Abstrak
Perilaku bersarang orangutan (Pongo spp.) menjadi sangat penting mengingat orangutan menghabiskan banyak waktu
di sarang dan pemilihan pohon untuk membangun sarang yang
aman dan nyaman, hal ini penting untuk kelangsungan hidup
suatu individu. Orangutan membangun sarang dengan desain yang aman, nyaman dan
untuk menghindari predator. Perilaku
membangun sarang di alam menentukan populasi orangutan dan usia
orangutan berpengaruh terhadap jumlah sarang yang dapat dibuat.
Orangutan mencari makanan di pohon sebanyak 40% (36 dari 90 pohon) dan
22% digunakan sebagai tempat untuk bersarang. Pohon yang sering digunakan
sebagai tempat bersarang berasal dari familia Clusiaceae dan Annonaceae.
Struktur dasar pembangunan
sarang orangutan di bangun di atas dasar yang kokoh dan kuat. Pohon yang
dipilih adalah pohon yang kokoh dan tinggi. Biasanya pohon besar dengan beberapa cabang
yang kuat. Cabang-cabang dijalin bersama untuk membentuk struktur sarang. Struktur cabang 4 kali lebih kuat (U = 179,5, P =
0,031), kekakuan cabang (struktur 2,06±1,80 GPa; lapisan 2,55±1,95 GPa), dan
kekuatan cabang (struktur 20,00±17,88 MPa; lapisan 19,27±12,71 MPa) dari bahan
cabang kayu dengan struktur dan lapisan yang teratur.
Orangutan dewasa
lebih berpengalaman membangun sarang dibandingkan dengan yang lebih muda. Orangutan
dewasa cenderung menghasilkan jumlah
sarang yang lebih tinggi (10,0 dan 10,9 sarang/ha). Perhitungan kepadatan sarang
berdasarkan line transek dengan estimasi terbaik dari jumlah sarang adalah
28-37%.
Kata kunci : Orangutan , Perilaku Bersarang, Pongo
spp., Kepadatan Sarang
1. Pendahuluan
Struktur hutan dan perilakua bersarang berpengaruh terhadap populasi orangutan, dan secara langsung mempengaruhi sarang orangutan yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan
aktivitas. Penebangan hutan
dengan pohon-pohon tinggi dan
besar yang disukai sebagai tempat bersarang
orangutan akan berpengaruh pada pola perilaku bersarang orangutan (Ancrenaz et
al. 2004).
Secara umum sarang digunakan sebagai tempat untuk
beristirahat pada siang hari. Setelah digunakan, umumnya sarang ditinggal dan
dibiarkan memburuk, meskipun kadang-kadang digunakan kembali. Fungsi utama
dari sarang orangutan
adalah
untuk menyediakan tempat tidur
yang nyaman untuk beristirahat dan
mengurangi gangguan dari predator
pada malam hari. Perilaku desain mekanik
dan arsitektur sarang orangutan sangat penting untuk bertahan hidup di alam (Casteren
et al. 2012; Cheyne et al. 2012; Russon et al. 2007).
Tujuan
dalam penulisan term paper ini
adalah untuk mengetahui perilaku orangutan membangun sarang dengan desain
mekanik dan arsitektur yang aman dan nyaman di alam (Casteren et al. 2012;
Cheyne et al. 2013; Russon et al. 2007) dan pengaruh usia terhadap jumlah
sarang yang dapat dibangun orangutan (Schaik et al. 2005 and Ancrenaz et al.
2004).
Pembahasan dalam tulisan ini, sesuai tujuannya,
terbagi menjadi menjadi dua bagian, yaitu: (1) perilaku orangutan membangun sarang dengan desain yang
aman dan nyaman di alam (Casteren
et al. 2012; Cheyne et al. 2013; Russon et al. 2007); dan (2) pengaruh usia
orangutan terhadap jumlah pembangunan sarang (Schaik et al. 2005).
1. Pembahasan
Fungsi utama dari sarang
orangutan (Pongo spp.) adalah untuk menyediakan tempat tidur yang nyaman dan tempat beristirahat serta mengurangi gangguan pada
malam hari.
Fungsi tambahan lain dari sarang,
seperti berperan
sebagai antipredator, dimana ketinggian
sarang memungkinkan untuk berkamuflase. Sarang
dengan kanopi pohon yang
lebih tinggi juga dapat mengurangi risiko dari udara dingin, gangguan parasit, seperti nyamuk (Casteren et
al. 2012; Cheyne et al. 2012).
Perilaku
orangutan membangun sarang dengan desain yang aman dan nyaman di alam –
orangutan (Pongo spp.) memilih pohon dengan kanopi rendah untuk bersarang (rata-rata tinggi pohon sarang = 15,1 ± SE 0.43 m; berkisar 1-5 untuk 31-35
m, N = 120; dengan pohon kontrol = 20.1
± SE0.43 m;
berkisar 1-5 untuk 31-35 m, N = 150). Pohon dengan
akar papan yang mampu menopang dengan
kuat (asosiasi basal area)
sarang signifikan lebih sering tanpa akar di
atas tanah (Wilks 'λ = 0,973, F [8.610], p<0,005). Batang vertikal dengan tanah
karena tidak
mungkinkan
membuat sarang
dari batang yang miring (Wilks 'λ
= 0,982, F
[5,517], p <0,05). Orangutan membuat sarang
di pohon dengan ukuran
batang yang besar secara signifikan lebih sering dibandingkan dengan pohon
ukuran batang
kecil (Wilks 'λ
= 0,845, F
[5,419], p <0,05) (Cheyne et al.
2012).
Sarang dibangun di atas dasar yang kuat biasanya
satu lebih besar dan beberapa cabang yang kokoh.
Beberapa cabang
dipilin kedalam dan melengkung kemudian dijalin bersama untuk membentuk struktur
dasar sarang. Dari cabang
yang melengkung, ditempatkan cabang yang patah untuk membentuk kasur dan
lapisan (Gambar 2.).
Sarang sering dilengkapi
menggunakan daun yang
disusun berlapis. Daun dikumpulkan dari
lokasi bersarang sejauh
50m, baik daun
(n = 109) dan barang-barang lainnya (misalnya, karung, kotak, n = 16). Sarang berbentuk sedikit oval atau
elips dapat dilihat pada (Gambar. 1. A
dan B), sumbu
panjang menunjuk ke arah batang
pohon yang menopang, dengan pusat
yang diperpanjang rata-rata
lebih dari 7 cm
(Casteren et al. 2012; Russon et al. 2007).
Gambar 1. A dan
B. Sarang Orangutan (Pongo spp.) (Casteren
et al. 2012)
Pemilihan
lokasi sarang Orangutan
tidak acak, dan yang
dipilih adalah pohon jenis tertentu. Orangutan menghindari membangun sarang pada malam hari
dan pohon yang berbuah. Hal ini merupakan
taktik untuk menghindari gangguan dan bahaya dari hewan lain yang tertarik
dengan buah pohon. Karena berada
di kanopi, struktur sarang orangutan
harus menjadi nyaman dan aman (Casteren et al. 2012; Russon et al. 2007).
Pembangunan sarang orangutan
melibatkan eksploitasi oleh orangutan
dari sifat fraktur alami kayu. Struktur
bagian dalam dari sarang yaitu cabang yang digunakan lebih kaku dan kuat dibandingkan
cabang yang digunakan untuk lapisan. Sebagian besar sarang
berada di bagian atas tajuk pohon,
tempat yang memberikan pandangan yang jelas dari lingkungan, tersedia banyak
daun, dan orangutan tidak langsung terkena sinar matahari atau hujan.
Data yang didapat bahwa
beberapa spesies pohon jarang digunakan
orangutan untuk bersarang, yaitu. beberapa spesies Dipterocarpaceae, Dillenia sp.,
Garcinia sp., dan Eusideroxylon zwagerii. Sebaliknya,
bahwa orangutan banyak menggunakan Eusideroxylon
untuk bersarang. Frekuensi penggunaan sarang terkait dengan kelimpahan beberapa
genera yang menghasilkan buah-buahan yang dikonsumsi oleh orangutan, seperti: Ficus sp., Lithocarpus sp., dan Dracontomelon sp. (Casteren et al.
2012; Russon et al. 2007).
Konstruksi bersarang orangutan
biasanya mengikuti pola
dasar . Setelah memilih lokasi sarang, pada cabang
lateral orangutan akan membengkokkan dan mematahkan
cabang ke dalam menuju
titik pusat, menenun dan memutar cabang
untuk mengunci ke dalam struktur sarang dasar.
Lapisan tersebut kemudian ditambahkan di atas struktur
dasar, di bentuk cabang yang lebih kecil, membuat anyaman dan membentuk kasur dengan cabang berdaun yang terpisah. Biasanya
daun didapatlan dari daerah sekitarnya, dan ditempatkan di atas struktur dasar sebagai lapisan.
Fitur tambahan, seperti atap, "bantal" atau "selimut," kemudian ditambahkan
jika diperlukan oleh. Sarang orangutan telah
digambarkan lebih kuat, lebih kompleks dan rumit, dan dapat
bertahan lebih lama di kanopi hutan, dibandingkan dengan kera Afrika (Casteren et al. 2012; Cheyne et al. 2012; Russon et
al.
2007; Schaik et al. 2005).
Orangutan
memilih cabang untuk
penggunaan yang berbeda menurut diameter
cabang. Hal ini bisa jadi karena diameter cabang adalah
indikator yang dapat dengan mudah
diamati dari sifat
mekanik cabang ini. Diameter cabang sudah terbukti
memiliki pengaruh utama pada perilaku bersarang dari orangutan. Ini bisa menunjukkan
bahwa orangutan memiliki tingkat pengetahuan teknis tentang penggunaan bahan yang digunakan
sifat dan perilaku bersarang yang
dapat digunakan dalam seleksi bahan pembangunan
sarang.
Kompleksitas sarang
dengan konstruksi belajar membangun
sarang ditingkatkan dengan menunjukkan tingkat kemampuan
kognitif dan diperlukan pengunaan alat untuk membangun
sarang (Casteren et al. 2012; Cheyne et al. 2012).
Orangutan membuat sarang menggunakan cabang
lateral dan mematahkan
cabang ke dalam menuju
titik pusat, menenun dan memutar cabang
untuk mengunci ke dalam struktur sarang dasar.
Lapisan tersebut ditambahkan di atas struktur dasar, di bentuk cabang yang
lebih kecil, membuat anyaman dan membentuk kasur dengan cabang berdaun yang terpisah. Biasanya
daun didapatlan dari daerah sekitarnya, dan ditempatkan di atas struktur dasar sebagai lapisan.
Fitur tambahan, seperti atap, "bantal" atau "selimut
(Schaik et al. 2005;
Casteren et al. 2012).
Orangutan
biasanya menggunakan daun Tarantang (Campnosperma
coriaceum) sebagai bahan untuk membuat sarang. Daun tarantang didapat 50 m
dari lokasi sarang. Orangutan melakukan perjalanan dan membawa daun, kadang-kadang
berhenti untuk mencari makan, kemudian dilanjutkan ke tempat bersarang. Daun yang
dikumpulkan untuk
membuat sarang meliputi 12 lapisan baru dan 8 lapisan lama (Schaik et
al. 2005; Casteren
et al. 2012; Cheyne et al. 2012).
Pengaruh sosial pada pengumpulan
daun untuk bersarang tercatat
aspek sosial untuk kesempatan belajar
membangun sarang dan
interaksi sarang terkait
terkait dengan sosial
belajar (misalnya berbagi bangunan sarang bersama). Asosiasi
bersarang orangutan
dalam 50 m dari
lokasi bersarang adalah indikator
yang baik dari toleransi sosial karena akan menjalin kerja sama.
Kedekatan asosiasi bersarang diberi jarak sedekat (0-5 m) atau jauh (5-50
m). Interaksi sekitar
bersarang dicatat dalam hal tindakan orangutan (Schaik et
al. 2005; Casteren
et al. 2012).
Orangutan
menunjukkan tingkat yang lebih tinggi
penggunaan sarang lama dan lebih pendek bahasa dari periode normal,
sehingga kenyamanan sarang
mungkin menjadi penting.
Orangutan menggunakan daun kaja dan menjadikan sebagai alas untuk tempat tidur
di tempat sarang yang dibangun Pilihan lokasi bersarang menjadi salah satu aspek yang menentukan
kondisi yang nyaman bereksplorasi
dan perilaku dari orangutan (Ancrenaz et
al. 2004; Schaik et
al. 2005).
Hal ini menunjukkan bahwa bangunan sarang
orangutan membutuhkan tingkat kemampuan
kognitif dan diperlukan konstruksi alat
dalam membangun
sarang. Orangutan memiliki pengetahuan atau pengalaman membangun sarang secara lokal dan menggunakannya selama konstruksi pembangunan sarang dan merencanakan penggunaan bahan untuk
membangun sarang yang aman dan nyaman (Casteren et al. 2012; Cheyne et
al. 2012; Russon et al. 2007).
Gambar 2. Cabang untuk bersarang (Casteren et
al. 2012).
Pengaruh usia orangutan terhadap jumlah pembangunan sarang – Kepadatan
sarang dihitung
dengan metode transek garis dan metode plot. Hasil metode
transek garis
jauh lebih rendah dari metode jumlah plot, meskipun garis transek gabungan sampel
menghasilkan estimasi hanya sedikit lebih rendah dari yang didasarkan pada plot
atau wilayah jelajah. Jumlah plot sangat dekat dengan estimasi kepadatan yang benar.
Dengan demikian, metode plot lebih unggul dengan metode garis transek (Schaik et al. 2005).
Sejauh 2,5 km garis transek
orangutan
dewasa lebih berpengalaman
membangun
sarang (berarti:
42,5 dan 49
sarang, masing-masing; Mann Whitney U-test:
U = 0, P <0,05).
Orangutan berpengalaman
cenderung untuk menghasilkan kepadatan sarang yang lebih
tinggi, di 10,0 dan 10,9 sarang / ha (Mann-Whitney U-test, U = 1; 0,05
<P <0,10). kenaikan kepadatan sarang karena kompilasi kedua ada sedikit lebih
rendah untuk pasangan yang tidak berpengalaman atau usia lebih muda (4,4 dan 9,5%) dibandingkan tim
lain (rata-rata: 14.4) (Casteren et al. 2012; Schaik et
al. 2005).
Orangutan yang kurang berpengalaman umumnya menghasilkan sarang lebih rendah dari orangutan yang berpengalaman, kurangnya pengalaman akan dikompensasikan
dengan jalur
sempit.
Otangutan berpengalaman cenderung
dapat membuat kepadatan sarang dengan
rata-rata 27% (Schaik et al. 2005; Casteren et al.
2012).
2. Penutup
Pentingnya
pohon sebagai tempat untuk bersarang merupakan komponen utama dalam habitat orangutan yang perlu diperhatikan dan diprioritaskan. Orangutan membuat konstruksi sarang juga menggunakan kemampuan teknologi. Beberapa
pendapat berspekulasi bahwa bangunan sarang
mungkin memiliki landasan evolusi untuk tingkat yang lebih tinggi. Penggunaan alat dengan eksplorasi cabang dan penggunaan ranting terhadap peningkatan pemeliharaan dan keterampilan teknologi dalam menunjukkan
pola konstruksi dan pemilihan material yang digunakan. Hal ini dapat menggambarkan tingkat pengetahuan
teknis perilaku bersarang orangutan dapat membantu dalam rekonstruksi evolusi penggunaan alat dan teknologi
dalam nenek moyang manusia (Castera et al. 2012; Cheyne et al.
2012).
Referensi
Ancrenaz, M., R. Calaque, and I.
Lackman-Ancrenaz. 2004. Orangutan nesting behavior in disturbed forest of
Sabah, Malaysia: Implications for nest cencus. International journal of
primatology, 25: 5.
Casteren, A.V.C., W.I. Sellers, S.K.S. Thorpe, S.
Coward, R.H. Crompton, J.P. Myatta, A.R. Ennosa. 2012. Nest-building orangutans demonstrate engineering know-how to produce
safe, comfortable beds. PNAS, 109: 18.
Cheyne, S.M., D. Rowland, A. Hoing, S.J. Husson. 2012. How orangutans
choose where to sleep: Comparison of nest-site variables. Asian Primates
Jeournal.
Russon, A.E., D.P. Handayani, P. Kuncoro, A. Ferisca.
2007. Orangutan leaf-carrying for nest-building: Toward unraveling cultural
processes. Animal Cogn, 10: 189-202.
Schaik, C.P., S.A. Wich, and Sri, and S.V. Kaisar Odum. 2005. A simple alternative to line transects of nests for estimating orangutan
densities. Primates, 46: 249-254.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar