Perbedaan
antara imunitas non spesifik dan spesifik adalah imunitas non spesifik
berespons dengan cara yang sama pada paparan berikutnya dengan mikroba,
sedangkan imunitas spesifik akan berespons lebih efisien karena adanya memori
imunologik.
Komponen imunitas
non spesifik
Sistem imun non
spesifik terdiri dari epitel (sebagai barrier terhadap infeksi), sel-sel
dalam sirkulasi dan jaringan, serta beberapa protein plasma.
1. Barrier
epitel
Tempat masuknya
mikroba yaitu kulit, saluran gastrointestinal, dan saluran pernapasan
dilindungi oleh epitel yang berfungsi sebagai barrier fisik dan kimiawi
terhadap infeksi. Sel epitel memproduksi antibodi peptida yang dapat membunuh
bakteri. Selain itu, epitel juga mengandung limfosit intraepitelial yang mirip
dengan sel T namun hanya mempunyai reseptor antigen yang terbatas jenisnya.
Limfosit intraepitelial dapat mengenali lipid atau struktur lain pada mikroba.
Spesifisitas dan fungsi limfosit ini masih belum jelas.
2. Sistem
fagosit
Terdapat 2
jenis fagosit di dalam sirkulasi yaitu neutrofil dan monosit, yaitu sel darah
yang dapat datang ke tempat infeksi kemudian mengenali mikroba intraselular dan
memakannya (intracellular
killing). Sistem
fagosit dibahas dalam bab tersendiri (Bab 6).
3. Sel Natural Killer (NK)
Sel natural
killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba
intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin
untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-γ. Sel NK berjumlah 10% dari total
limfosit di darah dan organ limfoid perifer. Sel NK mengandung banyak granula
sitoplasma dan mempunyai penanda permukaan (surface marker) yang khas.
Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat
mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba. Mekanisme
pengenalan ini belum sepenuhnya diketahui. Sel NK mempunyai berbagai reseptor
untuk molekul sel pejamu (host cell), sebagian reseptor akan
mengaktivasi sel NK dan sebagian yang lain menghambatnya. Reseptor pengaktivasi
bertugas untuk mengenali molekul di permukaan sel pejamu yang terinfeksi virus,
serta mengenali fagosit yang mengandung virus dan bakteri. Reseptor
pengaktivasi sel NK yang lain bertugas untuk mengenali molekul permukaan sel
pejamu yang normal (tidak terinfeksi). Secara teoritis keadaan ini menunjukkan
bahwa sel NK membunuh sel normal, akan tetapi hal ini jarang terjadi karena sel
NK juga mempunyai reseptor inhibisi yang akan mengenali sel normal kemudian
menghambat aktivasi sel NK. Reseptor inhibisi ini spesifik terhadap berbagai
alel dari molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I.
Terdapat 2 golongan reseptor inhibisi sel NK yaitu killer cell
immunoglobulin-like receptor (KIR), serta reseptor yang mengandung protein
CD94 dan subunit lectin yang disebut NKG2. Reseptor KIR mempunyai
struktur yang homolog dengan imunoglobulin. Kedua jenis reseptor inhibisi ini
mengandung domains structural motifs di sitoplasmanya yang dinamakan immunoreceptor
tyrosine-based inhibitory motif (ITIM) yang akan mengalami fosforilasi ke
residu tirosin ketika reseptor berikatan dengan MHC kelas I, kemudian ITIM
tersebut mengaktivasi protein dalam sitoplasma yaitu tyrosine phosphatase.
Fosfatase ini akan menghilangkan fosfat dari residu tirosin dalam molekul
sinyal (signaling molecules), akibatnya aktivasi sel NK terhambat. Oleh
sebab itu, ketika reseptor inhibisi sel NK bertemu dengan MHC, sel NK menjadi
tidak aktif.
Berbagai virus mempunyai mekanisme untuk menghambat ekspresi MHC kelas I pada
sel yang terinfeksi, sehingga virus tersebut terhindar dari pemusnahan oleh sel
T sitotoksik CD8+. Jika hal ini terjadi, reseptor inhibisi sel NK
tidak teraktivasi sehingga sel NK akan membunuh sel yang terinfeksi virus.
Kemampuan sel NK untuk mengatasi infeksi ditingkatkan oleh sitokin yang
diproduksi makrofag, diantaranya interleukin-12 (IL-12). Sel NK juga
mengekspresikan reseptor untuk fragmen Fc dari berbagai antibodi IgG. Guna
reseptor ini adalah untuk berikatan dengan sel yang telah diselubungi antibodi
(antibody-mediated humoral immunity).
Setelah sel NK teraktivasi, sel ini bekerja dengan 2 cara. Pertama, protein
dalam granula sitoplasma sel NK dilepaskan menuju sel yang terinfeksi, yang
mengakibatkan timbulnya lubang di membran plasma sel terinfeksi dan menyebabkan
apoptosis. Mekanisme sitolitik oleh sel NK serupa dengan mekanisme yang
digunakan oleh sel T sitotoksik. Hasil akhir dari reaksi ini adalah sel NK
membunuh sel pejamu yang terinfeksi. Cara kerja yang kedua yaitu sel NK
mensintesis dan mensekresi interferon-γ (IFN-γ) yang akan mengaktivasi
makrofag. Sel NK dan makrofag bekerja sama dalam memusnahkan mikroba
intraselular: makrofag memakan mikroba dan mensekresi IL-12, kemudian IL-12
mengaktivasi sel NK untuk mensekresi IFN-γ, dan IFN-γ akan mengaktivasi
makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah dimakan tersebut (lihat Gambar 4-1).
Tubuh
menggunakan sel T sitotoksik untuk mengenali antigen virus yang ditunjukkan
oleh MHC, virus menghambat ekspresi MHC, dan sel NK akan berespons pada keadaan
dimana tidak ada MHC. Pihak mana yang lebih unggul akan menentukan hasil akhir
dari infeksi.
4. Sistem
komplemen
Sistem
komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting dalam
pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim
proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini
yang dinamakan enzymatic cascade.
Aktivasi
komplemen terdiri dari 3 jalur yaitu jalur alternatif, jalur klasik, dan jalur
lektin. Jalur alternatif dipicu ketika protein komplemen diaktivasi di
permukaan mikroba dan tidak dapat dikontrol karena mikroba tidak mempunyai
protein pengatur komplemen (protein ini terdapat pada sel tuan rumah). Jalur
ini merupakan komponen imunitas non spesifik. Jalur klasik dipicu
setelah antibodi berikatan dengan mikroba atau antigen lain. Jalur ini
merupakan komponen humoral pada imunitas spesifik. Jalur lektin
teraktivasi ketika suatu protein plasma yaitu lektin pengikat manosa (mannose-binding
lectin) berikatan dengan manosa di permukaan mikroba. Lektin tersebut akan
mengaktivasi protein pada jalur klasik, tetapi karena aktivasinya tidak
membutuhkan antibodi maka jalur lektin dianggap sebagai bagian dari imunitas
non spesifik.
Protein komplemen yang teraktivasi berfungsi sebagai enzim proteolitik untuk
memecah protein komplemen lainnya. Bagian terpenting dari komplemen adalah C3
yang akan dipecah oleh enzim proteolitik pada awal reaksi complement cascade
menjadi C3a dan C3b. Fragmen C3b akan berikatan dengan mikroba dan mengaktivasi
reaksi selanjutnya. Ketiga jalur aktivasi komplemen di atas berbeda pada cara
dimulainya, tetapi tahap selanjutnya dan hasil akhirnya adalah sama.
Sistem komplemen mempunyai 3 fungsi sebagai mekanisme pertahanan. Pertama, C3b
menyelubungi mikroba sehingga mempermudah mikroba berikatan dengan fagosit
(melalui reseptor C3b pada fagosit). Kedua, hasil pemecahan komplemen bersifat
kemoatraktan untuk neutrofil dan monosit, serta menyebabkan inflamasi di tempat
aktivasi komplemen. Ketiga, tahap akhir dari aktivasi komplemen berupa
pembentukan membrane attack complex (MAC) yaitu kompleks protein
polimerik yang dapat menembus membran sel mikroba, lalu membentuk lubang-lubang
sehingga air dan ion akan masuk dan mengakibatkan kematian mikroba. Sistem
komplemen dibahas lebih lanjut pada Bab 5.
5. Sitokin pada
imunitas non spesifik
Sebagai respons
terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin untuk
memperantarai reaksi selular pada imunitas non spesifik. Sitokin merupakan
protein yang mudah larut (soluble protein), yang berfungsi untuk
komunikasi antar leukosit dan antara leukosit dengan sel lainnya. Sebagian
besar dari sitokin itu disebut sebagai interleukin dengan alasan molekul
tersebut diproduksi oleh leukosit dan bekerja pada leukosit (namun definisi ini
terlalu sederhana karena sitokin juga diproduksi dan bekerja pada sel lainnya).
Pada imunitas non spesifik, sumber utama sitokin adalah makrofag yang
teraktivasi oleh mikroba. Terikatnya LPS ke reseptornya di makrofag merupakan
rangsangan kuat untuk mensekresi sitokin. Sitokin juga diproduksi pada imunitas
selular dengan sumber utamanya adalah sel T helper (TH).
Sitokin diproduksi dalam jumlah kecil sebagai respons terhadap stimulus
eksternal (misalnya mikroba). Sitokin ini kemudian berikatan dengan reseptor di
sel target. Sebagian besar sitokin bekerja pada sel yang memproduksinya
(autokrin) atau pada sel di sekitarnya (parakrin). Pada respons imun non
spesifik, banyak makrofag akan teraktivasi dan mensekresi sejumlah besar
sitokin yang dapat bekerja jauh dari tempat sekresinya (endokrin).
Sitokin pada imunitas non spesifik mempunyai bermacam-macam fungsi, misalnya
TNF, IL-1 dan kemokin berperan dalam penarikan neutrofil dan monosit ke tempat
infeksi. Pada konsentrasi tinggi, TNF menimbulkan trombosis dan menurunkan
tekanan darah sebagai akibat dari kontraktilitas miokardium yang berkurang dan
vasodilatasi. Infeksi bakteri Gram negatif yang hebat dan luas dapat
menyebabkan syok septik. Manifestasi klinis dan patologis dari syok septik
disebabkan oleh kadar TNF yang sangat tinggi yang diproduksi oleh makrofag
sebagai respons terhadap LPS bakteri. Makrofag juga memproduksi IL-12 sebagai
respons terhadap LPS dan mikroba yang difagosit. Peran IL-12 adalah
mengaktivasi sel NK yang akan menghasilkan IFN-γ. Pada infeksi virus, makrofag
dan sel yang terinfeksi memproduksi interferon (IFN) tipe I. Interferon ini
menghambat replikasi virus dan mencegah penyebaran infeksi ke sel yang belum
terkena.
6. Protein
plasma lainnya pada imunitas non spesifik
Berbagai
protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada pertahanan melawan
infeksi. Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan cara
mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan mikroba dan menyelubungi
mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui
jalur lectin. Protein MBL ini termasuk dalam golongan protein collectin
yang homolog dengan kolagen serta mempunyai bagian pengikat karbohidrat (lectin).
Surfaktan di paru-paru juga tergolong dalam collectin dan berfungsi
melindungi saluran napas dari infeksi. C-reactive protein (CRP) terikat
ke fosforilkolin di mikroba dan menyelubungi mikroba tersebut untuk difagosit
(melalui reseptor CRP pada makrofag). Kadar berbagai protein plasma ini akan
meningkat cepat pada infeksi. Hal ini disebut sebagai respons fase akut (acute
phase response).
Cara kerja respons imun non spesifik dapat bervariasi tergantung dari jenis
mikroba. Bakteri ekstraselular dan jamur dimusnahkan oleh fagosit, sistem
komplemen, dan protein fase akut. Sedangkan pertahanan terhadap bakteri
intraselular dan virus diperantarai oleh fagosit dan sel NK, serta sitokin
sebagai sarana penghubung fagosit dan sel NK.
Penghindaran
mikroba dari imunitas non spesifik
Mikroba patogen
dapat mengubah diri menjadi resisten terhadap imunitas non spesifik sehingga
dapat memasuki sel pejamu. Beberapa bakteri intraselular tidak dapat
didestruksi di dalam fagosit. Lysteria monocytogenes menghasilkan suatu
protein yang membuatnya lepas dari vesikel fagosit dan masuk ke sitoplasma sel
fagosit. Dinding sel Mycobacterium mengandung suatu lipid yang akan
menghambat penggabungan fagosom dengan lisosom. Berbagai mikroba lain mempunyai
dinding sel yang tahan terhadap komplemen. Mekanisme ini digunakan juga oleh
mikroba untuk melawan mekanisme efektor pada imunitas selular dan humoral.
Peran imunitas
non spesifik dalam menstimulasi respons imun spesifik
Selain
mekanisme di atas, imunitas non spesifik berfungsi juga untuk menstimulasi imunitas
spesifik. Respons imun non spesifik menghasilkan suatu molekul yang
bersama-sama dengan antigen akan mengaktivasi limfosit T dan B. Aktivasi
limfosit yang spesifik terhadap suatu antigen membutuhkan 2 sinyal; sinyal
pertama adalah antigen itu sendiri, sedangkan mikroba, respons imun non
spesifik terhadap mikroba, dan sel pejamu yang rusak akibat mikroba merupakan
sinyal kedua. Adanya “sinyal kedua” ini memastikan bahwa limfosit hanya
berespons terhadap agen infeksius, dan tidak berespons terhadap bahan-bahan non
mikroba. Pada vaksinasi, respons imun spesifik dapat dirangsang oleh antigen,
tanpa adanya mikroba. Dalam hal ini, pemberian antigen harus disertai dengan
bahan tertentu yang disebut adjuvant. Adjuvant akan merangsang respons imun non
spesifik seperti halnya mikroba. Sebagian besar adjuvant yang poten merupakan
produk dari mikroba.
Mikroba dan IFN-γ yang dihasilkan oleh sel NK akan merangsang sel dendrit dan
makrofag untuk memproduksi 2 jenis “sinyal kedua” pengaktivasi limfosit T. Pertama,
sel dendrit dan makrofag mengekspresikan petanda permukaan yang disebut
ko-stimulator. Ko-stimulator ini berikatan dengan reseptor pada sel T naif,
kemudian bersama-sama dengan mekanisme pengenalan antigen akan mengaktivasi sel
T (lihat Gambar 4-2). Kedua, sel dendrit dan makrofag mensekresi IL-12.
Interleukin ini merangsang diferensiasi sel T naif menjadi sel efektor pada
imunitas selular (lihat Gambar 4-3).
Mikroba di dalam darah mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif. Pada
aktivasi komplemen, diproduksi C3d yang akan berikatan dengan mikroba. Pada
saat limfosit B mengenali antigen mikroba melalui reseptornya, sel B juga
mengenali C3d yang terikat pada mikroba melalui reseptor terhadap C3d.
Kombinasi pengenalan ini mengakibatkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma.
Dalam hal ini, produk komplemen berfungsi sebagai “sinyal kedua” pada respons
imun humoral.
Sistem Imun Tubuh
sistem imun adalah suatu sistem pertahanan yang ada dalam tubuh organisme
(makhluk hidup)
sistem imun terbagi dua berdasarkan perolehannya atau asalnya, yaitu
1. Sistem imun Non Spesifik (Sistem imun alami)
2. Sistem imun Spesifik (Sistem imun yang didapat/hasil adaptasi)
berdasarkan mekanisme kerjanya, sistem imun terbagi, yaitu:
1. Sistem imun humoral (sistem imun jaringan atau diluar sel, yang berperan
adalah Sel B "antibodi"
2. Sistem imun cellular (sistem imun yang bekerja pada sel yang terinfeksi
antigen, yang berperan adalah sel T (Th, Tc, Ts)
selain itu dalam sistem imun juga dikenal:
1. Komplemem (zat glikoprotein yang berperan membantu kerja sel imun yaitu
sebagai aktivator, mediator, penghancur)
2. Sitokine/limfokim (zat yang dihasilkan oleh sel sel limfosit dan beberapa
sel sistem imun yang mana berperan sebagao motivator dalam sistem imun.
Sistem
pertahanan tubuh (atau sistem imun) adalah sistem tubuh yang khusus dirancang
untuk mempertahankan diri dari masuknya benda asing, baik yang berbahaya maupun
tidak.
Kerja dari sistem imun sendiri cukup menarik, dan dapat dibagi menjadi:
1. Innate immunity, atau sering disebut imunitas alamiah, merupakan
mekanisme pertama yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara
cepat terhadap infeksi mikrobia, dan terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12
infeksi. Mekanisme tersebut melibatkan (1) penghalang fisik dan kimiawi,
seperti epitel dan senyawa antimikrobia yang dihasilkan oleh sel epitel, (2)
sel fagosit (neutrofil dan maktofag) dan sel natural killer, (3) protein
darah, termasuk sistem komplemen dan mediator inflamasi lainnya, dan (4) protein
sitokin yang mengatur sel-sel pada mekanisme ini. Innate immunity
terjadi karena tubuh dapat mengenali struktur mikroba yang masuk, bisa karena
sebelumnya mikroba tersebut sudah pernah menginfeksi tubuh, atau karena
struktur mikroba tersebut mirip seperti struktur mikroba lain yang pernah
menginfeksi tubuh. Kelemahan dari mekanisme ini adalah tidak dapat mengenali
struktur yang sama sekali baru menginfeksi tubuh. Untuk infeksi tersebut, adaptive
immunity yang berperan.
2. Adaptive immunity, atau imunitas spesifik, terjadi ketika innate
immunity gagal menghalau infeksi karena benda asing yang masuk memiliki
struktur yang sama sekali baru bagi tubuh. Mekanisme ini terjadi sekitar
1 hingga 5 hari setelah infeksi. Secara singkat, makanisme ini akan mencoba
membuat "ingatan" baru tentang struktur benda asing yang masuk ke
tubuh, kemudia bereaksi untuk menghalau benda asing tersebut. Sel yang terlibat
pada mekanisme ini adalah limfosit, baik sel T limfosit maupun sel B limfosit. Adaptive
immunity sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah,
yang disebut antibodi. Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit. Mekanisme
imunitas ini ditujukan untuk benda asing yang berada di di luar sel (berada di
cairan atau jaringan tubuh). B limfosit akan mengenali benda asing tersebut,
kemudian akan memproduksi antibodi. Antibodi merupakan molekul yang akan
menempel di suatu molekul spesifik (antigen) di permukaan benda asing tersebut.
Kemudian antibodi akan menggumpalkan benda asing tersebut sehingga menjadi
tidak aktif, atau berperan sebagai sinyal bagi sel-sel fagosit.
b. Imunitas selular, yaitu imunitas yang dimediasi oleh sel T limfosit.
Mekanisme ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa
bakteri dan virus) sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi. T limfosit
kemudian akan menginduksi 2 hal: (1) fagositosis benda asing tersebut oleh sel
yang terinfeksi, dan (2) lisis sel yang terinfeksi sehingga benda asing
tersebut terbebas ke luar sel dan dapat di dilekati oleh antibodi.
SISTEM IMUN
Sistem imun adalah serangkaian molekul,
sel dan organ yang bekerja sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar
yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh
bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan
serangan ini.
Sistem imun memiliki beberapa fungsi
bagi tubuh, yaitu sebagai:
- Penangkal “benda” asing yang masuk ke dalam tubuh
- Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga
keseimbangan komponen tubuh yang telah tua
- Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal,
termutasi atau ganas, serta menghancurkannya.
Sistem imun menyediakan kekebalan
terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon imun adalah suatu cara
yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap masuknya patogen atau
antigen tertentu ke dalam tubuh.
Sistem pertahanan tubuh terbagi atas 2
bagian yaitu:
Pertahanan non spesifik, merupakan garis pertahan
pertama terhadap masuknya serangan dari luar. Pertahanan non spesifik terbagi
atas 3 bagian yaitu :
1. Pertahanan fisik :kulit, mukosa membran
2. Pertahanan kimiawi: saliva,air mata, lisozim(enzim
penghancur)
3. Pertahanan biologis: sel darah putih yang bersifat
fagosit(neutrofil,monosit,acidofil),protein antimikroba dan respon
pembengkakan(inflammatory)
Pertahanan spesifik, dilakukan oleh sel darah putih
yaitu sel darah putih Limfosit. Disebut spesifik karena: dilakukan hanya oleh
sel darah putih Limfosir, membentuk kekebalan tubuh, dipicu oleh antigen (senyawa
asing) sehingga terjadi pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik untuk
antigen tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel dan
anibodi.
KOMPONEN DALAM SISTEM IMUN
Komponen utama dalam sistem imun selain
yang telah disebutkan diatas, adalah sel darah putih. Sistem kekebalan tubuh
berkaitan dengan sel darah putih atau leukosit. Berdasarkan adanya
bintik-bintik atau granular, Leukosit terbagi atas :
- Granular, memiliki bintik-bintik. Leukosit granular
yaitu Basofil, Acidofil/Eosinofil dan Neutrofil.
- Agranular, tidak memiliki bintik-bintik . Leukosit
Agranular yaitu Monosit dan Limfosit.
Selain itu, ada juga sel bernama
Macrophage(makrofag), yang biasanya berasal dari monosit. Makrofag bersifat
fagositosis, menghancurkan sel lain dengan cara memakannya. Kemudian, pada
semua limfosit dewasa, permukaannya tertempel reseptor antigen yang hanya dapat
mengenali satu antigen. Ada juga Sel Pemuncul Antigen(Antigen Presenting
Cells). Saat antigen memasuki memasuki sel tubuh, molekul tertentu mengikatkan
diri pada antigen dan memunculkannya di hadapan limfosit. Molekul ini dibuat
oleh gen yang disebut Major Histocompability Complex(MHC) dan dikenal sebagai
molekul MHC. MHC 1 menghadirkan antigen di hadapan Limfosit T pembunuh dan MHC
II menghadirkan antigen ke hadapan Limfosit T Pembantu.
Limfosit berperan utama dalam respon
imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan
Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara Limfosit T dan Limfosit B.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar