Kamis, 12 Februari 2015

KLASIFIKASI MEDAN UNTUK STUDI GEOGRAFI



Klasifikasi medan secara detail untuk studi erosi yaitu menggunakan peta erosi. Peta erosi ini dapat menunjukkan jenis erosi dan aktivitas erosi, tipe dan derajat/tingkat dari aktivitas, perkiraan tingkat degradasi per unit, efek erosi sepanjang waktu, kerawanan erosi diperoleh dari ekstrapolasi peta erosi aktual, dan kerawanan erosi menggunakan berbagai parameter (dengan pendekatan numerik).
Dalam klasifikasi medan rinci (detail) atau di peta geornorphological, berbagai rincian, termasuk gerakan erosi dan massa, dijelaskan dengan simbol garis. Memisahkan simbol yang berkaitan dengan erosi dari yang lain, terdapat pada peta erosi sederhana. Misalnya, peta dapat menunjukkan di mana erosi terjadi, jenis erosi, dan tingkat aktivitasnya. Gerakan massa dan zona akumulasi terkait dengan erosi juga harus ditunjukkan (peta tipe I).
Jenis peta selanjutnya akan memungkinkan klasifikasi medan menjadi unit-unit yang menampilkan intensitas atau frekuensi yang sama berkaitan dengan jenis tertentu atau kombinasi jenis erosi. Peta erosi kemudian akan menggambarkan; 1) jenis erosi dan lokasinya, ditunjukkan oleh berbagai simbol garis, 2) satuan medan memiliki intensitas erosi yang sama, ditunjukkan oleh simbol-simbol daerah, dan 3) subdivisi dibuat atas dasar perbedaan batuan, sehingga dapat diketahui pengaruh perbedaan pada aktivitas erosi dan praktik konservasi. Seperti peta erosi (peta jenis ll) akan mengungkapkan daerah yang sedang dalam bahaya akut dan sangat berguna dalam perencanaan pengembangan yang mendesak (pembangunan jalan, dll). Luas area, dinyatakan dalam m2, masing-masing unit erosi, dapat dicatat dalam legenda.
Menurut metode ini daerah penelitian diklasifikasikan ke dalam satuan medan (kecil) yang seragam dengan penyampaian materi ke sungai (sedimen daerah pengiriman) atau lereng bawah daerah, sebagai akibat dari erosi dan atau pergerakkan massa. Pendekatan ini akan memungkinkan hasil sedimen relatif dari daerah untuk didefinisikan. Jika klasifikasi mutlak medan diperlukan, debit jangka panjang dan data hasil sedimen untuk beberapa daerah yang dipilih juga sangat penting. Cek lapangan yang berkaitan dengan erodibilitas dari berbagai satuan medan juga mungkin dilakukan. Lokasi uji harus ditetapkan untuk tujuan ini (misalnya untuk simulasi curah hujan). Kemudian dapat dilakukan serangkaian pengukuran untuk mendapatkan klasifikasi medan mutlak berkaitan dengan kerentanan erosi (erodibilitas).
Kemajuan erosi, baik linear dan areal, dapat dipelajari di lapangan agar lebih akurat, meskipun cukup melelahkan. Hal ini dapat juga dilakukan pada batas tertentu, yang dapat dianalisis dan dipetakan berdasarkan foto udara. Setelah menafsirkan foto yang tersedia secara individual, kemudian diinterpretasikan (setelah koreksi untuk skala dan perpindahan bantuan telah dibuat). Perluasan atau stabilisasi fitur erosi linear dan areal terjadi selama periode antara dua pertanggungan foto yang ditunjukkan pada interpretasi peta foto-foto yang lebih tua menggunakan warna yang berbeda (peta Jenis III).

