Selasa, 27 Desember 2011

INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL KEANEKARAGAMAN BENTOS DI EKOSISTEM PERAIRAN




Ekosistem perairan pesisir di Indonesia merupakan kawasan yang akhir-akhir ini mendapat perhatian cukup besar dalam berbagai kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan di Indonesia.  Wilayah ini kaya dan memiliki beragam sumber daya alam yang telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani.  Dahuri (2002), meyatakan bahwa secara empiris wilayah pesisir merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup perikanan laut dan pesisir, transportasi dan pelabuhan, pertambangan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah (Resosoedarmo, 1993).
Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi.  Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar.  Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar.  Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Resosoedarmo, 1993).
Ekosistem merupakan suatu sistem di alam dimana terdapat hubungan timbal balik antar organisme dengan organisme lainnya, juga dengan linkungannya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung ukuran tetapi ditekankan pada kelangkapan komponennya (Umar, 2009).
Berdasarkan atas habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat (terrestrial) dan ekosistem perairan (akuatik). Di dalam suatu ekosistem perairan, kita dapat menganal komponen-komponennya berdasarkan cara hidupnya yaitu, bentos, perifiton, plankton, nekton, dan neuston. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan adalah bentos (Umar, 2009).
Cairns et al pada tahun 1971 mengembangkan suatu metode yang sederhana, tetapi cukup baik untuk mengestimasi keanekaragaman biologis secara relatif, yang disebut” Squential Comparison Index” atau disingkat dengan S.C.I (Persoone & De Pauw, 1978). Indeks keanekaragaman ini dalam bahasa Indonesia disebut Indeks Perbandingan Sekuensial (I.P.S). Menurut ahli tersebut di atas bahwa indeks ini dapat memenuhi keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem, misalnya sungai, kolam, danau, dan laut. Cara ini tidak memerlukan keterampilan untuk mengidentifikasi hewan-hewan dalam komunitas, sehingga dapat menghemat waktu dan pekerjaan (Umar, 2009).
Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya.  Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Karena hewan bentos terus menerus terdesak oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro.  Kelompok ini lebih dikenal dengan bentos (Odum, 1993).
Bentos sering dijadikan uji parameter terhadap permasalahan lingkungan seperti pencemaran, sebab jenis biota laut tersebut hidup di dasar laut dan cenderung sangat lambat pergerakannya dibandingkan jenis lainnya seperti ikan. Disamping itu bentos sangat sensitif dan peka terhadap suatu perubahan dalam air (Odum, 1993).
Bentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan.  Montagna menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Sumarwoto, 1980).
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik.  Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos.  Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (Sumarwoto, 1980).
Berdasarkan kebiasaan hidup organisme dbedakan sebagai berikut (Sumarwoto, 1980):
1.            Plankton adalah organisme yang biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerakan aliran air.
2.         Nekton adalah hewan yang aktif berenang dalam air. Misalnya, ikan.
3.            Neuston adalah organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
4.            Perifiton adalah tumbuhan atau hewan yang melekat atau bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
5.            Bentos adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat melekat atau bergerak bebas, misalnya cacing.
Keseimbangan ekosistem perairan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu unsur-unsur penyusunnya terdiri atas komposisi yang ideal ditinjau dari segi jenis dan fungsinya yang membentuk suatu rantai makanan di dalam perairan tersebut.   Faktor lainnya yang menentukan keseimbangan ekosistem perairan adalah proses-proses yang terjadi di dalamnya baik yang bersifat biologi, kimia dan fisika berlangsung dalam kondisi yang ideal pula dan membawa pengaruh yang tidak membahayakan bagi kehidupan di dalam perairan tersebut (Resosoedarmo, 1993).
Kestabilan ekosistem perairan berarti kemampuan ekosistem tersebut mempertahankan keseimbangannya dalam menghadapi perubahan atau guncangan yang disebabkan oleh pengaruh dari luar.  Suatu ekosistem perairan dengan tingkat keseimbangan yang bersifat fluktuatif akan memberikan dampak yang cukup nyata bagi kehidupan yang berada di dalamnya, sehingga dengan sendirinya akan menjadi suatu tempat yang tidak kondusif bagi organisme yang hidup di dalam ekosistem perairan tersebut. Bentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan bentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik.  Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan (Setiadi, 1989). 
Struktur komunitas bentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas. Sedangkan secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan bentos adalah faktor fisika-kimia lingkungan perairan, diantaranya (Setiadi, 1989):
1.      Penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air.
2.      Substrat dasar, kandungan unsur kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hidrogen (pH).
3.      Nutrien. 
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal.  Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan.  Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan organisme perairan (Odum, 1993).
Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi bentos.  Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh bentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut kedalaman.  Pada perairan yang lebih dalam bentos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar.  Karena itu bentos yang hidup di perairan yang dalam ini tidak banyak (Setiadi, 1989).
Berbagai jenis bentos ada yang berperan sebagai konsumen primer dan ada pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang lebih tinggi.  Pada umumnya, bentos merupakan makanan alami bagi ikan-ikan pemakan di dasar ("bottom feeder") (Setiadi, 1989).
Untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif, mengenai jenis-jenis hewan yang hidup dalam suatu perairan, hewan tersebut dapat ditangkap dengan menggunakan berbagai kombinasi berbagai macam cara. Mulai dari penangkapan dengan tangan, pinset, jala maupun alat-alat lainnya. Dalam praktikum ini akan dilakukan pengamblan cuplikan bentos untuk tujuan studi kuantitatif dengan menggunakann alat pengeruk yang disebut Eickman Crab (Umar, 2009).
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik.  Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos.  Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya (Lakitan, 1987):
·         Suhu
·          Arus
·         Oksigen terlarut (DO)
·          Kebutuhan oksigen biologi (BOD)
·          Kimia (COD)
·          Kandungan nitrogen (N)
·          Kedalaman air
·          Substrat dasar
Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan, serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan. Zoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik (Odum, 1993).
Zona litoral memperlihatkan keanekaragaman yang besar dalam kondisi dasar air. Secara beragam, wilayah dibagi lagi berdasarkan hubungan air atau zone pertimbuhan. Biasanya daerah pinggiran atau tepi air sampai batas akar tumbuhan dianggap sebagai zone litoral. Daerah yang memanjang dari batas terendah akar tumbuhan sampai batas penyusupan sinar matahari dikenal sebagai zone sublitoral. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang besar mengenai pendapat dalam pengkelasan zone besar. Setiap zone dalam wilayah litoral memerlukan cara penelitian yang khas dengan menggunakan peralatan yang cocok. Berbagai pengambilan sampel telah dirancang atau dibuat tergantung pada sumber (Lakitan, 1987).

DAFTAR PUSTAKA

Lakitan, B. 1987. Bentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Odum, Eugene.1993. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Resosoedarmo, 1993. Polusi Domestik dan Kualitas Air. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Setiadi, Agus. 1989. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Sumarwono, 1980. Ekologi Perairan. Universitas Padjajaran. Bandung.
Umar, M. Ruslan.2009. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar