Kamis, 22 November 2012

HORMON AUKSIN


Istilah auksin berasal dari bahasa Yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan  koleoptil oat kearah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Konsentrasi auksin tertinggi dijumpai pada meristem (akar, batang) yang aktif tumbuh dan daun muda. Auksin diangkut dari daerah meristem konsentrasinya semakin rendah, demikian juga pada jaringan yang telah dewasa dan telah berhenti memanjang. Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan pemanjangan sel. Pada permukaan akar, auksin akan mempengaruhi jaringan meristem primordial akar dalam jaringan batang (Latunra dkk., 2012).
Oleh karena itu, untuk melihat dan memahami lebih lanjut mengenai pengaruh hormon tumbuh (auksin) terhadap tumbuhan, maka percobaan ini perlu dilakukan.
            Hormon dari bahasa Yunani “hormoenin” artinya menggiatkan. Hormon selain ditemukan pada hewan juga terdapat pada tanaman. Hormon pada tanaman disebut fitohormon atau hormone tumbuhan didefinisikan sebagai senyawa organik yang disintesis secara endogen dalam tanaman yang dalam konsentrasi sangat kecil (mikromolar) dapat menginduksi serangkaian reaksi fisiologis menuju kesuatu pola pertumbuhan yang spesifik. Hormon bekerja dalam menginduksi pertumbuhan dalam konsentrasi yang tepat, jika konsentrasi berlebih atau kurang maka hormon akan menghambat pertumbuhan (Latunra dkk., 2012).
Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan  koleoptil oat kearah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Konsentrasi auksin tertinggi dijumpai pada meristem (akar, batang) yang aktif tumbuh dan daun muda. Auksin diangkut dari daerah meristem konsentrasinya semakin rendah, demikian juga pada jaringan yang telah dewasa dan telah berhenti memanjang. Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan pemanjangan sel. Pada permukaan akar, auksin akan mempengaruhi jaringan meristem primordial akar dalam jaringan batang (Latunra dkk., 2012).
Auksin yang ditemukan Went, yang kini diketahui sebagai Indol Asetat Acid (IAA) atau Asam Indole Asetat dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1990).
            Asam 4 kloroindol asetat ditemukan pada biji muda berbagai jenis kacang-kacangan. Asam fenilasetat (PAA) ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan dan sering lebih banyak jumlahnya dari pada IAA, walaupun kurang aktif dalam menimbulkan respon IAA. Asam indol butirat merupakan senyawa yang ditemukan belakangan. Senyawa ini ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil, sehingga kemungkinan besar zat tersebut tersebar luas pada dunia tumbuhan (Tjitrosoma, 1984).
            Selain senyawa-senyawa tersebut diatas, ada tiga senyawa lainnya yang ditemukan pada banyak tumbuhan dan mempunyai aktivitas auksin yang tinggi. Ketiganya mudah teroksidasi menjadi IAA invivo dan barangkali hanya aktif setelah peralihan tersebut. Ketiga senyawa tersebut belum dikelompokkan sebagai auksin. Mereka adalah indolasetaldehid, indolsetonitril dan indoletanol. Masing-masing memiliki struktur serupa dengan auksin, hanya saja mereka tidak memiliki gugus karbonil (Salisbury dan Ross, 1995).
            Pengangkutan IAA sebagai hormon dari jaringan ke jaringan yang lain berbeda dengan pengangkutan atau pergerakan gula, ion, dan linarut tertentu lainnya. IAA biasanya tidak dipindahkan melalui tabung tapis floem atau melalui xilem, tetapi terutama melaui sel parenkim yang bersinggungan dengan berkas pembuluh. IAA akan bergerak melalui tabung tapis jika diberikan dipermukaan daun yang cukup matang untuk mengangkut gula kelur, tetapi biasanya pengangkutan pada batang dan tangkai daun berasal dari daun muda menuju arah bawah sepanjang berkas pembuluh (Kimball, 1999).
            Cara pengangkutan auksin atau IAA ini memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda dengan pengangkutan floem. Beberapa keistimewaan tersebut antara lain (Goldsworhty dan Fisher, 1992) :
1.      Pergerakan auksin itu lambat
Pergerakan auksin hanya sekitar 1 cm/jam di akar dan di batang tumbuhan.
2.      Pengangkutan berlangsung secara polar
Pada batang arahnya lebih sering batipetal (mencari dasar), tanpa menghiraukan dasar tersebut berada dalam posisi normal ataupun terbalik. Pengangkutan diakar juga berlangsung secara polar, tetapi arahnya akropetal (mencari apex atau ujung).
3.      Pengangkutan memerlukan energi hasil metabolisme
Pergerakan auksin ini memerlukan energi metabolisme berupa adenosine triphospat (ATP). Hal ini ditunjukkan dengan terhambatnya pergerakan auksin apabila ditemukan zat-zat penghambat sintesa ATP. Zat-zat penghambat tersebut antara lain adalah asam 2,3,5-triodobenzoat (TIBA) dan asam alfa naftilamat (NPA). Meskipun kedua senyawa tersebut tidak terlibat langsung dalam penghambatan pergerakan senyawa auksin, namun senyawa-senyawa tersebut sering disebut senyawa antiauksin.
            IAA terdapat pada akar, pada konsentrasi yang hamper sama dengan konsentrasi dibagian tumbuhan yang lain. Diperkirakan, sel akar umumnya mengandung cukup atau hampir cukup auksin untuk memanjang secara normal. Banyak potongan kar tumbuh selama beberapa minggu atau beberapa hari secara invitro tanpa penambhan auksin. Hal ini menandakan bahwa kebutuhan auksin pada akar tersebut sudah terpenuhi dari hasil sintesis sendiri (Lakitan, 1993).
Setelah mencoba menginduksi pembungaan dengan cara membuat variasi suhu, kelembapan, dan nutrisi mineral, Garner dan Allard mempelajari bahwa pemendekan siang hari pada musim dinginlah yang merangsang tumbuhan Maryland berbunga. Jika tumbuhan itu dpelihara dalam kotak yang kedap cahaya sehingga lampu dapat digunakan untuk memanipulasi durasi siang dan malam, pembungaan akan terjadi jika panjang siang hari adalah 14 jam atau lebih pendek. Tumbuhan ini tidak berbunga selama musim panas, karena posisi garir lintang di Maryland, sehingga siang hari terlalu panjang selama musim itu (Lakitan, 1993).
Peranan auksin (Latunra dkk., 2012):
a.    Pembentukan dan perkembangan buah
Pada tumbuhan angiospermae, pembentukan biji diawali oleh penyerbukan. Saat biji mulai berkembang, biji mengeluarkan auksin ke bagian-bagian bunga sekitarnya, dengan demikian merangsang pembentukan buah.

b.      Dominasi apikal
Pada umumnya pertumbuhan ujung pucuk suatu tumbuhan menghambat perkembangan kuncup lateral di batang sebelah bawah, Pada pohon yang membentuk batang tunggal dan lurus, misalnya pinus, dominasi apikalnya sangat jelas terlihat.
c.       Absisi
       Baibach Cs (1933_) menemukan peranan auksin dalam mencegah gugurnya daun dan buah. Daun dan buah muda membentuk auksin, dan selama itu tetap kuat menempel pada batang.
d.      Permulaan akar
        Auksin juga merangsang pembentukan akar liar pada banyak spesies. Akar liar tumbuhan dari batang atau daun dan bukan dari sistem akar tumbuhan yang biasa.
            Para ahli fisiologi telah meneliti pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar lazim, yang membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan system tajuk. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan kar. Bila daun muda dan kuncup, yang mengandung banyak auksin, dipangkas maka jumlah pembentukan akar sampling akan berkurang. Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin, maka kemampan membentuk akar sering terjadi kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
            Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu, misalnya tanaman apel (Pyrus malus), telah membentuk primordia akar liar terlebih dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus atau bagian bawah cabang diantara nodus. Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-masing mengandung sampai 100 primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya kan mampu menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury dan Ross, 1995).          
            Pentingnya proses pembungaan menyebabkan banyak ahli fisiologi tumbuhan mencoba mencari apa yang memulainya. Dalam beberpa kasus, rangsangan semata-mata tampaknya dari dalam, seperti pada varietas tomat tertentu secar otomasis membentuk primodial bunga setelah terbentuk 13 ruas pada batang yang tumbuh (Lakitan, 1993).


DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D., 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Goldsworthy, F.R., dan Fisher, 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, UGM Press, Yogyakarta.

Kimball, J.W., 1999. Biologi Jilid 2, Erlangga, Jakarta.

Lakitan, B., 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada,
            Jakarta.

Latunra, A.I., Eddyman W. F., Elis T., 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Salisbury, F.B. dan Cleon W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.

Tjitrosoma, S.S., 1984. Botani Umum 3, Angkasa, Bandung.


1 komentar:

  1. biasakan sertakan daftar pustaka. karena kamu mengutip tulisan milik orang lain yang sudah di hak cipta. terima kasih

    BalasHapus