Materi 2: klasifikasi medan untuk pemetaan bencana alam
Pemetaan bencana alam dapat diperoleh dari klasifikasi bentang lahan secara detail atau peta geomorfologi yang digabung dengan informasi lainnya dari berbagai sumber. Peta klasifikasi bentang lahan yang khusus perlu disiapkan untuk membantu pemetaan bencana alam. Bencana alam diantaranya:
  1. Bahaya vulkanik
  2. Kerusakan alam akibat bencana alam (gempa bumi dan amblesan tanah)
  3. Rock fall, rock slide atau bahaya lapisan tanah
  4. Banjir
  5. Erosi
  6. Musim kemarau
Bencana vulkanik, termasuk di dalamnya aliran lava, sedimentasi dari awan panas melalui udara atau sebagai lahar (aliran lumpur vulkanik), runtuhnya atau hilangnya bagian dari bentang lahan selama atau setelah erupsi vulkanik, dan disertai gempa bumi. Untuk mempetakan fenomena ini, dilakukan dengan prinsip yang sama saat melakukan survei untuk erosi, meliputi:
a.       Survei langsung pada tempat/ lokasi serta tipe bencana
b.      Identifikasi zona yang rawan.
Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi gunung berapi aktif, perubahan perilaku gunung berapi, kehadiran fumarol, sulfatara dan mata air panas, patahan, kemiringan lereng, irisan dan pemisahan (oleh sungai) efflata yang menutupi lereng.
Kerentanan akibat bahaya gempa juga perlu diperhatikan. Sama halnya dengan zona pada suatu pertemuan titik patahan. Amblesan tanah (penurunan tanah), perlu diketahui penyusun tanah yang ambles tersebut, seperti:
a.       Batuan yang mudah larut (gamping)
b.      Partikel tanah yang gampang lepas
c.       Pasir dan material yang mudah dilalui.
Penurunan/pengamblesan dapat disebabkan oleh pengambilan air, gas atau minyak pada proses penambangan. Partikel tanah yang mudah terlepas dan gampang dilewati biasanya pada bagian yang dekat belokan (cekungan). Pertambahan ukuran cekungan pada jurang akibat proses erosi, dapat menyebabkan terjadinya amblesan (penurunan tanah).
Rock falls, rock slides dan bahaya lapisan tanah diakibatkan oleh perpindahan massa yang terjadi di daerah lereng/tebing yang curam, terutama di batu pasir dan batu gamping. Lokasi lereng/tebing curam, juga kerentanan bahaya termasuk didalamnya bagaimana batuan tersebut saling terikat perlu diketahui. Misalnya proses erosi alur dan erosi lateral sungai pada tebing cabang.
Aktivitas manusia termasuk proses konstruksi jalan atau penambangan batuan untuk bahan bangunan atau peningkatan aliran air akan mengakibatkan tidak stabilnya lereng dan menimbulkan kerawanan bencana akibat perpindahan massa (pergerakan massa batuan). Yang harus dipastikan adalah peta yang memperhatikan zona bahaya atau rawan bahaya.
Banjir juga terjadi di jurang, sehingga terbentuk dataran banjir dari sepanjang teras sungai. Bahaya banjir tergantung pada area tangkapan dan jurang, pola aliran intensitas hujan dan durasinya, permeabilitas tanah, kapasitas infiltrasi, dan vegetasi.
Keberadaan selokan dan lahan tandus yang disertai dengan konservasi tanah yang memadai, penting untuk dianalisis apalagi jika keduanya diindikasikan mempercepat erosi air dan transport sedimen. Sejumlah besar tanah dan serpihannya akan melalui tanah dan didepositkan/ dikumpulkan pada lahan yang landai dan reservoir. Pemetaan proses ini dan area yang dipengaruhinya penting dilakukan, karena area ini dapat menjadi ancaman untuk kedepannya dan untuk area lain yang berdekatan dengannya pun dapat rusak.
Ancaman kekeringan, terutama pada zona semi-arid (lahan semi gersang), dapat dianalisis dengan foto udara, melalui ketidakberadaan vegetasi, adanya tanaman xerophyllic, kehadiran skeleton hewan dan bentukan akibat proses eolin yang terlihat (gurun). Ancaman kekeringan dapat diprediksi, termasuk melalui bentuk permukaan. Hal ini dapat dilakukan pada:
1.      Area dengan tekstur tanah yang kasar dan material organik yang sedikit.
2.      Area yang lebih tinggi dengan level permukaan air tanahnya yang rendah.
3.      Posisi area dan hubungannya pada zona kering terdekat.
4.      Penurunan densitas vegetasi dan atau perubahan pada tipe vegetasi akibat penggembalaan.
5.      Aktifitas manusia seperti pengeboran air, yang menyebabkan turunnya level permukaan air tanah dan dapat menimbulkan masalah kekeringan pada masa depan.

