilasi ke residu tirosin ketika reseptor berikatan dengan MHC kelas I, kemudian ITIM tersebut mengaktivasi protein dalam sitoplasma yaitu tyrosine phosphatase. Fosfatase ini akan menghilangkan fosfat dari residu tirosin dalam molekul sinyal (signaling molecules), akibatnya aktivasi sel NK terhambat. Oleh sebab itu, ketika reseptor inhibisi sel NK bertemu dengan MHC, sel NK menjadi tidak aktif.
            Berbagai virus mempunyai mekanisme untuk menghambat ekspresi MHC kelas I pada sel yang terinfeksi, sehingga virus tersebut terhindar dari pemusnahan oleh sel T sitotoksik CD8+. Jika hal ini terjadi, reseptor inhibisi sel NK tidak teraktivasi sehingga sel NK akan membunuh sel yang terinfeksi virus. Kemampuan sel NK untuk mengatasi infeksi ditingkatkan oleh sitokin yang diproduksi makrofag, diantaranya interleukin-12 (IL-12). Sel NK juga mengekspresikan reseptor untuk fragmen Fc dari berbagai antibodi IgG. Guna reseptor ini adalah untuk berikatan dengan sel yang telah diselubungi antibodi (antibody-mediated humoral immunity).

            Setelah sel NK teraktivasi, sel ini bekerja dengan 2 cara. Pertama, protein dalam granula sitoplasma sel NK dilepaskan menuju sel yang terinfeksi, yang mengakibatkan timbulnya lubang di membran plasma sel terinfeksi dan menyebabkan apoptosis. Mekanisme sitolitik oleh sel NK serupa dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T sitotoksik. Hasil akhir dari reaksi ini adalah sel NK membunuh sel pejamu yang terinfeksi. Cara kerja yang kedua yaitu sel NK mensintesis dan mensekresi interferon-γ (IFN-γ) yang akan mengaktivasi makrofag. Sel NK dan makrofag bekerja sama dalam memusnahkan mikroba intraselular: makrofag memakan mikroba dan mensekresi IL-12, kemudian IL-12 mengaktivasi sel NK untuk mensekresi IFN-γ, dan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah dimakan tersebut (lihat Gambar 4-1).
Tubuh menggunakan sel T sitotoksik untuk mengenali antigen virus yang ditunjukkan oleh MHC, virus menghambat ekspresi MHC, dan sel NK akan berespons pada keadaan dimana tidak ada MHC. Pihak mana yang lebih unggul akan menentukan hasil akhir dari infeksi.

Sistem komplemen
       Sistem komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting dalam pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini yang dinamakan enzymatic cascade.
Aktivasi komplemen terdiri dari 3 jalur yaitu jalur alternatif, jalur klasik, dan jalur lektin. Jalur alternatif dipicu ketika protein komplemen diaktivasi di permukaan mikroba dan tidak dapat dikontrol karena mikroba tidak mempunyai protein pengatur komplemen (protein ini terdapat pada sel tuan rumah). Jalur ini merupakan komponen imunitas non spesifik. Jalur klasik dipicu setelah antibodi berikatan dengan mikroba atau antigen lain. Jalur ini merupakan komponen humoral pada imunitas spesifik. Jalur lektin teraktivasi ketika suatu protein plasma yaitu lektin pengikat manosa (mannose-binding lectin) berikatan dengan manosa di permukaan mikroba. Lektin tersebut akan mengaktivasi protein pada jalur klasik, tetapi karena aktivasinya tidak membutuhkan antibodi maka jalur lektin dianggap sebagai bagian dari imunitas non spesifik.

            Protein komplemen yang teraktivasi berfungsi sebagai enzim proteolitik untuk memecah protein komplemen lainnya. Bagian terpenting dari komplemen adalah C3 yang akan dipecah oleh enzim proteolitik pada awal reaksi complement cascade menjadi C3a dan C3b. Fragmen C3b akan berikatan dengan mikroba dan mengaktivasi reaksi selanjutnya. Ketiga jalur aktivasi komplemen di atas berbeda pada cara dimulainya, tetapi tahap selanjutnya dan hasil akhirnya adalah sama.
     Sistem komplemen mempunyai 3 fungsi sebagai mekanisme pertahanan. Pertama, C3b menyelubungi mikroba sehingga mempermudah mikroba berikatan dengan fagosit (melalui reseptor C3b pada fagosit). Kedua, hasil pemecahan komplemen bersifat kemoatraktan untuk neutrofil dan monosit, serta menyebabkan inflamasi di tempat aktivasi komplemen. Ketiga, tahap akhir dari aktivasi komplemen berupa pembentukan membrane attack complex (MAC) yaitu kompleks protein polimerik yang dapat menembus membran sel mikroba, lalu membentuk lubang-lubang sehingga air dan ion akan masuk dan mengakibatkan kematian mikroba.

 Sitokin pada imunitas non spesifik

Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin untuk memperantarai reaksi selular pada imunitas non spesifik. Sitokin merupakan protein yang mudah larut (soluble protein), yang berfungsi untuk komunikasi antar leukosit dan antara leukosit dengan sel lainnya. Sebagian besar dari sitokin itu disebut sebagai interleukin dengan alasan molekul tersebut diproduksi oleh leukosit dan bekerja pada leukosit (namun definisi ini terlalu sederhana karena sitokin juga diproduksi dan bekerja pada sel lainnya). Pada imunitas non spesifik, sumber utama sitokin adalah makrofag yang teraktivasi oleh mikroba. Terikatnya LPS ke reseptornya di makrofag merupakan rangsangan kuat untuk mensekresi sitokin. Sitokin juga diproduksi pada imunitas selular dengan sumber utamanya adalah sel T helper (TH).
            Sitokin diproduksi dalam jumlah kecil sebagai respons terhadap stimulus eksternal (misalnya mikroba). Sitokin ini kemudian berikatan dengan reseptor di sel target. Sebagian besar sitokin bekerja pada sel yang memproduksinya (autokrin) atau pada sel di sekitarnya (parakrin). Pada respons imun non spesifik, banyak makrofag akan teraktivasi dan mensekresi sejumlah besar sitokin yang dapat bekerja jauh dari tempat sekresinya (endokrin).
            Sitokin pada imunitas non spesifik mempunyai bermacam-macam fungsi, misalnya TNF, IL-1 dan kemokin berperan dalam penarikan neutrofil dan monosit ke tempat infeksi. Pada konsentrasi tinggi, TNF menimbulkan trombosis dan menurunkan tekanan darah sebagai akibat dari kontraktilitas miokardium yang berkurang dan vasodilatasi. Infeksi bakteri Gram negatif yang hebat dan luas dapat menyebabkan syok septik. Manifestasi klinis dan patologis dari syok septik disebabkan oleh kadar TNF yang sangat tinggi yang diproduksi oleh makrofag sebagai respons terhadap LPS bakteri. Makrofag juga memproduksi IL-12 sebagai respons terhadap LPS dan mikroba yang difagosit. Peran IL-12 adalah mengaktivasi sel NK yang akan menghasilkan IFN-γ. Pada infeksi virus, makrofag dan sel yang terinfeksi memproduksi interferon (IFN) tipe I. Interferon ini menghambat replikasi virus dan mencegah penyebaran infeksi ke sel yang belum terkena.

 Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifik

Berbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada pertahanan melawan infeksi. Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan cara mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan mikroba dan menyelubungi mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui jalur lectin. Protein MBL ini termasuk dalam golongan protein collectin yang homolog dengan kolagen serta mempunyai bagian pengikat karbohidrat (lectin). Surfaktan di paru-paru juga tergolong dalam collectin dan berfungsi melindungi saluran napas dari infeksi. C-reactive protein (CRP) terikat ke fosforilkolin di mikroba dan menyelubungi mikroba tersebut untuk difagosit (melalui reseptor CRP pada makrofag). Kadar berbagai protein plasma ini akan meningkat cepat pada infeksi. Hal ini disebut sebagai respons fase akut (acute phase response).
            Cara kerja respons imun non spesifik dapat bervariasi tergantung dari jenis mikroba. Bakteri ekstraselular dan jamur dimusnahkan oleh fagosit, sistem komplemen, dan protein fase akut. Sedangkan pertahanan terhadap bakteri intraselular dan virus diperantarai oleh fagosit dan sel NK, serta sitokin sebagai sarana penghubung fagosit dan sel NK.

Penghindaran mikroba dari imunitas non spesifik

Mikroba patogen dapat mengubah diri menjadi resisten terhadap imunitas non spesifik sehingga dapat memasuki sel pejamu. Beberapa bakteri intraselular tidak dapat didestruksi di dalam fagosit. Lysteria monocytogenes menghasilkan suatu protein yang membuatnya lepas dari vesikel fagosit dan masuk ke sitoplasma sel fagosit. Dinding sel Mycobacterium mengandung suatu lipid yang akan menghambat penggabungan fagosom dengan lisosom. Berbagai mikroba lain mempunyai dinding sel yang tahan terhadap komplemen. Mekanisme ini digunakan juga oleh mikroba untuk melawan mekanisme efektor pada imunitas selular dan humoral.

Peran imunitas non spesifik dalam menstimulasi respons imun spesifik

Selain mekanisme di atas, imunitas non spesifik berfungsi juga untuk menstimulasi imunitas spesifik. Respons imun non spesifik menghasilkan suatu molekul yang bersama-sama dengan antigen akan mengaktivasi limfosit T dan B. Aktivasi limfosit yang spesifik terhadap suatu antigen membutuhkan 2 sinyal; sinyal pertama adalah antigen itu sendiri, sedangkan mikroba, respons imun non spesifik terhadap mikroba, dan sel pejamu yang rusak akibat mikroba merupakan sinyal kedua. Adanya “sinyal kedua” ini memastikan bahwa limfosit hanya berespons terhadap agen infeksius, dan tidak berespons terhadap bahan-bahan non mikroba. Pada vaksinasi, respons imun spesifik dapat dirangsang oleh antigen, tanpa adanya mikroba. Dalam hal ini, pemberian antigen harus disertai dengan bahan tertentu yang disebut adjuvant. Adjuvant akan merangsang respons imun non spesifik seperti halnya mikroba. Sebagian besar adjuvant yang poten merupakan produk dari mikroba.
            Mikroba dan IFN-γ yang dihasilkan oleh sel NK akan merangsang sel dendrit dan makrofag untuk memproduksi 2 jenis “sinyal kedua” pengaktivasi limfosit T. Pertama, sel dendrit dan makrofag mengekspresikan petanda permukaan yang disebut ko-stimulator. Ko-stimulator ini berikatan dengan reseptor pada sel T naif, kemudian bersama-sama dengan mekanisme pengenalan antigen akan mengaktivasi sel T (lihat Gambar 4-2). Kedua, sel dendrit dan makrofag mensekresi IL-12. Interleukin ini merangsang diferensiasi sel T naif menjadi sel efektor pada imunitas selular (lihat Gambar 4-3). 
            Mikroba di dalam darah mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif. Pada aktivasi komplemen, diproduksi C3d yang akan berikatan dengan mikroba. Pada saat limfosit B mengenali antigen mikroba melalui reseptornya, sel B juga mengenali C3d yang terikat pada mikroba melalui reseptor terhadap C3d. Kombinasi pengenalan ini mengakibatkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma. Dalam hal ini, produk komplemen berfungsi sebagai “sinyal kedua” pada respons imun humoral.

Sistem Imun Tubuh

sistem imun adalah suatu sistem pertahanan yang ada dalam tubuh organisme (makhluk hidup)
sistem imun terbagi dua berdasarkan perolehannya atau asalnya, yaitu
1. Sistem imun Non Spesifik (Sistem imun alami)
2. Sistem imun Spesifik (Sistem imun yang didapat/hasil adaptasi)
berdasarkan mekanisme kerjanya, sistem imun terbagi, yaitu:
1. Sistem imun humoral (sistem imun jaringan atau diluar sel, yang berperan adalah Sel B    "antibodi"
2. Sistem imun cellular (sistem imun yang bekerja pada sel yang terinfeksi antigen, yang berperan adalah sel T (Th, Tc, Ts)
selain itu dalam sistem imun juga dikenal:
1. Komplemem (zat glikoprotein yang berperan membantu kerja sel imun yaitu sebagai aktivator, mediator, penghancur)
2. Sitokine/limfokim (zat yang dihasilkan oleh sel sel limfosit dan beberapa sel sistem imun yang mana berperan sebagao motivator dalam sistem imun.
Sistem pertahanan tubuh (atau sistem imun) adalah sistem tubuh yang khusus dirancang untuk mempertahankan diri dari masuknya benda asing, baik yang berbahaya maupun tidak.
Kerja dari sistem imun sendiri cukup menarik, dan dapat dibagi menjadi:
1. Innate immunity, atau sering disebut imunitas alamiah, merupakan mekanisme pertama yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara cepat terhadap infeksi mikrobia, dan terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12 infeksi.  Mekanisme tersebut melibatkan (1) penghalang fisik dan kimiawi, seperti epitel dan senyawa antimikrobia yang dihasilkan oleh sel epitel, (2) sel fagosit (neutrofil dan maktofag) dan sel natural killer, (3) protein darah, termasuk sistem komplemen dan mediator inflamasi lainnya, dan (4) protein sitokin yang mengatur sel-sel pada mekanisme ini.  Innate immunity terjadi karena tubuh dapat mengenali struktur mikroba yang masuk, bisa karena sebelumnya mikroba tersebut sudah pernah menginfeksi tubuh, atau karena struktur mikroba tersebut mirip seperti struktur mikroba lain yang pernah menginfeksi tubuh. Kelemahan dari mekanisme ini adalah tidak dapat mengenali struktur yang sama sekali baru menginfeksi tubuh. Untuk infeksi tersebut, adaptive immunity yang berperan.

2. Adaptive immunity, atau imunitas spesifik, terjadi ketika innate immunity gagal menghalau infeksi karena benda asing yang masuk memiliki struktur yang sama sekali baru bagi tubuh.  Mekanisme ini terjadi sekitar 1 hingga 5 hari setelah infeksi. Secara singkat, makanisme ini akan mencoba membuat "ingatan" baru tentang struktur benda asing yang masuk ke tubuh, kemudia bereaksi untuk menghalau benda asing tersebut. Sel yang terlibat pada mekanisme ini adalah limfosit, baik sel T limfosit maupun sel B limfosit. Adaptive immunity sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah, yang disebut antibodi.  Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit. Mekanisme imunitas ini ditujukan untuk benda asing yang berada di di luar sel (berada di cairan atau jaringan tubuh). B limfosit akan mengenali benda asing tersebut, kemudian akan memproduksi antibodi. Antibodi merupakan molekul yang akan menempel di suatu molekul spesifik (antigen) di permukaan benda asing tersebut. Kemudian antibodi akan menggumpalkan benda asing tersebut sehingga menjadi tidak aktif, atau berperan sebagai sinyal bagi sel-sel fagosit.
b. Imunitas selular, yaitu imunitas yang dimediasi oleh sel T limfosit. Mekanisme ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa bakteri dan virus) sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi. T limfosit kemudian akan menginduksi 2 hal: (1) fagositosis benda asing tersebut oleh sel yang terinfeksi, dan (2) lisis sel yang terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel dan dapat di dilekati oleh antibodi.

SISTEM IMUN

Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan serangan ini.
Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai:
  • Penangkal “benda” asing yang masuk ke dalam tubuh
  • Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan komponen tubuh yang telah tua
  • Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi atau ganas, serta menghancurkannya.
Sistem imun menyediakan kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon imun adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap masuknya patogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh.
Sistem pertahanan tubuh terbagi atas 2 bagian yaitu:
 Pertahanan non spesifik, merupakan garis pertahan pertama terhadap masuknya serangan dari luar. Pertahanan non spesifik terbagi atas 3 bagian yaitu :
1. Pertahanan fisik :kulit, mukosa membran
2. Pertahanan kimiawi: saliva,air mata, lisozim(enzim penghancur)
3. Pertahanan biologis: sel darah putih yang bersifat fagosit(neutrofil,monosit,acidofil),protein antimikroba dan respon pembengkakan(inflammatory)
 Pertahanan spesifik, dilakukan oleh sel darah putih yaitu sel darah putih Limfosit. Disebut spesifik karena: dilakukan hanya oleh sel darah putih Limfosir, membentuk kekebalan tubuh, dipicu oleh antigen (senyawa asing) sehingga terjadi pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik untuk antigen tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel dan anibodi.

KOMPONEN DALAM SISTEM IMUN

Komponen utama dalam sistem imun selain yang telah disebutkan diatas, adalah sel darah putih. Sistem kekebalan tubuh berkaitan dengan sel darah putih atau leukosit. Berdasarkan adanya bintik-bintik atau granular, Leukosit terbagi atas :
  1. Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular yaitu Basofil, Acidofil/Eosinofil dan Neutrofil.
  2. Agranular, tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit Agranular yaitu Monosit dan Limfosit.
Selain itu, ada juga sel bernama Macrophage(makrofag), yang biasanya berasal dari monosit. Makrofag bersifat fagositosis, menghancurkan sel lain dengan cara memakannya. Kemudian, pada semua limfosit dewasa, permukaannya tertempel reseptor antigen yang hanya dapat mengenali satu antigen. Ada juga Sel Pemuncul Antigen(Antigen Presenting Cells). Saat antigen memasuki memasuki sel tubuh, molekul tertentu mengikatkan diri pada antigen dan memunculkannya di hadapan limfosit. Molekul ini dibuat oleh gen yang disebut Major Histocompability Complex(MHC) dan dikenal sebagai molekul MHC. MHC 1 menghadirkan antigen di hadapan Limfosit T pembunuh dan MHC II menghadirkan antigen ke hadapan Limfosit T Pembantu.
Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara Limfosit T dan Limfosit B.
Limfosit B
Limfosit T
Dibuat di sumsum tulang yaitu sel batang yang sifatnya pluripotensi(pluripotent stem cells) dan dimatangkan di sumsum tulang(Bone Marrow)
Dibuat di sumsum tulang dari sel batang yang pluripotensi(pluripotent stem cells) dan dimatangkan di Timus
Berperan dalam imunitas humoral
Berperan dalam imunitas selular
Menyerang antigen yang ada di cairan antar sel
Menyerang antigen yang berada di dalam sel
Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu :
 Limfosit B plasma, memproduksi antibodi
 Limfosit B pembelah, menghasilkan Limfosit B dalam jumlah banyak dan cepat
 Limfosit B memori, menyimpan mengingat antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh
Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:
 Limfosit T pempantu (Helper T cells), berfungsi mengantur sistem imun dan mengontrol kualitas sistem imun
 Limfosit T pembunuh(Killer T cells) atau Limfosit T Sitotoksik, menyerang sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen
 Limfosit T surpressor (Surpressor T cells), berfungsi menurunkan dan menghentikan respon imun jika infeksi berhasil diatasi

PROSES PERTAHANAN NON SPESIFIK TAHAP PERTAMA

Proses pertahanan tahap pertama ini bisa juga diebut kekebalan tubuh alami. Tubuh memberikan perlawanan atau penghalang bagi masuknya patogen/antigen. Kulit menjadi penghalan bagi masuknya patogen karena lapisan luar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Air mata memberikan perlawanan terhadap senyawa asing dengan cara mencuci dan melarutkan mikroorganisme tersebut. Minyak yang dihasilkan oleh Glandula Sebaceae mempunyai aksi antimikrobial. Mukus atau lendir digunakan untuk memerangkap patogen yang masuk ke dalam hidung atau bronkus dan akan dikeluarkjan oleh paru-paru. Rambut hidung juga memiliki pengaruh karenan bertugas menyaring udara dari partikel-partikel berbahaya. Semua zat cair yang dihasilkan oleh tubuh (air mata, mukus, saliva) mengandung enzimm yang disebut lisozim. Lisozim adalah enzim yang dapat meng-hidrolisis membran dinding sel bakteri atau patogen lainnya sehingga sel kemudian pecah dan mati. Bila patogen berhasil melewati pertahan tahap pertama, maka pertahanan kedia akan aktif.

PROSES PERTAHANAN NON SPESIFIK TAHAP KEDUA

Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik, dimana jika ada patogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada dilatasi(pelebaran) pembuluh darah dan akhirnya pecah. Sel darah putih jenis neutrofil,acidofil dan monosit keluar dari pembuluh darah akibat gerak yang dipicu oleh senyawa kimia(kemokinesis dan kemotaksis). Karena sifatnya fagosit,sel-sel darah putih ini akan langsung memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh mikroba. Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain : paru-paru(alveolar macrophage), hati(sel-sel Kupffer), ginjal(sel-sel mesangial), otak(sel–sel microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besar. Sel ini akan menempatkan diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim penghancur dari granul-granul sitoplasma yang dimiliki. Selain leukosit, protein antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen. Protein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem komplemen yang berperan penting dalam proses pertahan non spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus pada sel-sel tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.

PERTAHANAN SPESIFIK: IMUNITAS DIPERANTARAI ANTIBODI

Untuk respon imun yang diperantarai antibodi, limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B akan melalui 2 proses yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder.
Jika sel limfosit B bertemu dengan antigen dan cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan menghasilkan beberapa sel limfosit B. Semua Limfosit b segera melepaskan antibodi yang mereka punya dan merangsang sel Mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang sudah terserang antigen untuk mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk menyimpan antibodi yang sama sebelum penyerang terjadi. Limfosit B yang tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah proses respon imun primer. Jika suatu saat, antigen yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B daripada sebelumnya. Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan histamin untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer.
Suatu saat, jika suatu individu lama tidak terkena antigen yang sama dengan yang menyerang sebelumnya, maka bisa saja ia akan sakit yang disebabkan oleh antigen yang sama karena limfosit B yang mengingat antigen tersebut sudah mati. Limfosit B memori
biasanya berumur panjang dan tidak memproduksi antibodi kecuali dikenai antigen spesifik. Jika tidak ada antigen yang sama yang menyerang dalam waktu yang sangat lama, maka Limfosit b bisa saja mati, dan individu yang seharusnya bisa resisten terhadap antigen tersebut bisa sakit lagi jika antogen itu menyerang, maka seluruh proses respon imun harus diulang dari awal.

PERTAHANAN SPESIFIK:IMUNITAS DIPERANTARAI SEL

Untuk respon imun yang diperantarai sel, Limfosit yang berperan penting adalah limfosit T.
Jika suatu saat ada patogen yang berhasil masuk dalam tubuh kemudian dimakan oleh suatu sel yang tidak bersalah(biasanya neutrofil), maka patogen itu dicerna dan materialnya ditempel pada permukaan sel yang tidak bersalah tersebut. Materi yang tertempel itu disebut antigen. Respon imun akan dimulai jika kebetulan sel tidak bersalah ini bertemu dengan limfosit T yang sedang berpatroli, yaitu sel tadi mengeluarkan interleukin 1 sehingga limfosit T terangsang untuk mencocokkan antibodi dengan antigennya. Permukaan Limfosit T memiliki antibodi yang hanya cocok pada salah satu antigen saja. Jadi, jika antibodi dan antigennya cocok, Limfosit T ini, yang disebut Limfosit T pembantu mengetahui bahwa sel ini sudah terkena antigen dan mempunyai 2 pilihan untuk menghancurkan sel tersebut dengan patogennya. Pertama, Limfosit T pembantu akan lepas dari sel yang diserang dan menghasilkan senyawa baru disebut interleukin 2, yang berfungsi untuk mengaktifkan dan memanggil Limfosit T Sitotoksik. Kemudian, Limfosit T Sitotoksik akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel yang terkena penyakit tersebut. Kedua, Limfosit T pembantu bisa saja mengeluarkan senyawa bernama perforin untuk membocorkan sel tersebut sehingga isinya keluar dan mati.

JENIS-JENIS ANTIBODI

Antibodi adalah protein berbentuk Y dan disebut Immunoglobulin(Ig), hanya dibuat oleh Limfosit B. Antibodi berikatan dengan antigen pada akhir lengan huruf Y. Bentuk lengan ini akan menentukkan beberapa macam IG yang ada, yaitu IgM, IgG, IgA,IgE dan IgD. Saat respon imun humoral, IgM adalah antibodi yang pertama kali muncul. Jenis lainya akan muncul beberapa hari kemudian. Limfosit B akan membuat Ig yang sesuai saat interleukin dikeluarkan untuk mengaktifkan Limfosit T saat antigen menyerang.
Antibodi juga dpat menghentikan aktivitas antigen yang merusak dengan cara mengikatkan antibodi pada antigen dan menjauhkan antigen tersebut dari sel yang ingin dirusak. Proses ini dinamakan neuralisasi. Semua Ig mempunyai kemampuan ini. Antibodi juga mempersiapkan antigen untuk dimakan oleh makrofag. Antobodi mengikatkan diri pada antigen sehingga permukaannya menjadi lebih mudah menempel pada makrofag. Proses ini disebut opsonisasi.
IgM dan IgG memicu sistem komplemen, suatu kelompok protein yang mempunyai kemampuan unutk memecah membran sel. IgMdan IgG bekerja paling maksimal dalam sistem sirkulasi,IgA dapat keluar dari peredaran darah dan memasuki cairan tubuh lainnya. IgA berperan penting untuk menghindarkan infeksi pada permukaan mukosa. IgA juga berperan dalam resistensi terhadap banyak penyakit. IgA dapat ditemukan pada ASI dan membantu pertahanan tubuh bayi.IgD merupakan antibodi yang muncul untuk dilibatkan dalam inisiasi respon imun. IgE merupakan antibodi yang terlibat dalam reaksi alergi dan kemungkinan besar merespon infeksi dari protozoa dan parasit.
Antibodi tidak menghancurkan antigen secara langsung, akan tetapi menetralkannya atau menyebabkan antigen ini menjadi target bagi proses penghancutan oleh mekanisme opsonosasi, aglutinasi,presipitasi atau fiksasi komplemen. Opsonisasi, aglutinasi dan presipitasi meningkatkan proses fagositosis dari komplek antigen-antibodi sementara fiksasi komplemen memicu proses lisis dati protein komplemen pada bakteri atau virus.

KELAINAN SISTEM IMUN:ALERGI

Alergi, kadang disebut hipersensitivitas, disebabkan respon imun terhadap antigen. Antigen yang memicu alergi disebut allergen. Reaksi alregi terbagi atas 2 jenus yaitu:reaksi alergi langsung dan reaksi alergi tertunda.
Reaksi alergi langsung disebabkan mekanisme imunitas humoral. Reaksi ini disebabkan oleh prosuksi antibodi IgE berlebihan saat seseorang terkena antigen. Antibodi IgE tertempel pada sel Mast,leukosit yang memiliki senyawa histamin. Sel mAst banyak terdapat pada paru-paru sehingga saat antibodi IgE menempel pada sel Mast, Histamin dikeluarkan dan menyebabkan bersin-bersin dan mata berair.
Reaksi alergi tertunda disebabkan oleh perantara sel. Contoh yang ekstrim adalah saat makrofag tidak dapat menelan antigen atau menghancurkannya. Akhirnya Limfosit T segera memicu pembengkakan pada jaringan.

KELAINAN SISTEM IMUN:PENOLAKAN ORGAN TRANSPLANTASI

Sistem imun menyerang sesuatu yang dianggap asing di dalam tubuh individu normal, yang diserang adalah organ transplantasi. Saat organ ditransplantasikan, MHC organ donor dikenali sebagai senyawa sing dan kemudian diserang. Untuk mengatasi hal ini, ilmuwan mencari donor transplantasi yang MHC punya banyak kesamaan dengan milik si resipien. Resipien organ tranplantasi juga diberi obat untuk menekan sistem imun mereka dan menghindarkan penolakan dari organ transplantasi.
Jika organ tranplantasi mengandung Limfosit T yang berbeda jenisnya dengan Limfosit T milik donor seperti pada cangkok sumsum tulang, Limfosit T dari organ tranplantasi ini bisa saja menyerang organ dan jaringan donor. Unutk mengatasi hal ini, ilmuwan meminimalisir reaksi graft versus host(GVH) dengan cara menghilangkan semua Limfosit T dewasa sebelum dilakukan tranplantasi.

KELAINAN SITEM IMUN:DEFISIENSI IMUN

Salah satu penyakit defisiensi sistem imun yaitu AIDS(Acquired Immune deficiency Syndrome) yang disebabkan oleh HIV(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyerang Limfosit T pembantu karena Limfosit T pembantu mengatur jalannya kontrol sistem imun. Dengan diserangkan Limfosit T pembantu, maka pertahanan tubuh akan menjadi lemah. Defisiensi sistem imun dapata terjadi karena radiasi yang menyebabkan turunnya produksi limfosit. Sindrom DiGeorge adalah kelainan sistem imun yang disebabkan karena penderita tidak punya timus dan tidak dapat memproduksi Limfosit T dewasa. Orang dengan kelainan ini hanya bisa mengandalkan imunitas humoralnya secara terbatas dan imunitas diperantarai selnya sangat terbatas. Contoh ekstrim penyakit defisiensi sistem imun yang diturunkan secara genetika adalah Severe Combined Immuno Deficiency(SCIED). Penderita SCID tidak punya Limfosit B dan T maka ia harus diisolasi dari lingkungan luar dan hidup dengan betul-betul steril karena mereka bisa saja mati disebabkan oleh infeksi.

KELAINAN SISTEM IMUN:PENYAKIT AUTOIMUN

Autoimunitas adalah respon imun tubuh yang berbalik menyerang organ dan jaringan sendiri. Autoimunitas bisa terjadi pada respon imun humoral atau imunitas diperantarai sel. Sebagai contoh, penyakit diabetes tipe 1 terjadi karena tubuh membuat antibodi yang menghancurkan insulin sehingga tubuh penderita tidak bisa membuat gula. Pada myasthenia gravis, sistem imun membuat antibodi yang menyerang jaringan normal seperti neuromuscular dan menyebabkan paralisis dan lemah. Pada demam rheumatik, antibodi menyerang jantung dan bisa menyebabkan kerusakan jantung permanen. Pada Lupus Erythematosus sistemik, biasa disebut lupus, antibodi menyerang bebeagai jaringan yang berbeda, menyebabkan gejalan yang menyebar.

Imunitas


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Neutrofil (kuning) dan bakteri antraks (jingga) dilihat dengan mikroskop elektron.
Darah yang mengandung darah merah, darah putih, lymphocyte, monocyte, neutrophil, dan platelet.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariot kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen.[1] Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologikal dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari penelitian.
Lapisan pelindung pada imunitas
Sistem kekebalan tubuh melindungi organisme dari infeksi dengan lapisan pelindung kekhususan yang meningkat. Pelindung fisikal mencegah patogen seperti bakteri dan virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung tersebut, sistem imun bawaan menyediakan perlindungan dengan segera, tetapi respon tidak-spesifik. Sistem imun bawaan ditemukan pada semua jenis tumbuhan dan binatang.[2] Namun, jika patogen berhasil melewati respon bawaan, vertebrata memasuki perlindungan lapisan ketiga, yaitu sistem imun adaptif yang diaktivasi oleh respon bawaan. Disini, sistem imun mengadaptasi respon tersebut selama infeksi untuk menambah penyadaran patogen tersebut. Respon ini lalu ditahan setelah patogen dihabiskan pada bentuk memori imunologikal dan menyebabkan sistem imun adaptif untuk memasang lebih cepat dan serangan yang lebih kuat setiap patogen tersebut ditemukan.[3]
Komponen imunitas
Sistem imun bawaan
Sistem imun adaptif
Respon tidak spesifik
Respon spesifik patogen dan antigen
Eksposur menyebabkan respon maksimal segara
Perlambatan waktu antara eksposur dan respon maksimal
Komponen imunitas selular dan respon imun humoral
Komponen imunitas selular dan respon imun humoral
Tidak ada memori imunologikal
Eksposur menyebabkan adanya memori imunologikal
Ditemukan hampir pada semua bentuk kehidupan
Hanya ditemukan pada Gnathostomata
Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem imun untuk memusnahkan baik molekul sendiri dan non-sendiri. Pada imunologi, molekul sendiri adalah komponen tubuh organisme yang dapat dimusnahkan dari bahan asing oleh sistem imun.[4] Sebaliknya, molekul non-sendiri adalah yang dianggap sebagai molekul asing. Satu kelas dari molekul non-sendiri disebut antigen (kependean dari generator antibodi) dan dianggap sebagai bahan yang menempel pada reseptor imun spesifik dan mendapatkan respon imun.


Perisai permukaan
Beberapa perisai melindungi organisme dari infeksi, termasuk perisai mekanikal, kimia dan biologi. Kulit ari tanaman dari banyak daun, eksoskeleton serangga, kulit telur dan membran bagian luar dari telur dan kulit adalah contoh perisai mekanikal yang merupakan pertahanan awal terhadap infeksi. Namun, karena organisme tidak dapat sepenuhnya ditahan terhadap lingkungan mereka, sistem lainnya melindungi tubuh seperti paru-paru, usus, dan sistem genitourinari. Pada paru-paru, batuk dan bersin secara mekanis mengeluarkan patogen dan iritan lainnya dari sistem pernapasan. Pengeluaran air mata dan urin juga secara mekanis mengeluarkan patogen, sementara ingus dikeluarkan oleh saluran pernapasan dan sistem pencernaan untuk menangkap mikroorganisme.
Perisai kimia juga melindungi terhadap infeksi. Kulit dan sistem pernapasan mengeluarkan peptida antimikroba seperti β-defensin. Enzim seperti lisozim dan fosfolipase A2 pada air liur, air mata dan air susu ibu juga antiseptik. Sekresi Vagina merupakan perisai kimia selama menarche, ketika mereka menjadi agak bersifat asal, sementara semen memiliki pertahanan dan zinc untuk membunuh patogen. Pada perut, asam lambung dan protase menyediakan pertahanan kimia yang kuat melawan patogen yang tertelan ketika dimakan.
Dalam saluran pencernaan dan sistem genitourinari, flora komensal merupakan perisai biologi dengan bersaing dengan patogen untuk makanan dan tempat, dan pada beberapa kasus, dengan mengubah kondisi lingkungan mereka, seperti pH atau besi yang ada. Hal ini mengurangi kemungkinan bahwa patogen akan menyebabkan penyakit. Namun, sejak kebanyakan antibiotik mengincar bakteri dan tidak menyerang fungi, antibiotik oral dapat menyebabkan "pertumbuhan lebih" fungi dan dapat menyebabkan kondisi seperti kandiasis vagina Terdapat bukti baik bahwa perkenalan kembali flora probiotik, seperti budaya asli lactobacillus yang ada pada yogurt, menolong mengembalikan keseimbangan kesehatan populasi mikrobial pada infeksi usus anak-anak dan mendorong data pendahuluan pada penelitian Gastroenteritis bakterial, radang usus, infeksi saluran urin dan infeksi setelah operasi.
 Imunitas bawaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sistem imun bawaan
Mikroorganisme yang berhasil memasuki organisme akan bertemu dengan sel dan mekanisme sistem imun bawaan. Respon bawaan biasanya dijalankan ketika mikroba diidentifikasi oleh reseptor pengenalan susunan, yang mengenali komponen yang diawetkan antara grup mikroorganisme. Pertahanan imun bawaan tidak spesifik, berarti bahwa respon sistem tersebut pada patogen berada pada cara yang umum. Sistem ini tidak berbuat lama-penghabisan imunitas terhadap patogen. Sistem imun bawaan adalah sistem dominan pertahanan seseorang pada kebanyakan organisme
Pelindung humoral dan kimia
Peradangan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Radang
Peradangan adalah salah satu dari respon pertama sistem imun terhadap infeksi. Gejala peradangan adalah kemerahan dan bengkak yang diakibatkan oleh peningkatan aliran darah ke jaringan. Peradangan diproduksi oleh eikosanoid dan sitokin, yang dikeluarkan oleh sel yang terinfeksi atau terluka. Eikosanoid termasuk prostaglandin yang memproduksi demam dan pembesaran pembuluh darah berkaitan dengan peradangan, dan leukotrin yang menarik sel darah putih (leukosit).[19][20] Sitokin umum termasuk interleukin yang bertanggung jawab untuk komunikasi antar sel darah putih; Chemokin yang mengangkat chemotaksis; dan interferon yang memiliki pengaruh anti virus, seperti menjatuhkan protein sintesis pada sel manusia.[21] Faktar pertumbuhan dan faktor sitotoksik juga dapat dirilis. Sitotokin tersebut dan kimia lainnya merekrut sel imun ke tempat infeksi dan menyembuhkan jaringan yang mengalami kerusakan yang diikuti dengan pemindahan patogen.[22]
 Sistem komplemen
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sistem komplemen
Sistem komplemen adalah kaskade biokimia yang menyerang permukaan sel asing. Sistem komplemen memiliki lebih dari 20 protein yang berbeda dan dinamai karena kemampuannya untuk "melengkapi" pembunuhan patogen oleh antibodi. Komplemen adalah komponen humoral utama dari respon imun bawaan.[23][24] Banyak spesies memiliki sistem komplemen, termasuk spesies bukan mamalia seperti tumbuhan, ikan, dan beberapa invertebrata.[25]
Pada manusia, respon ini diaktivasi dengan melilit komplemen ke antibodi yang dipasang pada mikroba tersebut atau protein komplemen yang dililit pada karbohidrat di permukaan mikroba. Pengenalan sinyal menjalankan respon membunuh dengan cepat.[26] Kecepatan respon adalah hasil dari pengerasan yang muncul mengikuti aktivas proteolisis dari molekul kompleman, yang juga termasuk protease. Setelah protein komplemen melilit pada mikroba, mereka mengaktifkan aktivitas proteasenya, yang mengaktivasi protease komplemen lainnya. Hal ini menyebabkan produksi kaskade katalisis yang memperbesar sinyal oleh arus balik positif yang dikontrol.[27] Hasil kaskade adalah produksi peptid yang menarik sel imun, meningkatkan vascular permeability, dan opsonin permukaan patogen, menandai kehancurannya. This Pemasukan komplemen juga dapat membunuh sel secara langsung dengan menyerang membran plasma mereka.[23]
[sunting] Perisai selular sistem imun bawaan
Gambar darah manusia dari mikroskop elektron. Dapat terlihat sel darah merah, dan juga terlihat sel darah putih termasuk limfosit, monosit, neutrofil dan banyak platelet kecil lainnya.
Leukosit (sel darah putih) bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan "lengan" kedua sistem imun bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit (makrofag, neutrofil, dan sel dendritik), sel mast, eosinofil, basofil dan sel pembunuh alami. Sel tersebut mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme. Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem imun adaptif.
Fagositosis adalah fitur imunitas bawaan penting yang dilakukan oleh sel yang disebut fagosit. Fagosit menelan, atau memakan patogen atau partikel. Fagosit biasanya berpatroli mencari patogen, tetapi dapat dipanggil ke lokasi spesifik oleh sitokin. Ketika patogen ditelan oleh fagosit, patogen terperangkap di vesikel intraselular yang disebut fagosom, yang sesudah itu menyatu dengan vesikel lainnya yang disebut lisosom untuk membentuk fagolisosom. Patogen dibunuh oleh aktivitas enzim pencernaan atau respiratory burst yang mengeluarkan radikal bebas ke fagolisosom. Fagositosis berevolusi sebagai sebuah titik pertengahan penerima nutrisi, tetapi peran ini diperluas di fagosit untuk memasukan menelan patogen sebagai mekanisme pertahanan. Fagositosis mungkin mewakili bentuk tertua pertahanan, karena fagosit telah diidentifikasikan ada pada vertebrata dan invertebrata.
Neutrofil dan makrofag adalah fagosit yang berkeliling di tubuh untuk mengejar dan menyerang patogen. Neutrofil dapat ditemukan di sistem kardiovaskular dan merupakan tipe fagosit yang paling berlebih, normalnya sebanyak 50% sampai 60% jumlah peredaran leukosit. Selama fase akut radang, terutama sebagai akibat dari infeksi bakteri, neutrofil bermigrasi ke tempat radang pada proses yang disebut chemotaksis, dan biasanya sel pertama yang tiba pada saat infeksi. Makrofag adalah sel serba guna yang terletak pada jaringan dan memproduksi susunan luas bahan kimia termasuk enzim, protein komplemen, dan faktor pengaturan seperti interleukin 1. Makrofag juga beraksi sebagai pemakan, membersihkan tubuh dari sel mati dan debris lainnya, dan sebagai sel penghadir antigen yang mengaktivasi sistem imun adaptif.
Sel dendritik adalah fagosit pada jaringan yang berhubungan dengan lingkungan luar; oleh karena itu, mereka terutama berada di kulit, hidung, paru-paru, perut, dan usus. Mereka dinamai untuk kemiripan mereka dengan dendrit, memiliki proyeksi mirip dengan dendrit, tetapi sel dendritik tidak terhubung dengan sistem saraf. Sel dendritik merupakan hubungan antara sistem imun adaptif dan bawaan, dengan kehadiran antigen pada sel T, salah satu kunci tipe sel sistem imun adaptif.
Sel Mast terletak di jaringan konektif dan membran mukosa dan mengatur respon peradangan. Mereka berhubungan dengan alergi dan anafilaksis. Basofil dan eosinofil berhubungan dengan neutrofil. Mereka mengsekresikan perantara bahan kimia yang ikut serta melindungi tubuh terhadap parasit dan memainkan peran pada reaksi alergi, seperti asma. Sel pembunuh alami adalah leukosit yang menyerang dan menghancurkan sel tumor, atau sel yang telah terinfeksi oleh virus.
Imunitas adaptif
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sistem imun adaptif
Imunitas adaptif berevolusi pada vertebrata awal dan membuat adanya respon imun yang lebih kuat dan juga memori imunologikal, yang tiap patogen diingat oleh tanda antigen.[39] Respon imun adaptif spesifik-antigen dan membutuhkan pengenalan antigen "bukan sendiri" spesifik selama proses disebut presentasi antigen. Spesifisitas antigen menyebabkan generasi respon yang disesuaikan pada patogen atau sel yang terinfeksi patogen. Kemampuan tersebut ditegakan di tubuh oleh "sel memori". Patogen akan menginfeksi tubuh lebih dari sekali, sehingga sel memori tersebut digunakan untuk segera memusnahkannya.
Limfosit
Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel T adalah tipe utama limfosit dan berasal dari sel batang hematopoietik pada sumsum tulang.[25] Sel B ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon imun selular.
Hubungan sel T dengan Major histocompatibility complex kelas I atau Major histocompatibility complex kelas II, dan antigen (merah)
Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali target spesifil. Sel T mengenali target bukan diri sendiri, seperti patogen, hanya setelah antigen (fragmen kecil patogen) telah diproses dan disampaikan pada kombinasi dengan reseptor "sendiri" yang disebut molekul major histocompatibility complex (MHC). Terdapat dua subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel T pembantu. Sel T pemnbunuh hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas I MHC, sementara sel T pembantu hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Dua mekanisme penyampaian antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga, subtipe minor adalah sel T γδ yang mengenali antigen yang tidak melekat pada reseptor MHC.[40]
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel B dan mengenali semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap keturunan sel B memiliki antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan resptor antigen sel B yang lengkap melambangkan semua antibodi yang dapat diproduksi oleh tubuh.[25]
Sel T pembunuh
Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing atau abnormal di permukaan mereka.[41]
Sel T pembunuh adalah sub-grup dari sel T yang membunuh sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan mematikan patogen.[42] Seperti sel B, tiap tipe sel T mengenali antigen yang berbeda. Sel T pembunuh diaktivasi ketika reseptor sel T mereka melekat pada antigen spesifik pada kompleks dengan reseptor kelas I MHC dari sel lainnya. Pengenalan MHC ini:kompleks antigen dibantu oleh co-reseptor pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling pada tubuh untuk mencari sel yang reseptor I MHC mengangkat antigen. Ketika sel T yang aktif menghubungi sel lainnya, sitotoksin dikeluarkan yang membentuk pori pada membran plasma sel, membiarkan ion, air dan toksin masuk. Hal ini menyebabkan sel mengalami apoptosis.[43] Sel T pembunuh penting untuk mencegah replikasi virus. Aktivasi sel T dikontrol dan membutuhkan sinyal aktivasi antigen/MHC yang sangat kuat, atau penambahan aktivasi sinyak yang disediakan oleh sel T pembantu.[43]
[sunting] Sel T pembantu
Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif dan membantu menentukan tipe respon imun mana yang tubuh akan buat pada patogen khusus.[44][45] Sel tersebut tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan patogen secara langsung, namun mereka mengontrol respon imun dengan mengarahkan sel lain untuk melakukan tugas tersebut.
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali antigen melilit pada molekul MHC kelas II. MHC:antigen kompleks juga dikenali oleh reseptor sel pembantu CD4 yang merekrut molekul didalam sel T yang bertanggung jawab untuk aktivasi sel T. Sel T pembantu memiliki hubungan lebih lemah dengan MHC:antigen kompleks daripada pengamatan sel T pembunuh, berarti banyak reseptor (sekitar 200-300) pada sel T pembantu yang harus dililit pada MHC:antigen untuk mengaktifkan sel pembantu, sementara sel T pembunuh dapat diaktifkan dengan pertempuran molekul MHC:antigen. Kativasi sel T pembantu juga membutuhkan durasi pertempuran lebih lama dengan sel yang memiliki antigen.[46] Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat menyebabkan dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyak sitokin yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal makrofag dan aktivitas sel T pembunuh.[5] Aktivasi sel T pembantu menyebabkan molekul diekspresikan pada permukaan sel T, seperti CD154), yang menyediakan sinyal stimulasi ekstra yang dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.[47]
[sunting] Sel T γδ
Sel T γδ memiliki reseptor sel T alternatif yang opposed berlawanan dengan sel T CD4+ dan CD8+ (αβ) dan berbagi karakteristik dengan sel T pembantu, sel T sitotoksik dan sel NK. Kondisi yang memproduksi respon dari sel T γδ tidak sepenuhnya dimengerti. Seperti sel T 'diluar kebiasaan' menghasilkan reseptor sel T konstan, seperti CD1d yang dibatasi sel T pembunuh alami, sel T γδ mengangkang perbatasan antara imunitas adaptif dan bawaan.[48] Sel T γδ adalah komponen dari imunitas adaptif karena mereka menyusun kembali gen reseptor sel T untuk memproduksi perbedaan reseptor dan dapat mengembangkan memori fenotipe. Berbagai subset adalah bagian dari sistem imun bawaan, karena reseptor sel T atau reseptor NK yang dilarang dapat digunakan sebagai reseptor pengenalan latar belakang, contohnya, jumlah besar respon sel T Vγ9/Vδ2 dalam waktu jam untuk molekul umum yang diproduksi oleh mikroba, dan melarang sel T Vδ1+ T pada epithelium akan merespon untuk menekal sel epithelial.[49]
Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Variasi unik daerah membuat antibodi mengenali antigen yang cocok.[41]
[sunting] Antibodi dan limfosit B
Sel B mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan melekat pada antigen asing.[50] Antigen/antibodi kompleks ini diambil oleh sel B dan diprosesi oleh proteolisis ke peptid. Sel B lalu menampilkan peptid antigenik pada permukaan molekul MHC kelas II. Kombinasi MHC dan antigen menarik sel T pembantu yang cocok, yang melepas limfokin dan mengaktivkan sel B.[51] Sel B yang aktif lalu mulai membagi keturunannya (sel plasma) mengeluarkan jutaan kopi limfa yang mengenali antigen itu. Antibodi tersebut diedarkan pada plasma darah dan limfa, melilit pada patogen menunjukan antigen dan menandai mereka untuk dihancurkan oleh aktivasi komplemen atau untuk penghancuran oleh fagosit. Antibodi juga dapat menetralisir tantangan secara langsung dengan melilit toksin bakteri atau dengan mengganggu dengan reseptor yang digunakan virus dan bakteri untuk menginfeksi sel.[52]
 Imunitas adaptif alternatif
Walaupun molekul klasik sistem imun adaptif (seperti antibodi dan reseptor sel T) ada hanya pada vertebrata berahang, molekul berasal dari limfosit ditemukan pada vertebrata tak berahang primitif, seperti lamprey dan hagfish. Binatang tersebut memproses susunan besar molekul disebut reseptor limfosit variabel yang seperti reseptor antigen vertebrata berahang, diproduksi dari jumlah kecil (satu atau dua) gen. Molekul tersebut dipercaya melilit pada patogen dengan cara yang sama dengan antibodi dan dengan tingkat spesifisitas yang sama.[53]
 Memori imunologikal
Ketika sel B dan sel T diaktivasi dan mulai untuk bereplikasi, beberapa dari keturunan mereka akan menjadi memori sel yang hidup lama. Selama hidup binatang, memori sel tersebut akan mengingat tiap patogen spesifik yang ditemui dan dapat melakukan respon kuat jika patogen terdeteksi kembali. Hal ini adaptif karena muncul selama kehidupan individu sebagai adaptasi infeksi dengan patogen tersebut dan mempersiapkan imunitas untuk tantangan di masa depan. Memori imunologikal dapat berbentuk memori jangka pendek pasif atau memori jangka panjang aktif.
 Memori pasif
Imunitas pasif biasanya berjangka pendek, hilang antara beberapa hari sampai beberapa bulan. Bayi yang baru lahir tidak memiliki eksposur pada mikroba dan rentan terhadap infeksi. Beberapa lapisan perlindungan pasif disediakan oleh ibu. Selama kehamilan, tipe antibodi yang disebut IgG, dikirim dari ibu ke bayi secara langsung menyebrangi plasenta, sehingga bayi manusia memiliki antibodi tinggi bahkan saat lahir, dengan spesifisitas jangkauan antigen yang sama dengan ibunya.[54] Air susu ibu juga mengandung antibodi yang dikirim ke sistem pencernaan bayi dan melindungi bayi terhadap infeksi bakteri sampai bayi dapat mengsintesiskan antibodinya sendiri.[55] Imunitas pasif ini disebabkan oleh fetus yang tidak membuat memori sel atau antibodi apapun, tetapi hanya meminjam. Pada ilmu kedokteran, imunitas pasif protektif juga dapat dikirim dari satu individu ke individu lainnya melalui serum kaya-antibodi.[56]
Lama waktu respon imun dimulai dengan penemuan patogen dan menyebabkan formasi memori imunologikal aktif.
 Memori aktif dan imunisasi
Memori aktif jangka panjang didapat diikuti dengan infeksi oleh aktivasi sl B dan T. Imunitas aktif dapat juga muncul buatan, yaitu melalui vaksinasi. Prinsip di belakang vaksinasi (juga disebut imunisasi) adalah ntuk memperkenalkan antigen dari patogen untuk menstimulasikan sistem imun dan mengembangkan imunitas spesifik melawan patogen tanpa menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan organisme tersebut.[5] Hal ini menyebabkan induksi respon imun dengan sengaja berhasil karena mengeksploitasi spesifisitas alami sistem imun. Dengan penyakit infeksi tetap menjadi salah satu penyebab kematian pada populasi manusia, vaksinasi muncul sebagai manipulasi sistem imun manusia yang paling efektif.[57][25]
Kebanyakan vaksin virus berasal dari selubung virus, sementara banyak vaksin bakteri berasal dari komponen aselular dari mikroorganisme, termasuk komponen toksin yang tidak melukai.[5] Sejak banyak antigen berasal dari vaksin aselular tidak dengan kuat menyebabkan respon adaptif, kebanyakan vaksin bakter disediakan dengan penambahan ajuvan yang mengaktifkan sel yang memiliki antigen pada sistem imun bawaan dan memaksimalkan imunogensitas.[58]
 Gangguan pada imunitas
Sistem imun adalah struktur efektif yang menggabungkan spesifisitas dan adaptasi. Kegagalan pertahanan dapat muncul, dan jatuh pada tiga kategori: defisiensi imun, autoimunitas, dan hipersensitivitas.
 Defisiensi imun
Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem imun tidak aktif. Kemampuan sistem imun untuk merespon patogen berkurang pada baik golongan muda dan golongan tua, dengan respon imun mulai untuk berkurang pada usia sekitar 50 tahun karena immunosenescence.[59][60] Di negara-negara berkembang, obesitas, penggunaan alkohol dan narkoba adalah akibat paling umum dari fungsi imun yang buruk.[60] Namun, kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan defisiensi imun di negara berkembang.[60] Diet kekurangan cukup protein berhubungan dengan gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibodi IgA dan produksi sitokin. Defisiensi nutrisi seperti zinc, selenium, zat besi, tembaga, vitamin A, C, E, dan B6, dan asam folik (vitamin B9) juga mengurangi respon imun.[60]
Defisiensi imun juga dapat didapat.[5] Chronic granulomatous disease, penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan fagosit berkurang, adalah contoh dari defisiensi imun dapatan. AIDS dan beberapa tipe kanker menyebabkan defisiensi imun dapatan.[61][62]
[sunting] Autoimunitas
Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut autoimunitas. Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, dan menyerang bagian dari tubuh. Dibawah keadaan sekitar yang normal, banyak sel T dan antibodi bereaksi dengan peptid sendiri.[63] Satu fungsi sel (terletak di thymus dan sumsum tulang) adalah untuk memunculkan limfosit muda dengan antigen sendiri yang diproduksi pada tubuh dan untuk membunuh sel tersebut yang dianggap antigen sendiri, mencegah autoimunitas.[50]
[sunting] Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Mereka terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I hipersensitivitas sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi. Gejala dapat bervariasi dari ketidaknyamanan sampai kematian. Hipersensitivitas tipe I ditengahi oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil.[64] Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran. Hal ini juga disebut hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM.[64] Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan antibodi IgG dan IgM) ada pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi hipersensitivitas tipe III.[64] Hipersensitivitas tipe IV (juga diketahui sebagai selular) biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam berbagai autoimun dan penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut serta dalam contact dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit dan makrofag.[64]
 Pertahanan dan mekanisme lainnya
Sistem imun bangun dengan vertebrata pertama, sementara invertebrata tidak menghasilkan limfosit atau respon humoral yang berdasarkan antibodi.[1] Namun, banyak spesies yang memanfaatkan mekanisme yang muncul sebagai tanda aspek imunitas vertebrata tersebut. Imunitas muncul pada bentuk kehidupan yang paling sederhana, dengan bakteri menggunakan mekanisme pertahanan unik yang disebut sistem modifikasi restriksi untuk melindungi diri mereka dari patogen virus yang disebut bakteriofag.[65]
Reseptor pengenalan susunan adalah protein yang digunakan oleh hampir semua organisme untuk mengidentifikasi molekul yang berhubungan dengan patrogen mikrobial. Peptid antimikrobial yang disebut defensin adalah komponen evolusioner sistem imun bawaan yang ditemukan pada semua jenis binatang dan tumbuan, dan menampilkan bentuk utama imunitas sistemik invertebrata.[1] Sistem komplemen dan sel fagositik juga dimanfaatkan oelh hampir semua bentuk kehidupan invertebrata. Ribonuklease dan jalan gangguan RNA digunakan pada semua eukariot, dan diketahui memainkan peran pada respon imun terhadap virus dan material genetika asing lainnya.[66]
Tidak seperti binatang, tanaman memiliki sedikit sel fagositik, dan kebanyakan respon imun tumbuhan melibatkan sinyak sistemik bahan kimia yang dikirim melalui tanaman.[67] Ketika bagian dari tumbuhan terinfeksi, tumbuhan memproduksi respon hipersensitif, untuk sel pada tempat infeksi mengalami apoptosis cepat untuk mencegah penyebaran penyakit terhadap bagian lain tumbuhan. Perlawanan sistemik dapatan adalah tipe respon pertahanan yang digunakan oleh tumbuhan yang mengubah seluruh tumbuhan melawan pada penyebab infeksi.[67] Mekanisme menghilangkan RNA sangat penting pada sistem respon karena mereka dapat menghalangi replikasi virus.[68]
[sunting] Imunologi tumor
Makrofag telah mengidentifikasikan sel kanker. Ketika melampaui batas menyatukan dengan sel kanker, makrofag (sel putih yang lebih kecil) akan menyuntkan toksin yang akan membunuh sel tumor. Imunoterapi untuk perawatan kanker merupakan salah satu hal yang diteliti oleh penelitian medis.[69]
Peran penting imunitas lainnya adalah untuk menemukan dan menghancurkan tumor. Sel tumor menunjukan antigen yang tidak ditemukan pada sel normal. Untuk sistem imun, antigen tersebut muncul sebagai antigen asing dan kehadiran mereka menyebabkan sel imun menyerang sel tumor. Antigen yang ditunjukan oleh tumor memiliki beberapa sumber;[70] beberapa berasal dari virus onkogenik seperti papillomavirus, yang menyebabkan kanker leher rahim,[71] sementara lainnya adalah protein organisme sendiri yang muncul pada tingkat rendah pada sel normal tetapi mencapai tingkat tinggi pada sel tumor. Salah satu contoh adalah enzim yang disebut tirosinase yang ketika ditunjukan pada tingkat tinggi, merubah beberapa sel kulit (seperti melanosit) menjadi tumor yang disebut melanoma.[72][73] Kemungkinan sumber ketiga antigen tumor adalah protein yang secara normal penting untuk mengatur pertumbuhan dan proses bertahan hidup sel, yang umumnya bermutasi menjadi kanker membujuk molekul sehingga sel termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor. Sel yang termodifikasi sehingga meningkatkan keganasan sel tumor disebut onkogen.[70][74][75]
Respon utama sistem imun terhadap tumor adalah untuk menghancurkan sel abnormal menggunakan sel T pembunuh, terkadang dengan bantuan sel T pembantu.[73][76] Antigen tumor ada pada molekul MHC kelas I pada cara yang mirip dengan antigen virus. Hal ini menyebabkan sel T pembunuh mengenali sel tumor sebagai sel abnormal.[77] Sel NK juga membunuh sel tumor dengan cara yang mirip, terutama jika sel tumor memiliki molekul MHC kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka daripada keadaan normal; hal ini merupakan fenomena umum dengan tumor.[78] Terkadang antibodi dihasilkan melawan sel tumor yang menyebabkan kehancuran mereka oleh sistem komplemen.[74]
Beberapa tumor menghindari sistem imun dan terus berkembang sampai menjadi kanker.[79] Sel tumor sering memiliki jumlah molekul MHC kelas I yang berkurang pada permukaan mereka, sehingga dapat menghindari deteksi oleh sel T pembunuh.[77] Beberapa sel tumor juga mengeluarkan produk yang mencegah respon imun; contohnya dengan mengsekresikan sitokin TGF-β, yang menekan aktivitas makrofag dan limfosit.[80] Toleransi imunologikal dapat berkembang terhadap antigen tumor, sehingga sistem imun tidak lagi menyerang sel tumor.[79]
Makrofag dapat meningkatkan perkembangan tumor [81] ketika sel tumor mengirim sitokin yang menarik makrofag yang menyebabkan dihasilkannya sitokin dan faktor pertumbuhan yang memelihara perkembangan tumor. Kombinasi hipoksia pada tumor dan sitokin diproduksi oleh makrofag menyebabkan sel tumor mengurangi produksi protein yang menghalangi metastasis dan selanjutnya membantu penyebaran sel kanker.
[sunting] Regulasi fisiologis
Hormon dapat mengatur sensitivitas sistem imun. Contohnya, hormon seks wanita diketahui menstimulasi baik respon imun adaptif [82] dan respon imun bawaan.[83] Beberapa penyakit autoimun seperti lupus erythematosus menyerang wanita secara istimewa, dan serangan mereka sering bertepatan dengan pubertas. Androgen seperti testosteron nampak menekan sistem imun.[84] Hormon lainnya muncul untuk mengatur sistem imun, dan yang paling penting adalah prolaktin, hormon pertumbuhan dan vitamin D.[85][86] Diduga bahwa kemunduran progresif pada tingkat hormon dengan umur bertanggung jawab untuk melemahnya respon imun pada individual yang menua.[87] Conversely, some hormones are regulated by the immune system, notably thyroid hormone activity.[88]
Sistem imun bertambah dengan tidur dan beristirahat,[89] dan diganggu oleh kondisi stress.[90]
Diet dapat mempengaruhi sistem imun, contohnya buah segar, sayur dan makanan yang kaya akan asam lemak dapat membantu perkembangan sistem imun yang sehat.[91] Demikian dengan perkembangan prenatal dapat menyebabkan gangguan panjang imunitas.[92] Pada pengobatan tradisional, beberapa obat-obatan tradisional dipercaya dapat menstimulasi imunitas, seperti ekinasea, akar manis, ginseng, astragalus, saga, bawang putih, sangitan, jamur shiitake dan lingzhi, dan hyssop, dan juga madu. Penelitian telah menunjukan bahwa obat-obatan tradisional dapat menstimulasi sistem imun,[93] walaupun cara aksi mereka kompleks dan sulit untuk dikarakterisasikan.
 Manipulasi pada kedokteran
Obat imunosupresif deksametason
Respon imun dapat dimanipulasi untuk menekan respon yang disebabkan dari autoimunitas, alergi dan penolakan transplantasi, dan untuk menstimulasi respon protektif terhadap patogen yang sebagian besar menghindari sistem imun. Obat imunosupresif digunakan untuk mengontrol kekacauan autoimun atau radang ketika terlalu banyak kerusakan jaringan yang muncul, dan untuk mencegah penolakan transplantasi setelah transplantasi organ.[25][94]
Obat anti radang sering digunakan untuk mengontrol pengaruh peradangan. Glukokortikoid adalah obat anti radang yang paling kuat, namun, obat tersebut memiliki banyak efek samping (seperti obesitas pusat, hiperglikemia, osteoporosis) dan penggunaan obat tersebut harus dikontrol dengan baik.[95] Oleh sebab itu, dosis obat anti radang yang lebih sedikit sering digunakan pada hubungan dengan sitotoksik atau obat imunosupresif seperti metotreksat atau azatioprin. Obat sitotoksik mencegah respon imun dengan membunuh sel yang terbagi seperti sel T yang sudah diaktivasi. Namun, pembunuhan sel dilakukan sembarangan dan organ lain serta tipe sel terpengaruh, yang dapat menyebabkan efek samping berupa toksin.[94] Obat imunosupresif seperti siklosporin mencegah sel T dari merespon sinyal dengan menghalangi jalur transduksi sinyal.[96]
Obat yang lebih besar (>500 Da) dapat menyebabkan netralisir respon imun, terutama jika obat digunakan berulang-ulang atau pada dosis yang lebih besar. Batasan efektifitas obat berdasarkan dari peptid dan protein yang lebih besar (yang lebih besar daripada 6000 Da). Pada beberapa kasus, obat tersebut tidak imunogenik, tetapi dapat dilakukan dengan campuran imunogenik, seperti pada kasus taksol. Metode komputerisasi telah dikembangkan untuk memprediksi imunogenisitas peptid dan protein yang berguna untuk menentukan antibodi pengobatan, menaksir kejahatan mutasi pada partikel virus, dan validasi perawatan obat berdasarkan peptid. Teknik awal menyandarkan pada observasi bahwa hidrofil asam amino dilambangkan pada daerah epitop daripada hidrofob asam amino;[97] namun, banyak perkembangan terkini bersandar pada teknik pembelajaran mesin menggunakan basis data epitop yang diketahui ada, biasanya pada protein yang sudah diteliti dengan baik sebagai kumpulan percobaan.[98] Basis data yang dapat diakses di depan umum telah didirikan untuk mengkatalogkan epitop dari patogen yang diketahui dapat dikenali oleh sel B.[99] Penelitian berdasarkan bioinformatika terhadal imunogenisitas merujuk pada sebutan imunoinformatika.[100]
[sunting] Manipulasi oleh patogen
Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang menyebabkan mereka dapat menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran akibat sistem imun.[101] Bakteri sering menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang mendalami isi perisai, contohnya dengan menggunakan sistem tipe II sekresi.[102] Sebagai kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe III sekresi. Mereka dapat memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung untuk protein agar dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein yang dikirim melalui tuba sering digunakan untuk mematikan pertahanan.[103]
Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk mengelakan sistem imun bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis intraselular). Disini, patogen mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam sel yang dilindungi dari kontak langsung dengan sel imun, antibodi dan komplemen. Beberapa contoh patogen intraselular termasuk virus, racun makanan, bakteri Salmonella dan parasit eukariot yang menyebabkan malaria (Plasmodium falciparum) dan leismaniasis (Leishmania spp.). Bakteri lain, seperti Mycobacterium tuberculosis, hidup didalam kapsul protektif yang mencegah lisis oleh komplemen.[104] Banyak patogen mengeluarkan senyawa yang mengurangi respon imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang salah.[101] Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari sel dan protein sistem imun. Biofilm ada pada banyak infeksi yang berhasil, seperti Pseudomonas aeruginosa kronik dan Burkholderia cenocepacia karakteristik infeksi sistik fibrosis.[105] Bakteri lain menghasilkan protein permukaan yang melilit pada antibodi, mengubah mereka menjadi tidak efektif; contoh termasuk Streptococcus (protein G), Staphylococcus aureus (protein A), dan Peptostreptococcus magnus (protein L).[106]
Mekanisme yang digunakan oleh virus untuk menghindari sistem imun adaptif lebih menyulitkan. Kemunculan paling sederhana dengan cepat merubah epitop yang tidak esensial (asam amino dan gula) pada permukaan penyerang, sementara membiarkan epitop esensial disembunyikan. HIV tetap memutasikan protein pada sampul virus yang esensial untuk masuk pada sel target. Perubahan tersebut pada antigen dapat menjelaskan kegagalan vaksin yang diarahkan pada protein tersebut.[107] Antigen tersembunyi dengan molekul pemilik tubuh adalah strategi umum lainnya untuk menghindari deteksi oleh sistem imun. Pada HIV, sampul yang menutupi virus dibentuk dari membran paling luar sel; virus tersembunyi membuat sistem imun kesulitan untuk mengidentifikasikan mereka sebagai benda asing.[108]
 Sejarah imunologi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah imunologi
Paul Ehrlich
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi berasal dari ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat dari imunitas sampai penyakit. Sebutan imunitas yang pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides mencatat bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati penyakit tanpa terkena penyakit sekali lagi.[109] Observasi imunitas nantinya diteliti oleh Louis Pasteur pada perkembangan vaksinasi dan teori penyakit kuman.[110] Teori Pasteur merupakan perlawanan dari teori penyakit saat itu, seperti teori penyakit miasma. Robert Koch membuktikan teori ini pada tahun 1891, untuk itu ia diberikan hadiah nobel pada tahun 1905. Ia membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab dari penyakit infeksi.[111] Virus dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901 dengan penemuan virus demam kuning oleh Walter Reed.[112]
Imunologi membuat perkembangan hebat pada akhir abad ke-19 melalui perkembangan cepat pada penelitian imunitas humoral dan imunitas selular.[113] Paul Ehrlich mengusulkan teori rantai-sisi yang menjelaskan spesifisitas reaksi antigen-antibodi. Kontribusinya pada pengertian imunitas humoral diakui dengan penghargaan hadiah nobel pada tahun 1908, yang bersamaan dengan penghargaan untuk pendiri imunologi selular, Elie Metchnikoff.[114]
Sistem Imun Tubuh dan Manfaat Imunomodulator
Fungsi dari sistem imun ada 3 macam :
1. PERTAHANAN tubuh, yaitu menangkal bahan berbahaya agar tubuh tidak sakit, dan jika sel-sel imun yang bertugas untuk pertahana ini mendapatkan gangguan atau tidak bekerja dengan baik, maka oranmg akan mudah terkena sakit
2. KESEIMBANGAN, atau fungsi homeostatik artinya menjaga keseimbangan dari komponen tubuh.
3. PERONDAAN, sebagian dari sel-sel imun memiliki kemampuna untuk meronda ke seluruh bagian tubuh. Jika ada sel-sel tubuh yang mengalami mutasi maka sel peronda tersebut akan membinasakannya.

Sistem imun tubuh terdiri dari banyak komponen. Semua komponen tersebut akan bekerja secara serentak manakala tubuh mendapatkan serangan dari penyakit yang berasal dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh kita sendiri. Kerja sistem imun tubuh kita secara sederhana terbagi dalam 3 kelompok :
  1. Sistem pertahan tubuh awal : contohnya, kulit, rambut di kulit, air mata
  2. Sistem pertahanan tubuh non spesifik (alamiah) : adalah sistem yang paling cepat bereaksi ketika ada serangan virus, bakteri atau mikroba dari luar.
  3. Sistem pertahanan spesifik (dapatan) : sistem ini baru bekerja ketika perlawanan sistem imun alami kita tidak cukup dan bekerja menurut jeniis serangan virus atau  bakteri yang terjadi. Yang bekerja pada sistem ini adalah Limfosit T & B. Hasil kerja sistem inilah yang berbentuk antibodi (IgG dan IgM)

Sistem imun berkembang sesuai dengan perkembangan tubuh kita, pada waktu bayi umumya sistem imun masih belum banyak berkembang, beberapa komponen masih belum dapat bekerja optimal. Dengan bertambahnya usia dari anak-nak menuju remaja hingga dewasa, sistem imun berkembang untuk bekerja lebih optimal. Tetapi memasuki usia tua, sistem imun menurun kemballi. Oleh karena itu, anak-anak dan lansia mudah sekali terkena penyakit.
Pada prinsipnya, orang dengan kondisi sistem imun dalam keadaan prima, tidak mudah terkena infeksi, akan tetapi jika pada saat tertentu sistem imunterganggu atau tidak bekerja dengan baik, maka infeksi oleh bakteri, virus atau jamur mudah masuk ke dalam tubuh.
Banyak faktor yang dapat mengakibatkan sistem imun terganggu, di antaranya: stress, kurang gizi, terlalu lelah, dsb. Untuk mengatsinya diperlukan pola hidup sehat, antara lain : cukup istirahat, makan bergizi seimbang, tidak stress, menghindari lingkungan yang dapat mengakibatkan sakit dan bila perlu mengkonsusmsi obat atau suplementasi yang dapat menguatkan sistem imun (daya tahan) tubuh.
Imunomodulator berperan membuat sistem imun lebih aktif dalam menjalankan fungsinya menguatkan sistem imuntubuh (imuno stimulator) atau menekan reaksi sistem imun yang berlebihan (imuno supresan) sehingga kekebalan atau daya tahan tubuh kita selalu optimal menjaga kita tetap sehat ketika diserang oleh virus, bakteri atau mikroba lainnya.
Salahsatu imunomodulator yang telah teruji klinis dengan baik adalah STIMUNO. STIMUNO telah memperoleh sertifikat FITOFARMAKA dari BPOM karena telah terstandarisasi dan telah lolos uji pre klinis (uji keamanan) dan uji klinis (pembuktian khasiatnya). STIMUNO terbuat dari ekstrak Phyllanthus niruri (meniran, herbal asli Indonesia).
Dengan mengkonsusmsi imunomodulator 'STIMUNO' orang akan meningkat kerja sistem imunnya sehingga dapat :
  • Mempercepat proses penyembuhan jika terkena infeksi
  • Pencegajhan/ proteksi jika berada di tempat yang sedang mewabah penyakit menular misal: demam berdarah, SARS, flu burung, malaria, influenza, dll
  • Pencegahan bagi merekayang berbakat terkena penyakit yang mudah diturunkan, misal: hepatitis B dan C, kanker
  • Pencegahan bagi mereka yang bekerja atau bertempat tinggal di lingkungan yang kotor, pekerja rumah sakit dan laboratorium klinik yang banyak kontak dengan bahan terinfeksi,pekerja di peternakan ayam atau babi .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar