Salah satu masalah yang menjadi ancaman bagi keberlanjutan
keseimbangan ekosistem dan alam adalah peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan
jumlah penduduk dunia maupun nasional diduga menjadi penyebab utama bagi
kerusakan alam yang demikian mengkuatirkan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, telah menyebabkan
peningkatan kebutuhan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tersebut dapat
meliputi
(Nasution, 2010) :
a.Kebutuhan dasar (essensial): yaitu
kebutuhan yang mutlak diperlukan untuk dapat hidup sehat, aman dan manusiawi,misalnya:
pangan,papan,sandang,air bersih dan udara sehat.
b.Kebutuhan tambahan(non-essensial): yaitu kebutuhan
sebagai pelengkap, agar
manusia dapat
menikmati hidup lebih baik lagi, seperti pendidikan, rekreasi,
transfortasi,dsb.
Untuk
memenuhi kebutuhannya dengan tingkat persaingan yang semakin ketat maka manusia
melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam khususnya
lahan hutan yang memiliki
fungsi penting dalam
menjaga keseimbangan kondisi tanah,
air dan udara, tanpa mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan, misalnya
terjadinya kerusakan pada komponen abiotik
yang ada di alam yakni tanah dan air.
Kerusakan
struktur tanah akan berdampak terhadap penurunan jumlah makroporositas tanah
dan lebih lanjut akan diikuti penurunan laju infiltrasi permukaan tanah dan
peningkatan limpasan permukaan. Kerusakan struktur tanah yang demikian akan
menyebabkan berubahnya pola aliran air di dalam sistem tata guna lahan.
Dengan adanya kerusakan
struktur tanah tersebut
juga akan menyebabkan menurunkan potensi tanah dalam
menyimpan air (Nasution,
2010).
Untuk mengatasi agar kerusakan tanah dan air tidak
semakin parah maka dilakukan konservasi air dan tanah. Konservasi tanah dan air
adalah upaya dan tindakan yang dilakukan dalam pemanfaatan sebidang lahan
sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diminimalkan. Dengan melakukan
tindakan konservasi tanah dan air, curah hujan sebagian besar masuk ke dalam
tanah (infiltrasi) sehingga aliran permukaan kecil dan erosi juga dapat ditekan
(Opini, 2008).
II.1.
Konservasi Tanah
Tanah menurut
pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup di darat, fondasi
tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat
tumbuh tanaman. Menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan lahan yang
kontiniu menutupi kerak bumi kecuali di tempat-tempat berlereng terjal, puncak-puncak pegunungan,
daerah salju abadi. Sedangkan menurut
Soil Survey Staff (1973), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi
yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang
meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman (Beydha,
2002) .
Menurut Sitanala
Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya
sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Tanah
sebagai komponen utama usaha tani yang harus dipelihara, dimodifikasi bila
perlu, sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman (Beydha, 2002).
Air adalah zat atau materi atau unsur yang
penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi,
tetapi tidak di planet lain. Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan dating (Noorhayati,
2010).
Kerusakan tanah dapat disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain sebagai berikut:
a.
Kerusakan hutan
Hutan
yang rusak dapat mengakibatkan kurangnya daya serapan tanah serta mengurangi
kemampuan tanah dalam menampung air, sehingga tanah akan mudah mengalami erosi.
b. Erosi
Pergerakan
tanah dapat disebabkan oleh air hujan, misalnya tanah labil yang ada di
pinggir-pinggir sungai apabila tertimpa hujan lebat akan lepas dan jatuh ke
sungai. Erosi dapat juga di sebut pengikisan atau kelongsoran, dan merupakan
proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan kekuatan air atau angin,baik
yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/ perbuatan
manusia.
c.
Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran
Kehilangan
hara atau bahan organik dari daerah perakaran terjadi karena tanaman mengambil
hara dan bahan organik tersebut secara berlebihan tanpa diimbangi dengan
pemasukan (pemupukan).
d.
Tersingkapnya unsur beracun ke daerah perakaran
Unsur
hara yang mengalami proses oksidasi-reduksi dalam tanah bisa berubah menjadi
unsur yang dapat menguap ke udara. Unsur yang tidak berbahaya bisa berubah
menjadi senyawa yang mematikan tanaman. Mineral pirit (FeS2) yang
berada di lapisan bawah tanah gambut dapat teroksidasi bila didrainase secara
berlebihan, sehingga meracuni akar tanaman.
e.
Terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi).
f.
Penjenuhan tanah oleh air (waterlogging).
Air
yang menggenang berpengaruh buruk terhadap perakaran tanaman karena menghambat
sirkulasi udara ke dalam tanah. Keadaan kekurangan udara kemudian akan
menyebabkan perubahan keseimbangan hara tanah dan mikroba di sekitar perakaran,
sehingga akan berdampak negatif terhadap kesuburan tanah dan dapat mengubah
sifat-sifat fisik tanah yang berperan dalam menjaga stabilitas agregat tanah.
Kekurangan udara akan menurunkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara.
Kerusakan tanah di tempat terjadinya erosi terutama akibat hilangnya
sebagian tanah dari tempat tersebut karena erosi. Hilangnya sebagian tanahini
mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
a) Penurunan produktifitas tanah.
b) Kehilangan unsur hara yang diperlukan tanaman.
c) Kualitas tanaman menurun.
d) Laju infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air berkurang.
e) Struktur tanah menjadi rusak.
f) Lebih banyak tenaga diperlukan untuk mengolah tanah.
g) Erosi gully dan tebing menyebabkan lahan terbagi-bagi dan
mengurangi luas lahan yang dapat
ditanami.
h) Pendapatan petani berkurang.
Untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya kerusakan tanah akibat peng-olahan tanah dan untuk
mencapai hasil yang tidak hanya baik bagi pertanian, tetapi juga baik bagi
usaha konservasi, maka yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Tanah diolah seperlunya saja (minimum
tillage)
b. Pengolahan tanah dilakukan pada saat kandungan
air yang tepat (pF 3 - 4)
c. Pengolahan tanah dilakukan searah garis kontur
d. Merubah kedalaman pengolahan tanah
e. Pengolahan tanah sebaiknya diikuti dengan
pemakaian mulsa.
Sistem Pengolahan Tanah Menurut
Garis Kontur
Pengolahan
tanah dan penamanan searah garis kontur dapat mengurangi laju erosi sampai 50%
dibandingkan dengan pengolahan tanah dan penanaman menurut arah lereng (up-and-down). Pada pengolahan tanah
menurut arah lereng, dan pembajakan
tanah dilakukan memanjang ke arah bawah lereng membentuk alur-alur yang
menyebabkan terjadinya konsentrasi air yang mengalir dengan ce-pat ke arah bawah.
Pada pengolahan tanah searah kontur maka pembajakan tanah dilakukan memotong
lereng mengikuti garis kontur, sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah
dan alur yang sejajar atau mengikuti garis kontur. Peng-olahan searah kontur
akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman searah kontur juga.
Efektifitas
pengolahan tanah dan penamanan menurut arah kontur ter-gantung pada kemiringan
dan panjang lereng. Pengaruhnya menjadi berarti untuk panjang lereng yang lebih
dari 180 meter pada kemiringan 10, batasan ini akan berkurang
sejalan dengan meningkatnya kemiringan lereng, untuk lahan 5,50 dan
8,50 panjangnya berturut-turut menjadi 30 m dan 20 m (Morgan 1986).
Untuk
mengurangi kecepatan aliran permukaan maka sebaiknya guludan di-buat sejajar
dengan garis kontur, dengan demikian air akan tertahan sementara oleh guludan,
sehingga daya kikisnya berkurang. Cara ini akan efektif bila diikuti dengan
penanaman sejajar dengan garis kontur. Cara pengolahan tanah seperti ini
dikenal dengan naman Contour Cultivation atau Contour Farming.
Para ahli me-nyarankan pada saatpengolahan tanah sebaiknya diikuti dengan
pemakaian mul-sa, karena disamping memperkecil erosi juga memperkecil evaporasi
air tanah dan memperkecil fluktuasi suhu tanah.
Yang
perlu diperhatikan bahwa sistem pengolahan tanah searah kontur ini hanya
efektif untuk daerah bercurah hujan dengan intensitas rendah. Untuk daerah yang
intensitas curah hujannya tinggi, sistem ini sebaiknya dikombinasikan de-ngan
penanaman sistem strip.
Pada
jenis tanah lempung dan pasir halus, laju erosi dapat dikurangi lebih lanjut
dengan menyimpan air permukaan dari pada membiarkannya menjadi aliran
permukaan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat gundukan-gundukan (gulud-an)
tanah pada jarak tertentu.
Pengolahan
tanah searah garis kontur dengan pembuatan guludan (contour bunds) yang
dibuat memanjang memotong kemiringan lahan (lereng), yang mana guludan
berfungsi untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya,
dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar an-tara 25 –
30 cm dengan lebar 25-30 cm. Jarak antar guludan bervariasi tergantung pada
kecuraman lereng, kepekaan tanah terhadap erosi, dan erosivitas hujan. Pada
tanah dengan kepekaan erosi rendah,
guludan dapat ditetapkan pada lahan dengan kemiringan sampai 6%.
Pada
lahan yang lebih curam atau lahan dengan kondisi tanah yang peka terhadap
erosi, fungsi guludan kemungkinan kurang efektif. Dalam hal ini perlu
di-pergunakan guludan bersaluran. Pada sistem guludan bersaluran, disebelah
atas guludan dibuat saluran memanjang mengikuti guludan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keuntungan utama pengolahan
tanah searah garis kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan dan
terjadinya penampungan air sementara sehingga memungkinkan terjadinya
infiltra-si air, sehingga dapat mengurangi terjadinya erosi. Untuk daerah yang
bercurah hujan rendah, sistem ini sekaligus efektif untuk konservasi air
Usaha konservasi
tanah dan air dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu (Beydha,
2002) :
1. Metode vegetatif, menggunakan
tanaman sebagai sarana
2. Metode mekanik, menggunakan
tanah, batu dan lain-lain sebagai sarana.
3. Metode kimia, menggunakan bahan
kimia organik dan anorganik.
Pada
dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk pemanfaatan
tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman ataupun
sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir
air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta
meningkatkan peresapan air ke dalam
tanah.
Kanopi
berfungsi menahan laju butiran air hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran
air dan pelepasan partikel tanah sehingga pukulan butiran air dapat dikurangi.
Air yang masuk di sela-sela kanopi (interception) sebagian akan kembali ke
atmosfer akibat evaporasi. Fungsi perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan
butir air hujan merupakan hal yang sangat penting karena erosi yang terjadi di
Indonesia penyebab utamanya adalah air hujan. Semakin rapat penutupannya akan
semakin kecil risiko hancurnya agregat tanah oleh pukulan butiran air hujan.
Batang
tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan aliran air
dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga energi
kinetiknya jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju
aliran permukaan. Jika energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya
angkut materialnya juga berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif
tinggi untuk meresapkan air. Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak
rapat, batangnya mampu membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan.
Partikel tanah yang ikut bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah
batang dan lama-kelamaan akan membentuk bidang penahan aliran permukaan yang
lebih stabil.
Keberadaan
perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan oleh penetrasi
akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme dalam tanah,
sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya cengkeram terhadap
tanah. Perakaran tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air
hujan, memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan anaman
dan mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan,
meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.
Jenis-Jenis
Konservasi Tanah dan Air Secara Vegetatif
(Subagyono, dkk, 2003):
1. Penghutanan kembali
Penghutanan
kembali (reforestation) secara umum dimaksudkan untuk mengembalikan dan
memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah dengan tanaman pohon-pohonan.
Penghutanan kembali juga berpotensi untuk peningkatan kadar bahan organik tanah
dari serasah yang jauh di permukaan tanah dan sangat mendukung kesuburan tanah.
Penghutanan kembali biasanya dilakukan pada lahan-lahan kritis yang diakibatkan
oleh bencana alam misalnya kebakaran, erosi, abrasi, tanah longsor, dan
aktivitas manusia seperti pertambangan, perladangan berpindah, dan penebangan
hutan.
Hutan
mempunyai fungsi tata air yang unik karena mampu menyimpan air dan meredam
debit air pada saat musim penghujan dan menyediakan air secara terkendali pada
saat musim kemarau (sponge effect). Pengembalian fungsi hutan akan memakan
waktu 20-50 tahun sampai tajuk terbentuk
sempurna. Jenis tanaman yang digunakan sebaiknya berasal dari jenis yang mudah
beradaptasi terhadap lingkungan baru, cepat berkembang biak, mempunyai
perakaran yang kuat, dan kanopi yang rapat/rindang.
2. Wanatani
Wanatani
(agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang
menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam
secara bersama-sama ataupun bergantian. Penggunaan tanaman tahunan mampu
mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian khususnya
tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif
lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke
tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall)
tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim
mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari butiran
hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan keduanya diharapkan dapat
memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim.
Penerapan wanatani pada lahan dengan lereng curam atau agak curam mampu
mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah, dibandingkan apabila
lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim.
Watani dibagi atas beberapa macam
yaitu:
a.
Pertanaman sela
Pertanaman sela
adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Sistem ini banyak dijumpai di daerah
hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi permukiman. Tanaman sela juga banyak
diterapkan di daerah perkebunan, pekarangan rumah tangga maupun usaha pertanian
tanaman tahunan lainnya. Dari segi konservasi tanah, pertanaman sela bertujuan
untuk meningkatkan intersepsi dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap
terpaan butir-butir air hujan secara langsung sehingga memperkecil risiko
tererosi. Sebelum kanopi tanaman tahunan menutupi tanah, lahan di antara
tanaman tahunan tersebut digunakan untuk tanaman semusim. Pilihan teknik
konservasi ini sangat baik untuk diterapkan oleh petani karena mampu memberikan
nilai tambah bagi petani, mempertinggi intensitas penutupan lahan, membantu
perawatan tanaman tahunan dan melindungi dari erosi.
Gambar Penanaman secara sela
b.
Pertanaman lorong
Sistem
pertanaman lorong atau alley cropping
adalah suatu sistem dimana tanaman pagar pengontrol erosi berupa barisan
tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur, sehingga membentuk
lorong-lorong dan tanaman semusim berada di antara tanaman pagar tersebut.
Sistem ini sesuai untuk diterapkan pada lahan kering dengan kelerengan 3-40%. sistem budi daya lorong
merupakan salah satu cara untuk mempertahankan produktivitas lahan kering yang
miskin hara dan mempunyai KTK yang rendah. Penanaman tanaman pagar akan
mengurangi 5-20% luas lahan efektif untuk budi daya tanaman sehingga untuk
tanaman pagar dipilih dari jenis tanaman yang memenuhi persyaratan di bawah ini
:
a. Merupakan tanaman yang mampu
mengembalikan unsur hara ke dalam tanah, misalnya tanaman penambat nitrogen (N)
dari udara.
b.
Menghasilkan banyak bahan hijauan.
c.
Tahan terhadap pemangkasan dan dapat tumbuh kembali secara cepat sesudah
pemangkasan.
d. Tingkat persaingan terhadap kebutuhan
hara, air, sinar matahari dan ruang tumbuh dengan tanaman lorong tidak begitu
tinggi.
e.
Tidak bersifat alelopati (mengeluarkan zat beracun) bagi tanaman utama.
f.
Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu
bakar, dan penghasil buah sehingga mudah diadopsi petani.
Gambar penanaman lorong
c.
Talun hutan rakyat
Talun adalah
lahan di luar wilayah permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang
dapat diambil kayu maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan
intensif dan hanya dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh
sendiri secara spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman
sangat beragam dan kondisi umum lahan seperti hutan
alami. Ditinjau dari segi
konservasi tanah, talun hutan rakyat dengan kanopi yang rapat dapat mencegah erosi
secara maksimal juga secara umum mempunyai fungsi seperti hutan.
Gambar Talun hutan rakyat
d.
Kebun campuran
Berbeda dengan
talun hutan rakyat, kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang ditanam
adalah tanaman tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan kayunya.
Kadang-kadang juga ditanam dengan tanaman semusim. Apabila proporsi tanaman
semusim lebih besar daripada tanaman tahunan, maka lahan tersebut disebut
tegalan. Kebun campuran ini mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi
penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai
permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu mengurangi laju aliran permukaan.
Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim mampu mengurangi risiko akibat gagal
panen dan meningkatkan nilai tambah bagi petani.
Pekarangan
adalah kebun di sekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman
semusim maupun tanaman tahunan. Lahan tersebut mempunyai manfaat tambahan bagi
keluarga petani, dan secara umum merupakan gambaran kemampuan suatu
keluarga dalam mendayagunakan potensi
lahan secara optimal. Tanaman yang umumnya ditanam di lahan pekarangan
petani adalah ubi kayu, sayuran, tanaman
buah-buahan seperti tomat, pepaya, tanaman obat-obatan seperti kunyit,
temulawak, dan tanaman lain yang umumnya bersifat subsisten.
e.
Tanaman pelindung
Tanaman
pelindung adalah tanaman tahunan yang ditanam di sela-sela tanaman pokok
tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas
penyinaran matahari, dan dapat melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi
terutama ketika tanaman pokok masih muda. Tanaman pelindung ini dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Tanaman pelindung sejenis yang
membentuk suatu sistem wanatani sederhana (simple agroforestry). Misalnya
tanaman pokok berupa tanaman kopi dengan satu jenis tanaman pelindung misalnya:
gamal (Gliricidia sepium), dadap (Erythrina subumbrans), lamtoro (Leucaena leucocephala) atau kayu manis (Cinnamomum burmanii).
b. Tanaman pelindung yang beraneka
ragam dan membentuk wanatani kompleks (complex agroforestry atau sistem
multistrata). Misalnya tanaman pokok berupa tanaman kopi dengan dua atau lebih
tanaman pelindung misalnya: kemiri (Aleurites
muluccana), jengkol (Pithecellobium
jiringa), durian (Durio zibethinus),
cempedak (Artocarpus integer), dan
lain sebagainya.
3. Mulsa
Mulsa adalah
bahan-bahan (sisa tanaman, serasah, sampah, plastik atau bahan-bahan lain) yang
disebar atau menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari kehilangan air
melalui evaporasi. Mulsa juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi permukan
tanah dari pukulan langsung butiran hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi
percik (splash erosion), selain mengurangi laju dan volume limpasan permukaan.
Bahan mulsa yang sudah melapuk akan menambah kandungan bahan organik tanah dan
hara. Mulsa mampu menjaga stabilitas suhu tanah pada kondisi yang baik untuk
aktivitas mikroorganisma. Relatif rendahnya evaporasi, berimplikasi pada
stabilitas kelengasan tanah. Secara umum mulsa berperan dalam perbaikan sifat
fisik tanah. Pemanfaatan mulsa di lahan pertanian juga dimaksudkan untuk
menekan pertumbuhan gulma. Mulsa yang diberikan sebaiknya berupa sisa tanaman
yang tidak mudah terdekomposisi misalnya jerami padi dan jagung dengan takaran
yang disarankan adalah 6 t/ha atau lebih.
Gambar. Aplikasi mulsa pada penanaman Jagung
4. Sistem penanaman menurut
strip
Penanaman
menurut strip (strip cropping) adalah sistem pertanaman, dimana dalam satu
bidang lahan ditanami tanaman dengan jarak tanam tertentu dan berselang-seling
dengan jenis tanaman lainnya searah kontur. Misalnya penanaman jagung dalam
satu strip searah kontur dengan lebar strip 3-5 m atau 5-10 m tergantung
kemiringan lahan, di lereng bawahnya ditanam kacang tanah dengan sistem sama
dengan penanaman jagung, strip rumput atau tanaman penutup tanah yang lain.
Semakin curam lereng, maka strip yang dibuat akan semakin sempit sehingga jenis
tanaman yang berselang-seling tampak lebih rapat. Sistem ini sangat efektif
dalam mengurangi erosi hingga 70-75% (FAO, 1976) dan vegetasi yang ditanam
(dari jenis legum) akan mampu memperbaiki sifat tanah walaupun terjadi
pengurangan luas areal tanaman utama sekitar 30-50%.
Gambar. Sistem pertamanan strip searah
kontur
5. Barisan sisa tanaman
Sistem ini
adalah teknik konservasi tanah yang bersifat sementara dimana gulma/rumput/sisa
tanaman yang disiangi ditumpuk berbaris. Penumpukan ini selain dapat megurangi
erosi dan menahan laju aliran permukaan juga bisa berfungsi sebagai mulsa.
Ketersediaan bahan sisa tanaman harus cukup banyak sehingga penumpukannya
membentuk struktur yang lebih kuat. Sisa tanaman tersebut lemah dalam menahan
gaya erosi air dan akan cepat terdekomposisi sehingga mudah hanyut. Penggunaan
kayu-kayu pancang diperlukan untuk memperkuat barisan sisa tanaman ini. Sistem
ini cukup bagus untuk mempertahankan ketersediaan hara melalui dekomposisi
bahan organik dan melindungi tanah dari bahaya erosi sampai umur tanaman <5
bulan.
Gambar. Barisan sisa tanaman
jagung
6. Tanaman penutup tanah
Tanaman penutup
tanah (cover crop) adalah tanaman yang biasa ditanam pada lahan kering dan
dapat menutup seluruh permukaan tanah. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman
penutup tanah umumnya tanaman
semusim/tahunan dari jenis legum yang mampu tumbuh dengan cepat, tahan
kekeringan, dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi) dan
menghasilkan umbi, buah, dan daun. Tanaman penutup tanah dibedakan menjadi
empat yaitu: (1) tanaman penutup tanah rendah seperti centrosema (Centrosema
pubescens), pueraria (Pueraria javanica) dan benguk (Mucuna sp.); (2) tanaman
penutup tanah sedang seperti lamtoro (Leucaena leucocephala) dan gamal
(Gliricidia sepium); (3) tanaman penutup tanah tinggi seperti sengon
(Periserianthes falcataria); dan (4) belukar lokal.
Gambar tanaman penutup tanah
7. Penyiangan parsial
Penyiangan
parsial merupakan teknik dimana lahan tidak disiangi seluruhnya yaitu dengan
cara menyisakan sebagian rumput alami maupun tanaman penutup tanah (lebar
sekitar 20-30 cm) sehingga di sekitar batang tanaman pokok akan bersih dari
gulma. Tanaman penutup tanah yang tidak disiangi akan berfungsi sebagai penahan
erosi. Teknik penyiangan yang termasuk dalam penyiangan parsial adalah:
1.
Strip tumbuhan alami (natural
vegetative strips = NVS)
Pada dasarnya teknik
ini adalah menyisakan sebagian lahan yang tidak disiangi dan tidak ditanami
sehingga rumput alami tumbuh membentuk strip yang kurang lebih sejajar dengan
garis kontur.
2.
Penyiangan sekeliling batang
tanaman pokok
Teknik ini dapat diterapkan pada penyiangan dimana tanah tertutupi
oleh gulma rumput maupun tanaman penutup tanah lain yang sengaja ditanam.
Penyiangan dilakukan di sekeliling batang tanaman pokok dengan diameter sekitar
120 cm.
Gambar system
penyiangan parsial pada penanaman lada
II.2. Konservasi Air
Siklus Hidrologi
Pemanasan air laut oleh sinar matahari
merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus
menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk
hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa
presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang
kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai
tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang
berbeda:
- Evaporasi / transpirasi - Air yang
ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap
ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh
uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan
turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
- Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak
ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju
muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat
bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga
air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
- Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat
dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit
pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan
tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung
satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air
permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang
tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul
dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di
daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk
sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif
tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
A.
Sistem
Teras
Penterasan
bertujuan untuk mengurangi panjang lereng, sehingga dapat memperkecil aliran
permukaan. Disamping itu memberi kesempatan pada air untuk meresap ke dalam
tanah dan bahkan dapat menimpan air.
Berdasarkan fungsi dan bentuknya
dikenal 4 macam model penterasan yaitu :
a. Teras datar (Level
Terrace)
Pembuatan model teras
datar bertujuan untuk menahan air dan memberi kesempatan terjadinya penyerapan
air ke dalam tanah. Teras dibuat menurut arah garis kontour terutama pada
tanah-tanah yang memiliki permeabilitas yang cukup besar sehingga tidak terjadi
penggenangan atau luapan air melalui guludan. Sistem ini biasanya dibuat pada
tanah / lahan dengan kemiringan antara 3 – 10%. Teras dibuat dengan membuat
tanggul yang diberi saluran dibagian atasnya maupun pada bagian bawahnya, tanah
untuk tanggul diambil dari kedua sisinya. Sebaiknya tanggul yang dibuat
ditanami dengan tanaman pelindung misalnya rumput-rumputan dll.
b. Teras kridit (Ridge
Terrace)
Teras
kridit biasanya dibuat pada tanah / lahan dengan kemiringan lereng antara 3 –
10%, yang bertujuan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Pembuatan teras di
mulai dengan pembuatan jalur penguat teras berupa guludan yang sejajar dengan
garis kontur dan kemudian ditanami tanaman penguat, misalnya lamtoro gung,
caliandra dll. Jarak antar jalur antara 5 – 12 meter, jalur tanaman teras
tersebut diharapkan mampu menahan sedimen erosi yang tertimbun di selokan,
sehingga permukaan tanah bagian atas turun dan bagian bawah dekat jalur tanaman
naik. Dengan demikian pada suatu saat nanti bidang tanah akan menjadi datar,
proses ini dapat dipercepat dengan cara menarik tanah ke bawah pada waktu
penglahan tanah. Tanaman penguat teras harus ditanam rapat atau ditanami rumput
yang diperkuat dengan batu.
c. Teras Pematang /
guludan (Contour Terrace)
Teras pematang dibuat sejajar dengan
garis kontur, berjajar dari atas ke arah bawah lereng dengan pematang miring
0,1% kearah saluran pembuangan air (waterway) atau datar bila tanahnya
bertekstrur lepas dan daya menyerap air tinggi. Sstem ters ini dibuat pada
tanah / lahan yang mempunyai kemiringan lereng antara 10 – 40%, yang bertujuan
untuk mencegah hilangnya lapisan tanah. Untuk tanah dengan kemiringan
lereng 20 – 40%,pembuatan teras pematang harus disertai penanaman tanaman atau
rumput penguat pematang.
B. Saluran Pembuangan
Air
Untuk menhindari terkumpulnya air
aliran permukan di sembarang temapt, maka perlu disiapkan saluran pembuangan
dimana saluran dibuat searah dengan kemiringan lereng, yang merupakan saluran
pembuangan aliran yang berasal dari saluran dispersi dan saluran air yang ada
di teras. Saluran dispersi bertujuan untuk menangkap air aliran permukaan dan
membelokkan kesaluran pembuangan utama. Kemiringan saluran ini biasanya 0,3%
dengan lebar dan dalamnya tergantung pada besarnya aliran permukaan yang biasa
terjadi di daerah tersebut. Bentuk penampang saluran tersebut biasanya bentuk
segitiga, trapesium atau parabolik. Dasar tebing saluran sebaiknya ditanami
atau diperkuat dengan gebalan rumput. Metode ini dikenal dengan istilah grass
waterway atau vegetabet waterway. Bila-mana kemiringanlereng terlalu
curam, maka saluran pembuangan harus dilengkapi dengan trucuk dan bangunan
penerjun (drop structure) yang biasanya terbuat dari batu atau beton.
Bendungan Pengendali
Bangunan
ini merupakan waduk kecil dengan konstruksi khusus yang di-buat di daerah
berbukit dengan kemiringan lahan atau lapangan 30%, yang ber-tujuan untuk
menampung air lairan permukaan dan sedimen hasil erosi, mening-katkan kapasitas
infiltrasi air dan mendekatkan permasalahan air kepada masyarakat. Daerah
aliran bendungan pengendali biasanya tidak lebih dari 150 hektar dan tingi
badan tanggul maksimum 10 meter. Tempat dimana bangunan pengen-dali dibuat
harus mempunyai kecekungan yang dapat menampung banyak air, oleh karena itu
perlu diketahui dengan tepat perbandingan luas bendungan de-ngan daerah
alirannya serta karakteristik dari aliran permukaan yang terjadi di daerah
tersebut.
Keuntungan
yang didapatkan dengan adanya
bendungan pengendali air aliran permukaan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tersedianya air selama
musim kemarau, terutama daerah yang selalu meng-alami kekeringan dan tandus.
b. Dapat memperluas areal
pertanian dengan cara memperluas fungsi saluran pembagi menjadi saluran irigasi
terutama selama musim hujan.
c. Dapat dijadingan
sebagai sarana perikanan penduduk setempat, dan
d. Dapat meningkatkan
nilai estetika daerah bersangkutan.
Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan keamanan bendungan pengendali adalah
sebagai berikut :
a. Untuk mencegah
bocornya tanggul, maka lapisan bagian tengah tanggul, dilapisi dengan tanah
liat yang dipadatkan atau pemasangan tras dan kapur (3:1 sampai 5:1). Tinggi
lapisan dibuat sampai 1,5 meter dibawah permuka-an atas tanggul.
b. Untuk mencegah
terjadinya kelongsoran tanggul, maka badan tanggul dibuat dengan kemiringan
dengan perbandingan 2:1 untuk bagian dalam dan untuk bagian luar 1,5 : 1.
c. Tinggi air dalam
bendungan pengendali tidak boleh melampaui badan tang-gul, karena itu dibuat
saluran pelimpahan (spilway), yang dibuat dari baru atau tanah yang
diperkuat dengan gebalan rumput, saluran ini dibuat pada kedalaman 2 meter
dibawah permukaan atas tanggul.
d. Disarankan dibuat
saluran lokal berupa pipa saluran yang berada dibawah ketinggian saluran
pelimpahan yang difungsikan untuk mengatur ketinggian ai permukaan.
II.3. EROSI
Erosi
berlangsung secara alamiah (geological erosion) yang kemudian
berlangsungnya itu dipercepat oleh beberapa tindakan atau perlakuan manuisa
terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya (accelerated erosion).
Pada erosi alamiah tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau
keseimbangan lingkungan, karena peristiwa ini banyaknya tanah yang terangkut
seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat apat di
sebabkan karena kegiatan manusia, kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya
lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan
kaidah-kaidah konservasi. Usaha pertanian pada umumnya tidak ada yang hasilnya
memperlambat laju erosi alam bahkan sebaliknya mempercepat laju erosi dan sudah
dapat dipastikan banyak menimbulkan kerugian kepada manusia seperti longsor,
banjir, turunnya produktivitas tanah. Pada peristiwa erosi (yang dipercepat)
volume pernghanyutan tanah atau laju erosi lebih besar dibandingkan dengan
pembentukan tanah, sehingga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus dan
pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkutnya lapisan tersebut (Sutedjo,
1991: 100).
Erosi
merupakan pengikisan dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi
dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpas), es bergerak
atau angin (Notohadiprawiro, 1999: 74).
Menurut
Rahim (2000; 28) erosi merupakan suatu proses yang terdiri dari penguraian
massa tanah menjadi partikel-partikel tunggal dan pengangkutan
partikel-partikel tunggal tersebut oleh tenaga erosi. Tenaga yang menyebabkan
terjadinya erosi adalah air, angin dan salju. Erosi didefinisikan sebagai
peristiwa hilangnya atau terkikisnya bagian tanah dari suatu tempat yang
terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin atau es.
Erosi yang paling besar terjadi di Indonesia adalah erosi air. Erosi disebabkan
oleh adanya daya disperse dan daya transportasi air pada saat turun hujan.
Apabi;a air hujan tidak mampu menghancurkan tanah menjadi butiran-butiran kecil
dan otomatis tidak terjadi erosi. Daya dispersi merupakan daya air memisah
tanah yang mula-mula dalam bentuk agregat menjadi pecah terdispersi karena
adanya tetesan titik-titik air hujan, sehingga menjadi butir-butir yang halus.
Daya transportasi merupakan daya angkut bahan yang mengalir, dalam hal ini run
off.
Dua penyebab
utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena
aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah
dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara
alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai
untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena
kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian
atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah
konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik
tanah (Asdak, 2004)
Siklus Erosi
Siklus erosi sering juga disebut siklus Geografi atau siklus
Geomorfologi (geographical or geomorphologic cycle) yang sebenarnya menyangkut
tahapan yang dilalui oleh masa lahan demi waktu ke waktu sejak pengangkatan
hingga menjadi peneplane.
- Tahapan muda (youth stage)Suatu
daerah setelah pengangkatan yang cepat dicirikan dengan pengikisan sungai
yang tajam dan dalam. Jarak antara sungai satu dengan lainnya dapat
berjauhan. Makin lama punggungan antara sungai menjadi menyempit dan
menjadi punggungan yang tajam.
- Tahapan Dewasa (Mature
Stage)Tebing sungai makin melandai. Puncak – puncak tajam dari punggungan
nerendah lebih cepat dari pada kikisan dasar sungai. Relief menjadi
berkurang. Punggungan menjadi membulat dan penampang melintang sungai
menjadi konkav ke atas.
- Tahapan Tua (Old Stage)Lembah
dengan penampang terbuka, tanpa dataran banjir, cenderung disebabkan oleh
pengangkatan yang lambat sedangkan kehadiran dataran banjir pada dasar
lembah yang lebar dengan tebing terjal cenderung terbentuk oleh
pengangkatan cepat.
1. Mekanisme
terjadinya erosi
Erosi tanah
melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment)
dan tahap pengangkutan oleh media yang erosive (transportation). Pada
kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel,
maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan (sedimentation)
(suripin, 2002).
Percikan air
hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air
hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas. Pada
lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih-kurang merata ke segala
arah, namun untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng.
Partikel-partikel tanah yang terlepas tersebut akan menyumbat pori-pori tanah,
sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana
intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka kan terjadi genangan air di
permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan
ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas, baik
oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliram permukaan itu sendiri. Pada
saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut
partikeltanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan
(Suripin,2002).
2.
Macam-macam erosi
A. Erosi oleh Air
Erosi ini dapat terjadi dalam
beberapa bentuk:
- Splash erosion: erosi oleh butiran air hujan yang jatuh ke tanah. Karena benturan
butiran air hujan, partikel-partikel tanah yang halus terlepas dan
terlempar ke udara.
- Sheet erosion: erosi oleh air yang jatuh dan mengalir di permukaan tanah secara
merata sehingga partikel-partikel tanah yang hilang merata di permukaan
tanah. Permukaan tanah menjadi lebih rendah secara merata. Erosi ini
terjadi bila permukaan tanah memiliki ketahanan terhadap erosi yang
relatif seragam.
- Riil erosion: erosi oleh air yang mengalir di permukaan tanah dengan membentuk
alur-alur kecil dengan kedalaman beberapa senti meter. Erosi ini terjadi
pada permukaan tanah yang landai dan memiliki daya tahan yang seragam
terhadap erosi.
- Gully erosion: erosi oleh air yang mengalir di permukaan tanah yang miring atau di
lereng perbukitan yang membentuk alur-alur yang dalam dan lebarnya
mencapai beberapa meter, dan berbentuk “V”.
- Valley erosion: erosi oleh air yang mengalir di daerah perbukitan yang membentuk
lembah-lembah sungai atau lereng-lereng perbukitan. Alur atau lembah
berbentuk berbentuk “V”. Erosi dominan secara vertikal.
6.
Erosi parit (channel erosion):Parit-parit yang
besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air dalam
parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing parit di bawah
permukaan air, sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya
gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di
tempat-tempat tertentu
- Stream erosion: erosi oleh air dalam bentuk aliran sungai. Lembah sungai berbentuk
“U”. Terjadi erosi lateral yang makin ke hilir makin dominan dan dapat
membentuk aliran sungai bermeander.
B. Erosi oleh Angin
Erosi ini terjadi oleh angin yang
bertiup. Erosi ini terjadi di daerah yang tidak bervegetasi atau bervegetasi
sangat jarang di daerah gurun atau pesisir. Erosi ini dapat dibedakan menjadi:
- Deflasi: erosi oleh angin yang bertiup dan menyebabkan material lepas yang
haalus terangkut.
- Abrasi: erosi oleh material-material halus yang diangkut oleh angin ketika
angin menerpa suatu batuan.
C. Erosi oleh Es
Erosi ini terjadi oleh gerakan
massa es dalam bentuk gletser. Gletser dapat menyebabkan abrasi atau penggerusan
oleh material-material yang diangkutnya; dapat menyebabkan retakan pada batuan
karena terurut ketika gletser bergerak.
D. Erosi karena Gravitasi
Erosi karena gravitasi terjadi
dalam bentuk gerakan tanah atau tanah longsor, yaitu gerakan massa tanah dan
atau batuan menuruni lereng karena gaya gravitasi bumi. Gerakan tanah dapat
terjadi dalam bentuk, antara lain: rayapan tanah, tanah longsor, atau jatuhan.
E. Erosi oleh Organisme
Erosi ini terjadi karena
aktifitas organisme yang melakukan pemboran, penggerusan atau penghancuran
terhadap batuan. Erosi ini disebut juga bioerosion.
3. Faktor-faktor
terpenting yang mempengaruhi erosi
Iklim dan
geologi merupakan factor utama yang mempengaruhi proses erosi. Disamping
karakteristik lahan dan vegetasi, dimana keduanya bergantung pada dua factor
terdahulu dan saling mempengaruhi. Diluar factor tersebut, kegiatan manusia di
muka bumi juga member andil yang cukup besar pada perubahan laju erosi. Untuk
memahami kapan dan bagaimana erosi terjadi, masing-masing factor tersebut harus
diuji secara detail dan aspek-aspek yang relevan diidentifikasi secara tepat.
Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu: (Suripin, 2004: 41)
1. Iklim
Factor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi
adalah hujan, temperatur dan suhu. Hujan mempunyai peranan dalam erosi melalui
tenaga pengelupasan dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan
sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran. Karakteristik hujan yang
mempunyai pengaruh terhadap erosi meliputi jum;ah atau kedalaman hujan,
intensitas dan lamanya hujan.
2. Tanah
Dalam kaitannnya dengan mudah atau tidaknya tanah
mengalami erosi, sifat-sidat fisik tanah yang mempengaruhi meliputi: tekstur,
struktur, infiltrasi, dan kandungan bahan organik.
3. Topografi
Faktor topografi pada umumnya dinyatakan dalam
kemiringan dan panjang lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan
meningkatnya kemiringan dan panjang lereng.
4. Vegetasi
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah:
1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, 2) menurunkan kecepatan
dan volume aliran permukaan/limpasan, 3) menahan partikel-partikel tanah pada
tempatnya melalui system perakaran, 4) mempertahankan kemantapan kapasitas
tanah dalam menyerap air.
5. Tindakan campur tangan manusia
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu factor
penting terhadap terjadinya erosi yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan
yang berpengaruh terhadap erosi misalnya perubahan penutup tanah akibat
penggundulan/pembabatan hutan untuk pemukiman atau lahan pertanian.
4. Erosi
yang diperbolehkan
Penetapan
batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan,
adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari
tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang
berlereng (Arsyad, 2000).
Laju erosi
yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat
dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup
bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinan tercapainya produktivitas
yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransikan disebut nilai T.
Dalam membicarakan ruang lingkup sumberdaya air yang pada
dasarnya membahas hidrologi, akan lebih mudah bila penjelasannya dikaitkan
dengan sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang digunakan sebagai wilayah maupun
satuan analisisnya. Dalam sistem DAS biasanya digambarkan hubungan antara hujan
sebagai masukan dan aliran sebagai keluarannya dalam suatu sistem sebagai
berikut. Keluaran yang dihasilkan dalam sistem tersebut tidak terbatas pada
aliran, tetapi dapat juga merupakan zat kimia yang terbawa aliran dan atau
sedimen yang terbawa aliran yang bersangkutan.
Hubungan tersebut umumnya berlangsung dalam penelitian
sumberdaya air pada suatu DAS, atau yang dikenal dengan pendekatan kotak hitam
(black box). Air di muka bumi mengalami peredaran (siklus) yang sering disebut
dengan siklus hidrologi atau daur hidrologi. Siklus hidrologi dapat dicerminkan
dalam bentuk yang sederhana maupun yang rumit, lengkap dengan proses-proses
berlangsung di dalamnya.
Melihat banyaknya proses-proses yang terjadi dalam DAS yang
merubah masukan (input) menjadi keluaran (output), berbagai
disiplin yang berkaitan dengan studi hidrologi dapat dijelaskan, antara lain:
- Meteorologi/klimatologi:
mengkaji dalam proses-proses yang berlangsung di atmosfer.
- Rekayasa: merupakan salah satu
ilmu dasar dalam penerapan praktisnya dan hidrometri merupakan subyek yang
berkaitan dengan hidrologi dan keteknikan air.
- Rekayasa pertanian: banyak
digunakan dalam merancang, menyusun dan mengerjakan sistem irigasi dan
drainase, perlindungan lahan pertanian terhadap erosi, pengaturan mata
rantai air yang kecil dan reklamasi lahan, hidrologi merupakan salah satu
subyek yang utama.
- Ilmu tanah: banyak terkait
dengan permasalahan infilrrasi dan lengas tanah.
- Kehutanan: terkait dengan
drainase tanah hutan, transpirasi, intersepsi dan topik lainnya yang
berkaitan.
- Geologi: benyak berkaitan dalam
penelitian air tanah.
- Geofisika: berkaitan dengan
eksplorasi bawah tanah, khususnya yang menyangkut air tanah.
- Rekayasa Penyehatan:
permasalahan drainase dan sanitasi lingkungan.
- Statistik: khususnya dalam
kaitannya dengan analisis data hidrologi.
10.
Geografi fisik: khususnya geomorfologi yang banyak berkaitan dengan bentuk
lahan, sungai, danau, gletsyer dan lain-lain.
Dalam penanganan suatu kegiatan yang melibatkan hidrologi,
hendaknya disesuaikan dengan tujuan dari kegiatan tersebut. Oleh sebab itu
parameter hidrologi yang diperlukan dalam suatu kegiatan harus disesuaikan.
Dalam kajian siklus hidrologi dapat dibedakan antara cara perhitungan dan
ruangan atau batas wilayah yang dipelajari dalam memperkirakan neraca air.
Pengaruh Yang Ditimbulkan Oleh
Erosi
Dampak
erosi dibagi menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi
( on
site) dan dampak pada daerah
diluarnya( off site) . Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan
dampak yangdapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa
penurunan produktifitas. Hal iniberdampak pada kehilangan produksi peningkatan
penggunaan pupuk dan kehilangan lapisanolah tanah yang akhirnya menimbulkan
terjadinya tanah kritis.Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya
adalah terjadinya penghanyutanpartikel-partikel tanah, perubahan struktur
tanah, penurunan kapasitas infiltrasi danpenampungan, serta perubahan profil
tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanahmenurut Goeswono Soepardi
dalam bukunya ³Sifat dan Ciri Tanah´ adalah kehilangan unsur hara karena
erosi selama rata-rata 2 tahun yang diperoleh dari percobaan di Missouri yaitu
N 66kg per hektar, kemudian P2O5 41 kg per hektar,K2O 729 kg per hektar, MgO
145 per kg per hektar,dan SO4 sebanyak 42 kg per hektar per tahun.Tanah
yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 -
35cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan,
sehingga lapisantersebut menjadi tipis atau bahkan hilang (A.G
Kartasapoetra,1986:45).Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site)
merupakan dampak sangt besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan
kontaminan yang terbawa bersama sedimenmenimbulkan kerugian dan biaya yang
sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (1989)mengemukakan bentuk dampak off-site
antara lain:
1.Pelumpuran
dan pendangkalan waduk
2.Tertimbunnya
lahan pertanian dan bangunan
3.Memburuknya
kualitas air, dan
4.Kerugian
ekosistem perairan
Upaya Penanggulangan Erosi
Salah
satu hal yang perlu disadari oleh para perencana dan pengambil kebijakan adalah
bahwa menghilangkan erosi pada lahan usaha tani sangatlah tidak mungkin, karena
gangguan terhadap lahan pertanian sebagai pemicu erosi sulit dihindari
Seperti diketahui, bahwa besarnya erosi pada
sebidang lahan ditentukan oleh faktor-faktor penyebab erosi, yaitu iklim,
tanah, topografi, pengelolaan tanaman/tumbuh-tumbuhan, danaktivitas manusia.
Oleh sebab itu, dalam penanggulangan masalah erosi dan perencanaan
teknik konservasi tanahnya harus didasarkan kepada faktor-faktor penyebab
erosi tersebut. Akan tetapi,faktor-faktor erosi tersebut ada yang mudah
dikuasai atau dikontrol, dan ada pula yang tidak mudah dikontrol.
faktor penyebab erosi yang tidak mudah
dikontrol, pengaruhnya dapat diubahsecara tidak langsung, yaitu dengan
menerapkan teknik konservasi tanah.Penerapan teknik konservasi tanah dengan
mengurangi derajat kemiringan lahan danpanjang lereng merupakan salah satu cara
terbaik mengendalikan erosi. Hal ini dapat ditempuhdengan menggunakan metode
konservasi tanah baik secara mekanik maupun vegetatif. Padaprakteknya, metode
konservasi tanah mekanik dan vegetatif sulit untuk dipisahkan, karenapenerapan
metode konservasi tanah mekanik akan lebih efektif dan efisien bila disertai
denganpenerapaan metode vegetatif. Sebaliknya, meskipun penerapan metode
vegetatif merupakanpilihan utama, namun perlakuan fisik mekanis seperti
pembuatan saluran pembuang air (SPA),bangunan terjunan dan lain-lain masih
tetap diperlukan
REFERENSI
Anonim, 2009, Dampak Erosi, http://link-geo.blogspot.com/2009/08/erosi-dampak-serta-upaya-mengurangi.html, diaksestanggal 28 Februari 2013.
Beydha,
Inon, 2002, Konservasi Tanah Dan Air Di
Indonesia Kenyataan dan Harapan, http://www.komunikasi-inon3.com,
diakses tanggal 28
Februari 2013.
Nasutio,
Y., 2010, Konservasi dan Perlindungan
Alam, http://sipoel.unimed.ac.id,
diakses tanggal 28
Februari 2013.
Opini,
2008, Bencana Banjir dan Longsor, http://www.lampungpost.com,
diakses tanggal 28
Februari 2013.
Samrumi, 2009, Pengertian dan jenis erosi,http://samrumi.blogspot.com/2009/01/pengertian-dan-bentuk-bentuk-erosi.html, diakses tanggal 28 Februari 2013.
Subagyono,
dkk, 2003, Konservasi Tanah Secara
Vegetatif, http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id, diakses
tanggal 28 Februari 2013.
Izin copy bro, makasih
BalasHapus