Materi ke 3: klasifikasi medan untuk material permukaan (sirtu/pasir batu)

Penggunaan foto udara dapat membantu untuk mengetahui klasifikasi medan dalam pemanfaatannya. Salah satu contoh manfaat dari penggunaan foto udara adalah untuk membantu dalam kontruksi bangunan, jembatan, jalan, dan lain-lain.
Sebagai contoh pemanfaatannya adalah:
1.      Tanah yang bertekstur pasir debu dan mengandung liat dapat dimanfaatkan untuk pembuatan batu bata.
2.      Batu pasir untuk pembangunan material gedung.
3.      Jenis batuan dolorite (batuan basalt) digunakan untuk material permukaan jalan, seperti aspal.
4.      Bahan sedimen dari fluvial, fluvio-glasial, dan marine (laut) digunakan untuk pengerasan beton.
5.      Indikasi sumber daya mineral
Dari variasi material permukaan di atas  memungkinkan untuk adanya penjelasan dari klasifikasi medan tersebut.
Sistem Klasifikasi Tanah (Unified Soil Classification System) adalah suatu sistem klasifikasi tanah yang dipakai dalam disiplin ilmu Keteknikan dan Geologi untuk mendiskripsi tekstur dan ukuran butir tanah. Sistem klasifikasi dapat diterapkan untuk semua material yang tidakterkonsolidasi, dan diwakili dengan simbol huruf, yaitu sebagai berikut:
Huruf
Parikel
Partikel
G
Gravel
Batu  (> 2 mm)
S
Sand
Pasir (0,062-2 mm)
M
Silt
Lanau (0,002-0,062 mm)
C
Clay
Lempung (< 0,002 mm)
O
Organic
Organik

Material sandy silt yang berwarna kehitaman berasal dari longsoran dapat dibuat untuk pembuatan batu bata. Cara pengolahannya dapat dilakukan dengan menyaring ukuran dan dilakukan pencucian. Selanjutnya diletakkan pada media pembuatan cetakan batu bata. Batu bata dikeringkan dengan cara oven atau dibakar sampai berubah warna menjadi kemerahan.
Batuan gamping sangat bernilai untuk material pembangunan rumah. Patahan atau lempengan batu gamping yang kurang padat cenderung terdapat di dasar lembah dan lebih mudah untuk digali.
Batuan dolorite terdiri dari ukuran kecil dan sedang. Batu tersebut dapat dipindahkan, disaring, dan dihancurkan, sehingga dapat berfungsi sebagai materal pembangunan jalan. Berdasarkan data lapangan dan hasil analisis laboratorium, dapat ditentukan lokasi yang memiliki banyak kandungan material tersebut.
Material dari fluvial, fluvio-glasial, dan marine deposit terdiri dari pasir dan kerikil yang berfungsi untuk bahan kontruksi. Percampuran antara kerikil, pasir dan kuarsa ukuran sedang dalam rasio 40-60% sangat cocok untuk pembuatan beton. Deviasi dari rasio tersebut mengahsilkan limbah. Material fluvio-glasial yang angular berfungsi untuk penggunaan lain.
Sumber daya mineral biasanya berada dipermukaan yang dapat diidentifikasi melalui foto udara. Keberadaannya biasanya berhubungan bentuk topografi. Contohnya adalah:
a.       Pada daerah endapan terdapat serbuk emas pada deposit teras fluvial.
b.      Bahan hasil pelapukan contohnya bauksit dan kaolin berada di daerah lapisan tua.
c.       Pada basin deposit terdapat gambut dan batuan garam.
d.      Daerah vulkanik mengandung sulfur
e.       Daerah patahan dan pengayaan mengandung aspal dan besi.

Materi ke 4: Klasifikasi medan untuk keterlintasan medan
Survei geomorfologi sering menjadi titik awal yang baik untuk kajian keterlintasan medan. Pada beberapa inventarisasi diperlukan investigasi:
1.      Keterjalan dan bentuk kemiringan jalan yang ingin dibangun
2.      Pemotongan bagian kemiringan jalan yang ingin dibangun.
3.      Stabilitas batuan dan tanah
4.      Aktivitas geomorfologi terhadap kemiringan lereng
5.      Ketersediaan material konstruksi
Dalam mendesain sebuah jalan harus mempertimbangkan tujuan dan type jalan tersebut. Contohnya adalah jalan tol, jalan raya. Hal yang harus diperhatikan adalah kemiringan lereng dan kelengkungan.
Pengurangan bagian pada kemiringan lereng sangat penting untuk lokalisasi jalan kedepannya.  Misalnya jalan yang dilintasi sungai dibuat jembatan untuk mengurangi waktu dan biaya. Contoh selanjutnya adalah pemotongan batuan keras membutuhkan biaya yang tinggi  dan biaya pemeliharaan yang tinggi juga.
Analisis pemetaan medan harus memperhatikan stabilitas tanah dan batuan. Hal ini berkaitan dengan frekuensi dan muatan yang akan dilewati. Dilakukan pengukuran instrument seperti tekstur tanah untuk melihat kestabilan dan mencegah kemungkinan terjadinya longsor sehingga dapat dihindari dalam pembangunan jalan. Lokasi yang bergambut atau tanah berlumpur atau tanah liat. Selain itu memperhatikan air tanah dan drainase.
Studi geomorfologi diperlukan dalam pembangunan jalan pada daerah lereng. Klasifikasi medan dapat diukur menurut ketidakstabilan lereng, seperti:
a.       Gerakan massa: runtuhan dan longsoran batu serta erosi
b.      Erosi jurang dan erosi sungai
c.       Potensi banjir di daerah teras dan kipas alluvial.
Hal tersebut penting untuk menghindari konstruksi jalan yang berliku-liku dengan waktu yang lama serta biaya yang tinggi.

Materi 5: Klasifikasi medan untuk studi pantai
Klasifikasi medan untuk wilayah pesisir melibatkan dua aspek yaitu statika dan dinamis. Berdasarkan pendekatan statis (menggunakan cakupan foto udara tunggal), situasi saat ini memenuhi syarat untuk dipetakan. Aspek dinamis berkaitan khusus dengan perubahan-perubahan pesisir yang disebabkan oleh abrasi, sedimentasi, pelanggaran, regresi, transportasi pantai panjang, konstruksi buatan manusia, (dan perubahan sub-sequent dari waktu ke waktu mengenai kedua konstruksi, dan pengaruhnya terhadap fisik lingkungan) dan perubahan penggunaan lahan sebagai akibat dari perubahan ekonomi fisik dan sosio lingkungan. Perubahan ini dapat diidentifikasi dan dikuantifikasi dengan menggunakan foto udara yang berurutan.
Abrasi merupakan hasil dari kekuatan transgressive terkait dengan perubahan sealevel (penurunan tektonik) pada arus laut dan efek erosi berikutnya. Sedimentasi di sepanjang pantai mungkin memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan. Deposit lumpur dan pasir dalam bentuk mudflats dan off-shore bar (bank pasir) dapat mempengaruhi hidrologi dan vegetasi alam suatu daerah sehingga hal tersebut (pertanian) memiliki potensi penggunaan lahan. Abrasi dan pengaruh perencanaan sedimentasi, mengatur keberadaan konstruksi manusia seperti tanggul, dermaga dan pelabuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar