1. Karakteristik
Ekoregion
A.
Sejarah
Pulau Kalimantan
Sejarah
Kalimantan diawali dengan masuknya bangsa Austronesia sekitar 8000 Sebelum
Masehi (SM) ke pulau ini dari arah utara, kemudian mendirikan pemukiman komunal
khas yang hingga kini masih bisa ditemui keberadaannya, yakni rumah panjang
yang selalu berpindah-pindah. Hal ini didorong karena seringnya terjadi
peperangan antar suku pada masa itu. Sekitar 2500 SM terjadi migrasi nenek
moyang suku Dayak dari Formosa (Taiwan) dengan membawa tradisi “ngayau”,
“pengayauan” dan kepercayaan menghormati leluhur dengan tradisi “kuburan
tempayan”. Kemudian pada perkembangan selanjutnya terjadi migrasi suku Melayu
Deutero ke Pulau Kalimantan sekitar 1500 SM.
Kalimantan atau
Klemantan berasal dari bahasa Sansekerta,
Kalamanthana yang artinya pulau yang udaranya panas. Karena vokal a pada
kala dan manthana menurut
kebiasaan tidak diucapkan, maka diucapkan
Kalmantan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan. Jika ditilik dari
bahasa Jawa, kalimantan berarti sungai intan. Di zaman Hindia Belanda, secara
administratif, Kalimantan dikenal dengah nama Borneo. Nama Borneo itu berasal
dari nama pohon Borneol atau kayu kamper (bahasa Latin: Dryobalanops camphora ) yang banyak tumbuh di
Kalimantan. Kayu ini mengandung terpentin (C 10 H 17 OH) sebagai bahan
antiseptik atau dipergunakan untuk minyak wangi dan kamper. Oleh para pedagang
dari Eropa kemudian disebut Pulau Borneo atau pulau penghasil borneol. Dilain
pihak orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah atau P'ulo Chung. [4] Para
pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamper,
lilin dan sarangburung walet. Perdagangan pada masa itu dilakukan dengan cara
barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi bagi masyarakat Dayak. Para
pendatang India maupun orang Melayu yang mendapat pengaruh budaya India
memasuki muara- muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan menemukan
tambang emas dan intan untuk memenuhi permintaan pasar. Lokasi pertambangan
emas kemudian berkembang menjadi pemukiman.
B.
Karakteristik
Lingkungan Fisik (Abiotik)
Kondisi
Geografis Pulau Kalimantan
Kalimantan
(termasuk Brunei Darussalam dan Malaysia) merupakan pulau terbesar ketiga di
dunia setelah Greenland dan Papua (termasuk wilayah Papua New Guinea). Pulau
Kalimantan, di bagian utara, sepertiga bagian masuk wilayah dan Brunei
Darussalam dan Malaysia, sedangkan sisanya masuk wilayah Indonesia. Secara
geografi Pulau Kalimantan terletak pada koordinat 10 00’ LU 114 BT
masuk dalam Kepulauan Sunda Besar dengan luas daratan wilayah Indonesia 539,460
Km 2 atau 28 persen luas seluruh daratan
Indonesia. Sebelah utara Kalimantan berbatasan langsung dengan Sarawak dan
Sabah yang merupakan wilayah Malaysia dan wilayah Brunei Darussalam, sebelah Selatan dibatasi oleh Laut Jawa,
sebelah barat dibatasi oleh Laut China Selatan dan Selat Karimata sedangkan
sebelah timur dibatasi oleh Selat Makassar. Pulau Kalimantan dilintasi oleh
garis katulistiwa sehingga membagi Pulau Kalimantan atas Kalimantan belahan
bumi utara dan belahan bumi selatan. Secara spesifik, daerah Kalimantan Barat
tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 00) tepatnya di
atas Kota Pontianak.
Pulau Kalimantan
memiliki pesisir yang rendah dan memanjang serta dataran sungai, terutama di
bagian selatan. Lebih dari setengah pulau ini berada di bawah ketinggian 150 m
dan air pasang dapat mencapai 100 km kea rah pedalaman. Pulau Kalimantan tidak
memiliki gunung berapi tetapi jajaran pegunungan yang dahulunya merupakan
gunung berapi. Rangkaian pegunungan utamanya melintasi bagian tengah pulau
seperti trisula terbalik dari utara ke selatan. Gunung Kinabalu di Borneo yang
tingginya 4.101 m, merupakan puncak tertinggi di Asia Tenggara dan merupakan
gunung tertinggi di antara pegunungan Himalaya dan puncak Jayawijaya yang
tertutup salju di Irian Jaya. Gunung kinabalu terdiri atas sumbat batuan granit
yang terangkat oleh tekanan vulkanik dan masih terus bertambah tinggi.
Pegunungan Iran
antara Kalimantan Timur dan Malaysia Timur menjulang sampai 2.160 m di G. Harum
(Harden), dekat perbatasan dengan Sabah. Ujung bagian barat pegunungan Iran
tengah membentuk jajaran Kapuas huku di sepanjang perbatasan atntara Sarawak
dan Kalimantan Barat, menjulang G. Lawit (1.767 m) dan G. Cemaru (1.681 m).
Dari pegunungan tengah sekitar G. Cemaru, pegunungan Mueller (puncak tingginya G. Liangpran 2.240
m) dan pegunungan Schawaner (Bukit Raya 2.278 m) melintang ke barat daya di
sepanjang perbatasan anatara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur. Pulau Kalimantan memiliki tiga sungai terpanjang yang menjadi
kebanggan Indonesia: S. Kapuas (1.143 km), S. Barito (900 km), dan S. Mahakam
(775 km). sungai Kapuas (panjangnya sama dengan S. Rhine di Eropa) mengalir
dari kaki G. Cemaru ke barat, mengaliri sebagian besar Kalimantan Barat dan
dapat dilayari oleh kapal uap sejauh 500-600 km dari Pontianak ke hulu sungai.
Sungai Rajang (sungai terpanjang di Sarawak) dan S. Baram juga mengalir ke
barat. Sungai Barito yang besar mata airnya berasal dari pegunungan Mueller dan
mengalir ke selatan, mengaliri lahan rawa-rawa bagian selatan dan bermuara ke
laut di dekat Banjarmasin.
Borneo, pulau
terbesar ketiga di dunia, dulunya dipenuhi oleh hutan hujan yang lebat. Dengan
daerah pesisir rawa-rawa yang dibatasi oleh hutan bakau dan daerah
bergunung-gunung, kebanyakan dari wilayah tersebut tampak tak mungkin dilewati dan
dieksplorasi. Ini bisa dilihat pada peta ekoregion
pulau kalimantan berikut pada Gambar 1:
Gambar
1 : Proses overlay antara jenis tanah,
lereng dan iklim sehingga menghasilkan suatu tipe ekoregion Pulau (ada 8
klasifikasi region pulau)
Kondisi
Geologi
Secara geologi
Pulau Kalimantan tersusun oleh empat unit geologi utama yaitu batuan yang
dihubungkan dengan pinggir lempeng batuan dasar, batuan muda yang mengeras dan
tidak mengeras dan alluvium serta endapan muda yang dangkal yang dimulai pada
waktu Palaeozoikum hingga Kenozoikum. Kompleks batuan dasar ditemukan di bagian
barat dan tengah Pulau Kalimantan termasuk Pegunungan Muller Schwanner yang
juga sebagai singkapan benua terbesar di Indonesia. Jenis batuan pada kompleks
ini telah mengalami metamorfosis dari batuan aslinya, beberapa diantaranya
adalah batu pualam, batu sekis hijau, batu gneiss serta membentuk daerah kristal
yang sangat luas. Selain itu dibeberapa tempat juga terdapat beberapa jenis
batuan yang merupakan potongan-potongan lantai samudera yang dicirikan oleh
susunan batuan beku yang padat gelap tipe basa dan ultrabasa dengan komponen
granit. Endapan batu kersik samudera dan karbonat juga ditemukan, deretan batuan
ini yang kemudian disebut dengan Opiolit. Opiolit terbentuk akibat dari pergerakan
tektonik lempeng yang menubruk lempeng kerak samudera, kelompok ini tersebar
kompleks opiolit Pulau Laut dan Pegunungan Meratus.
Batuan mélange yang berasosiasi dengan pinggir
lempeng Kalimantan sering dikaitkan dengan proses pembentukan jalur penunjaman
dengan karakteristik matrik berliat yang terpotong sebagai bentuk adanya tekanan
yang kuat. Daerah mélange yang luas ditemukan dibagian tengah Pulau Kalimantan
yaitu terbentang di daerah perbatasan antara Kalimantan dan Malaysia. Sebagian
besar Kalimantan terdiri dari batuan yang keras dan agak keras, termasuk batuan
kuarter yang tersebar di Semenanjung Sangkulirang dan jajaran Pegunungan Meratus,
batuan vulkanik dan endapan tersier. Kalimantan tidak memiliki gunung api yang
aktif, namun dibeberapa daerah tersusun oleh batuan vulkanik tua yang kokoh
dibagian barat daya dan bagian timur Kalimantan. Batuan vulkanik tersebut
terbentuk sebagai hasil aktifitas magma yang muncul ke permukaan membentuk
batuan intrusi seperti granodiorit. Batuan intrusi inilah yang mengandung
cadangan emas yang kemudian terkikis, tererosi dan terakumulasi ditempat-tempat
tertentu. Hingga saat ini masih sering ditemukan beberapa usaha dan kegiatan
penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat dan perusahaan. Suatu kawasan
yang luas di bagian tengah, timur dan selatan Kalimantan tersusun dari batuan
endapan seperti batu pasir dan batu sabak. Kebanyakan formasi sedimen ini lebih
muda dan berfungsi sebagai formasi pembentuk cadangan batubara dan minyak bumi
di Kalimantan. Pada bagian selatan lebih dominan tersusun dari pasir keras yang
renggang dan teras kerikil yang dilapisi oleh timbunan gambut muda yang dangkal
dan kipas alluvial.
Dikarenakan
Pulau Kalimantan bukan merupakan jalur vulkanik aktif proses pembentukan batuan
lebih dominan terbentuk akibat dari proses pelapukan dan pengikisan batuan
induk yang tertransportasi dan tersedimentasikan pada daerah- daerah yang lebih
rendah. Hal ini juga mengakibatkan keberadaan lapisan tanah penutup (top soil)
akan menjadi sangat tipis sekali karena hanya tergantung dari proses pelapukan
dari batuan induk dan bahkan pada daerah-daerah tertentu ditemukan singkapan-singkapan
batuan induk di permukaan.
Gambar 1. Peta
Cekungan Batubara di Kalimantan, (sumber : Badan Geologi,
Kementerian ESDM)
Kondisi tanah merupakan faktor
terpenting yang mempengaruhi penyebaran vegetasi. Ada lima faktor utama dalam
formasi tanah: lithologi, iklim, topografi, mahluk hidup, dan waktu. Gambar 2
menunjukkan penyebaran jenis-jenis tanah utama di Kalimantan. Tabel 1
menunjukkan jenis uatama dan sifat-sifatnya.
Sebagian besar
tanah di Kalimantan berkembang pada dataran bergelombang dan pegunungan yang
tertoreh di atas batuan sedimen dan batuan beku tua. Tanah berkisar dari ultisol masam yang sangat lapuk dan inceptisol muda. Di bagian selatan dataran alluvial dan
tanah gambut yang sangat luas sampai ke Pulau Jawa. Didaerah tropis yang lembab
pelapukan berlangsung sangat cepat, disebabkan oleh panas dan kelembaban.
Karena curah hujan yang tinggi, tanah selalu basah dan unsur-unsur pokoknya
mudah larut. Kelompok tanah yang paling umum adalah inceptisol. Tanah ini pelapukannya sedang dengan profil yang jelas.
Di Kalimantan terdapat kelompok tanah tropet
yang lebih subur dan tersebar luas di pegunungan dengan lereng yang terjal
dan erosi aktif. Kelompok dystropept yang
berwarna coklat kemerahan terbentuk di atas batuan masam dan bersilika, seperti
batuan konglemerat, batu pasir, batu sabak, dan batu lanau. Tanah histosol yang tersusun atas bahan
organic (gambut) tersebar luas di dataran rendah. Tanah spodosol terdapat di tempat
yang mempunyai bahan induk masam, saliran di dalam tanah dan erosi minimum.
Kondisi seperti ini ditemukan di teras pasir kuarsa dan di lereng-lereng batu
pasir kuesta yang halus di Kalimantan Tengah.
Kondisi
Iklim
Kalimantan
terletak di Khatulistiwa dan memiliki iklim tropis dengan suhu yang relative
konstan sepanjang tahun, yaitu antara 25-450C di dataran rendah
dengan curah hujan minimum 60 mm setiap bulan. Kalimantan hanya memiliki
sedikit bulan basah dengan curah hujan kurang dari 200 mm. Angin musim barat
laut mencapai Kalimantan Barat pada bulan Agustus-September dan musim hujan
berlangsung sampai bulan Mei, curah hujan sangat tinggi terutama pada bulan
Nopember dan April. Di Kalimantan Tengan dan Kalimantan Selatan, curah hujan
umumnya bertambah tinggi kearah utara dari daerah pesisir. Bulan kering terjadi
pada bulan Juli sampai September di Kalimantan Barat.
Daerah-daerah
pesisir di Kalimantan Timur dan bagian timur Sabah jauh lebih kering daripada
bagian lainnya di Kalimantan. Curah hujan relatif lebih rendah dan sering
kurang dari 200 mm/bulan, terutama di daerah Semenanjung Sangkurilang.
Kondisi
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Menurut Pasal 1
Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Daerah Aliran
Sungai, disingkat DAS, adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Kalimantan
memiliki sungai yang banyak dan bahkan dijuluki sebagai pulau seribu sungai.
Kondisi ini didukung dengan keberadaan hutan yang lebat. Namun, wilayah hutannya
kini semakin berkurang akibat maraknya aksi penebangan pohon dan konversi hutan.
Secara administrasi wilayah Kalimantan meliputi 4 Provinsi yaitu; Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dengan 38
DAS/Sub DAS (lihat Gambar 2) dan 14 Sistem Wilayah Sungai (SWS) Kalimantan.
Gambar 2. Peta sebaran DAS dan Sub DAS
di Kalimantan (sumber: hasil
olahan tim SLHE, 2011).
Menurut data statistik kehutanan
2010, kondisi tutupan vegetasi Kalimantan terdiri dari 53 persen hutan sekunder
dan 25 persen sudah tidak berhutan (lihat gambar 3). Hal ini menunjukan bahwa
hingga tahun 2010 sekitar 78 persen kawasan hutan di Kalimantan berubah
satusnya dan hal ini berpengaruh terhadap ekosistem dan habitat didalamnya.
Pengaruh dan dampak dari perubahan status tersebut bias dirasakan saat ini,
yakni pada saat musim hujan beberapa daerah akan mengalami banjir yang setiap
tahun semakin mengkhawatirkan, sebaliknya pada saat musim kering/kemarau
beberapa daerah mengalami kekeringan sehingga kesulitan untuk memperoleh air
bersih dan terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Gambar 3.
Kondisi tutupan hutan di Kalimantan
Kalimantan
memiliki sungai-sungai yang panjang dan memiliki arti penting bagi kehidupan dan perekonomian masyarakat. Beberapa
sungai-sungai terpanjang di Kalimantan adalah Sungai Kapuas (1.143 km) di Kalimantan
Barat, Sungai Barito (880 km) di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan,
Sungai Mahakam (980 km) di Kalimantan Timur. Daerah aliran sungai (DAS) pada tiga
sungai besar tersebut kini membutuhkan penanganan dan mendapat prioritas utama
untuk direhabilitasi dan termasuk dalam 60 DAS kritis di Indonesia. Selain
kerusakan ekosistem akibat deforestasi besar-besaran yang terjadi selama ini,
kondisi sebagian sungai dan anak- anak sungainya juga rusak, terus mendangkal,
bahkan di antaranya ada yang tercemar akibat usaha dan atau kegiatan yang
membuang limbahnya ke sungai.
Gambar 4. Peta posisi DAS Kapuas, DAS
Barito dan DAS Mahakam (sumber : hasil
olahan tim SLHE, 2011)
DAS
Mahakam
Sungai Mahakam
di Propinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu sungai yang besar dan panjang
di Indonesia (panjang ± 980 km). Luas daerah aliran Sungai Mahakam adalah
77.095 km 2, secara administrasi
mencakup 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota yaitu : Kabupaten Malinau,
Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, dan
Kota Samarinda.
a. Kondisi
Fisik
DAS Mahakam
terletak pada ketinggian antara 0 sampai dengan 1500 m di atas permukaan laut
dengan kemiringan antara 0 sampai 60 persen. Daerah dataran (ketinggian < 25
m) umumnya terdapat pada kawasan pesisir pantai (DAS bagian hilir), sekitar
danau dan di kawasan sepanjang alur Sungai Mahakam. Sedangkan daerah perbukitan
dan pegunungan (ketinggian > 1.000 m) terdapat di bagian hulu DAS berbatasan
langsung dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan Negara bagian Serawak Malaysia. Berdasarkan
sudut kemiringan lereng dan kerapatan bukitnya, DAS Mahakam dapat dibagi dalam
tiga satuan morfologi, yaitu satuan morfologi perbukitan, satuan morfologi
bergelombang landai dan satuan morfologi dataran.
Kemiringan lereng
di DAS Mahakam berdasarkan kriteria kelas lereng dapat dibagi dalam lima kelas
dengan masing-masing kelas mempunyai luasan yang ber-variasi. Dapat dilihat
pada Tabel 1.
Dari tabel
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi topografi DAS Mahakam didominasi
oleh daerah datar sampai landai (55,54 %), agak landai (6,60 %), dan selebihnya
(37,86 %) merupakan daerah perbukitan bergelombang, terjal hingga curam dengan
kemiringan lereng > 25 persen. Kondisi topografi DAS Mahakam pada umumnya
sangat mempengaruhi kondisi hidrologinya, terutama terhadap erosi dan aliran
permukaan. Lereng-lereng yang terjal dan curam menimbulkan erosi tanah yang
berat dan kerusakan tanah yang lebih cepat, serta waktu konsentrasi aliran
permukaan yang lebih pendek.
Menurut laporan
penelitian Regional Physical Planning
Project for Transmigration (RePPProT), 1987 , jenis tanah yang terdapat di DAS
Mahakam terdiri dari jenis-jenis : aluvial, organosol glei humus, podsolik,
latosol dan litosol. Adapun penyebarannya dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Aluvial
dengan batuan utama endapan tanah liat dan pasir terdapat di bagian hilir
terutama di daerah delta Sungai Mahakam.
b. Organosol
gei humus dengan bahan aluvial terdapat di bagian tengah terutama di sekitar
Danau Jempang, Semayang dan Melintang, Sungai Kedang Kepala, Muara Kaman sampai
Muara Pahu.
c. Podsolik merah kuning dengan bahan batuan
endapan terdapat di pegunungan lipatan yang penyebarannya merata diseluruh
Mahakam.
d. Kompleks
podsolik merah kuning, latosol dan litosol dengan bahan batuan beku, endapan
dan metamorf terdapat menyebar di bagian hulu Mahakam.
Luas masing-masing jenis tanah yang
terdapat di DAS Mahakam dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Jenis batuan
penyusun DAS Mahakam didominasi oleh batuan sedimen liat berlempung, disamping
itu terdapat pula kandungan batuan endapan tersier dan batuan endapan kwarter. Hal
ini menyebabkan banyaknya sumberdaya mineral yang ditemukan di DAS Mahakam,
antara lain emas, batu bara, pasir kuarsa, oksida besi, minyak dan gas.
DAS Mahakam
termasuk daerah katulistiwa yang dipengaruhi oleh iklim tropis basah serta
mempunyai curah hujan yang tinggi, yaitu antara 1800 – 3000 mm / tahun atau
rata-rata tiap bulan di atas 150 mm. Berdasarkan curah hujan tahunan, DAS
Mahakam dapat dibagi dalam 3 (tiga) golongan daerah, yaitu :
1. Derah
hilir, dengan curah hujan antara 1800 – 2000 mm / tahun.
2. Daerah
tengah, dengan curah hujan 2000 – 2400 mm / tahun.
3. Daerah
hulu, dengan curah hujan 2400 – 3000 mm / tahun.
b. Kondisi
penggunaan lahan
Penggunaan lahan
di DAS Mahakam berdasarkan Peta Citra Satelit Landsat TM Skala 1 : 250.000
tahun 2000, bervariasi. Jenis penggunaan lahan terdiri dari : hutan, semak,
rawa, tambak, tegalan, kebun, sawah, ladang, permukiman dan lahan kosong.
Penggunaan lahan terbesar adalah hutan dengan luas 3.906.627,89 Ha atau 50,67
persen dari luas DAS, selanjutnya semak dengan luas 1.359.961,42 Ha atau 17,64
persen dari luas DAS, dan sisanya merupakan tanah rawa, tambak dan areal
budidaya lainnya (analisis tim LIPI Geoteknologi Bandung, 2011).
Kondisi DAS
Mahakam pada tahun 1962 ( Suryadiputra et. al, 2000 ), sekitar 86 persen wilayah
ini masih tertutup oleh hutan, sedangkan berdasarkan Peta Kawasan Hutan Propinsi Kaltim,
Departemen Kehutanan, pada 15 Maret 2001, wilayah DAS yang masih tertutup oleh
hutan diperkirakan sekitar 61 persen atau seluas 40.761 km 2 , yang terdiri
dari hutan lindung (18,78%), hutan suaka alam dan wisata (14,77 %), hutan
produksi terbatas (31,68 %), hutan produksi tetap (34,79 %) dan hutan untuk
pendidikan dan penelitian. Kondisi ini berpengaruh terhadap :
• Erosi dan sedimentasi,
• Pendangkalan pada danau, retarding basin dan waduk,
• Kenaikan fluktuasi debit maksimum
dan minimum sungai,
• Penurunan hasil perikanan sungai,
• Meningkatnya mortalitas satwa
yang dilindungi.
c.
Kualitas air sungai
Mahakam
Pada kondisi
normal, konsentrasi bahan polutan nitrogen (N) dan phosporus
(P) mulai dari Muara Pahu hingga Samarinda umumnya masih jauh dibawah
ambang batas baku mutu yang ditetapkan, namun untuk konsentrasi padatan
tersuspensi total ( total suspended solid -TSS) baik pada kondisi normal maupun
banjir telah berada diatas ambang batas. Pada kondisi banjir konsentrasi amonia
(NH 3 ) tinggi pada daerah DAS Kaman,
Belayan dan Siran sedangkan kadar
phospat (PO 4), tinggi pada
daerah Muara pahu sampai Samarinda . Tingginya kadar NH 3 dan PO 4 diperkirakan akibat pembusukan
tumbuhan dan pencucian lahan pada kondisi banjir. Tingginya nilai-nilai
tersebut menggambarkan pencemaran di sungai Mahakam sudah cukup tinggi. Beban
polutan yang ditimbulkan oleh DAS Kaman, Siran dan Belayan perlu diwaspadai.
DAS
Sungai Barito
a.
Kondisi Fisik
Secara
administrasi kewilayahan DAS Barito terdapat dan tersebar di dua Propinsi yaitu
bagian hulu terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah serta bagian tengah dan hilirnya
terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan.
DAS Barito Bagian Hulu (Provinsi
Kalimantan Tengah)
Secara geografis
DAS Barito Bagian Hulu terletak antara 114°37’51” BT sampai dengan 114°55’07”
BT BT dan 1°01’20” LU sampai dengan 1°34’45” LS dengan luas keseluruhan adalah
4.390.072,5 ha, yang meliputi 4 Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu
Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, dan Murung raya. Gambaran
pembagian wilayah hidrologis (Sub DAS) pada DAS Barito Bagian Hulu dapat
dilihat pada Gambar 5.
Kemiringan lereng
DAS Barito bagian hulu memiliki kemiringan yang cukup bervariasi, yaitu mulai
datar sampai dengan sangat curam dengan kelerengan dari 0 % sampai diatas 40 %.
Tingkat kelerengan ini mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya aliran
permukaan, erosi dan sedimentasi sebagai salah satu faktor penentu tingkat kerusakan
dan produktivitas lahan. Semakin tinggi tingkat kelerengan suatu DAS, maka akan
semakin besar potensi terjadinya kerusakan lahan dan menurunnya produktivitas
lahan di DAS tersebut.
Jenis tanah
yang terdapat di DAS Barito bagian hulu dapat dibedakan menjadi tujuh kelompok
jenis tanah yaitu alluvial, laterik, lithosol, organosol glei humus, podsolik
merah kuning, podsolik merah kuning dan podsol, dan regosol-podsol. Jenis tanah
yang mendominasi adalah podsolik merah kuning yaitu seluas 1.583.809,6 ha yang
tersebar hampir di seluruh DAS kemudian jenis tanah laterik seluas 1.559.774,7
ha. Kondisi penutupan lahan DAS Barito bagian hulu berdasarkan hasil
interpretasi citra landsat tahun 2009 terdiri dari hutan lahan kering sekunder
yang meliputi hamper dikeseluruhan daerah yaitu seluas 1.861.014,1 ha atau
42,39 persen, selanjutnya hutan lahan kering primer dengan luas 801.363,8 ha
(18,25 %) dan pertanian lahan kering campur semak yaitu 479.170,2 ha (10,91 %).
Dari tipe peta
ekoregion diatas (ada 8 tipe) kemudian di overlay dengan peta tipe hutan
sehingga menghasilkan peta klasifikasi tipe hutan kalimantan (ada 10 klas tipe hutan).
Tipe peta hutan (historic) yang ada di Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 2.
Dari peta tipe vegetasi hutan diatas kemudian di overlay dengan tutupan hutan
terakhir (hasil klasifikasi citra landsat antara tahun 2006 – 2007) yang
menghasilkan peta tipe hutan sisa (forest remaining Type) yang ada di Pulau
Kalimantan (Gambar 3).
Gambar
2. Peta Klasifikasi Tipe Hutan Kalimantan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar