Jumat, 15 Maret 2013

KONSERVASI TANAH, AIR, DAN EROSI



Salah satu masalah yang menjadi ancaman bagi keberlanjutan keseimbangan ekosistem dan alam adalah peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk dunia maupun nasional diduga menjadi penyebab utama bagi kerusakan alam yang demikian mengkuatirkan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, telah menyebabkan peningkatan kebutuhan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tersebut dapat meliputi (Nasution, 2010) :
a.Kebutuhan dasar (essensial): yaitu kebutuhan yang mutlak diperlukan untuk dapat hidup sehat, aman dan manusiawi,misalnya: pangan,papan,sandang,air bersih dan udara sehat.
b.Kebutuhan tambahan(non-essensial): yaitu kebutuhan sebagai pelengkap, agar manusia dapat menikmati hidup lebih baik lagi, seperti pendidikan, rekreasi, transfortasi,dsb.
            Untuk memenuhi kebutuhannya dengan tingkat persaingan yang semakin ketat maka manusia melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam khususnya lahan  hutan  yang memiliki  fungsi  penting  dalam  menjaga  keseimbangan kondisi tanah, air dan udara, tanpa mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan, misalnya terjadinya kerusakan pada komponen abiotik  yang ada di alam yakni tanah dan air.
Kerusakan struktur tanah akan berdampak terhadap penurunan jumlah makroporositas tanah dan lebih lanjut akan diikuti penurunan laju infiltrasi permukaan tanah dan peningkatan limpasan permukaan. Kerusakan struktur tanah yang demikian akan menyebabkan berubahnya pola aliran air di dalam sistem tata guna lahan. Dengan  adanya  kerusakan  struktur  tanah  tersebut  juga  akan  menyebabkan menurunkan potensi tanah dalam menyimpan air (Nasution, 2010).
Untuk mengatasi agar kerusakan tanah dan air tidak semakin parah maka dilakukan konservasi air dan tanah. Konservasi tanah dan air adalah upaya dan tindakan yang dilakukan dalam pemanfaatan sebidang lahan sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diminimalkan. Dengan melakukan tindakan konservasi tanah dan air, curah hujan sebagian besar masuk ke dalam tanah (infiltrasi) sehingga aliran permukaan kecil dan erosi juga dapat ditekan (Opini, 2008).


BAB II
ISI
II.1. Konservasi Tanah
Tanah menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup di darat, fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman. Menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan lahan yang kontiniu menutupi kerak bumi kecuali di tempat-tempat  berlereng terjal, puncak-puncak pegunungan, daerah salju abadi.  Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1973), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman (Beydha, 2002) . 
Menurut Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Tanah sebagai komponen utama usaha tani yang harus dipelihara, dimodifikasi bila perlu, sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman (Beydha, 2002).
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Konservasi sumberdaya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan dating (Noorhayati, 2010).
Kerusakan tanah dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
a.         Kerusakan hutan
Hutan yang rusak dapat mengakibatkan kurangnya daya serapan tanah serta mengurangi kemampuan tanah dalam menampung air, sehingga tanah akan mudah mengalami erosi.
b.        Erosi
Pergerakan tanah dapat disebabkan oleh air hujan, misalnya tanah labil yang ada di pinggir-pinggir sungai apabila tertimpa hujan lebat akan lepas dan jatuh ke sungai. Erosi dapat juga di sebut pengikisan atau kelongsoran, dan merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan kekuatan air atau angin,baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/ perbuatan manusia.
c.         Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran
Kehilangan hara atau bahan organik dari daerah perakaran terjadi karena tanaman mengambil hara dan bahan organik tersebut secara berlebihan tanpa diimbangi dengan pemasukan (pemupukan).
d.        Tersingkapnya unsur beracun ke daerah perakaran
Unsur hara yang mengalami proses oksidasi-reduksi dalam tanah bisa berubah menjadi unsur yang dapat menguap ke udara. Unsur yang tidak berbahaya bisa berubah menjadi senyawa yang mematikan tanaman. Mineral pirit (FeS2) yang berada di lapisan bawah tanah gambut dapat teroksidasi bila didrainase secara berlebihan, sehingga meracuni akar tanaman.
e.         Terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi).
f.           Penjenuhan tanah oleh air (waterlogging).
Air yang menggenang berpengaruh buruk terhadap perakaran tanaman karena menghambat sirkulasi udara ke dalam tanah. Keadaan kekurangan udara kemudian akan menyebabkan perubahan keseimbangan hara tanah dan mikroba di sekitar perakaran, sehingga akan berdampak negatif terhadap kesuburan tanah dan dapat mengubah sifat-sifat fisik tanah yang berperan dalam menjaga stabilitas agregat tanah. Kekurangan udara akan menurunkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara.
Kerusakan tanah di tempat terjadinya erosi terutama akibat hilangnya sebagian tanah dari tempat tersebut karena erosi. Hilangnya sebagian tanahini mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
a)   Penurunan produktifitas tanah.
b)   Kehilangan unsur hara yang diperlukan tanaman.
c)   Kualitas tanaman menurun.
d)   Laju infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air berkurang.
e)   Struktur tanah menjadi rusak.
f)    Lebih banyak tenaga diperlukan untuk mengolah tanah.
g)   Erosi gully dan tebing menyebabkan lahan terbagi-bagi dan mengurangi luas  lahan yang dapat ditanami.
h)   Pendapatan petani berkurang.

Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan tanah akibat peng-olahan tanah dan untuk mencapai hasil yang tidak hanya baik bagi pertanian, tetapi juga baik bagi usaha konservasi, maka yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a.       Tanah diolah seperlunya saja (minimum tillage)
b.      Pengolahan tanah dilakukan pada saat kandungan air yang tepat (pF 3 - 4)
c.       Pengolahan tanah dilakukan searah garis kontur
d.      Merubah kedalaman pengolahan tanah
e.       Pengolahan tanah sebaiknya diikuti dengan pemakaian mulsa.



Pengolahan tanah dan penamanan searah garis kontur dapat mengurangi laju erosi sampai 50% dibandingkan dengan pengolahan tanah dan penanaman menurut arah lereng (up-and-down). Pada pengolahan tanah menurut arah lereng, dan pembajakan tanah dilakukan memanjang ke arah bawah lereng membentuk alur-alur yang menyebabkan terjadinya konsentrasi air yang mengalir dengan ce-pat ke arah bawah. Pada pengolahan tanah searah kontur maka pembajakan tanah dilakukan memotong lereng mengikuti garis kontur, sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang sejajar atau mengikuti garis kontur. Peng-olahan searah kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman searah kontur juga.
Efektifitas pengolahan tanah dan penamanan menurut arah kontur ter-gantung pada kemiringan dan panjang lereng. Pengaruhnya menjadi berarti untuk panjang lereng yang lebih dari 180 meter pada kemiringan 10, batasan ini akan berkurang sejalan dengan meningkatnya kemiringan lereng, untuk lahan 5,50 dan 8,50 panjangnya berturut-turut menjadi 30 m dan 20 m (Morgan 1986).
Untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan maka sebaiknya guludan di-buat sejajar dengan garis kontur, dengan demikian air akan tertahan sementara oleh guludan, sehingga daya kikisnya berkurang. Cara ini akan efektif bila diikuti dengan penanaman sejajar dengan garis kontur. Cara pengolahan tanah seperti ini dikenal dengan naman Contour Cultivation atau Contour Farming. Para ahli me-nyarankan pada saatpengolahan tanah sebaiknya diikuti dengan pemakaian mul-sa, karena disamping memperkecil erosi juga memperkecil evaporasi air tanah dan memperkecil fluktuasi suhu tanah.
Yang perlu diperhatikan bahwa sistem pengolahan tanah searah kontur ini hanya efektif untuk daerah bercurah hujan dengan intensitas rendah. Untuk daerah yang intensitas curah hujannya tinggi, sistem ini sebaiknya dikombinasikan de-ngan penanaman sistem strip.
Pada jenis tanah lempung dan pasir halus, laju erosi dapat dikurangi lebih lanjut dengan menyimpan air permukaan dari pada membiarkannya menjadi aliran permukaan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat gundukan-gundukan (gulud-an) tanah pada jarak tertentu.
Pengolahan tanah searah garis kontur dengan pembuatan guludan (contour bunds) yang dibuat memanjang memotong kemiringan lahan (lereng), yang mana guludan berfungsi untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya, dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar an-tara 25 – 30 cm dengan lebar 25-30 cm. Jarak antar guludan bervariasi tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan tanah terhadap erosi, dan erosivitas hujan. Pada tanah dengan kepekaan erosi rendah, guludan dapat ditetapkan pada lahan dengan kemiringan sampai 6%.
Pada lahan yang lebih curam atau lahan dengan kondisi tanah yang peka terhadap erosi, fungsi guludan kemungkinan kurang efektif. Dalam hal ini perlu di-pergunakan guludan bersaluran. Pada sistem guludan bersaluran, disebelah atas guludan dibuat saluran memanjang mengikuti guludan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keuntungan utama pengolahan tanah searah garis kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan dan terjadinya penampungan air sementara sehingga memungkinkan terjadinya infiltra-si air, sehingga dapat mengurangi terjadinya erosi. Untuk daerah yang bercurah hujan rendah, sistem ini sekaligus efektif untuk konservasi air
Usaha konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu (Beydha, 2002) :
1. Metode vegetatif, menggunakan tanaman sebagai sarana
2. Metode mekanik, menggunakan tanah, batu dan lain-lain sebagai sarana.
3. Metode kimia, menggunakan bahan kimia organik dan anorganik.
            Pada dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk pemanfaatan tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta
meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.
            Kanopi berfungsi menahan laju butiran air hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga pukulan butiran air dapat dikurangi. Air yang masuk di sela-sela kanopi (interception) sebagian akan kembali ke atmosfer akibat evaporasi. Fungsi perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir air hujan merupakan hal yang sangat penting karena erosi yang terjadi di Indonesia penyebab utamanya adalah air hujan. Semakin rapat penutupannya akan semakin kecil risiko hancurnya agregat tanah oleh pukulan butiran air hujan.
            Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga energi kinetiknya jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju aliran permukaan. Jika energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut materialnya juga berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk meresapkan air. Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya mampu membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang ikut bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah batang dan lama-kelamaan akan membentuk bidang penahan aliran permukaan yang lebih stabil.
            Keberadaan perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan oleh penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme dalam tanah, sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya cengkeram terhadap tanah. Perakaran tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan, memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan anaman dan mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.
Jenis-Jenis Konservasi Tanah dan Air Secara Vegetatif  (Subagyono, dkk, 2003):
1.    Penghutanan kembali
Penghutanan kembali (reforestation) secara umum dimaksudkan untuk mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah dengan tanaman pohon-pohonan. Penghutanan kembali juga berpotensi untuk peningkatan kadar bahan organik tanah dari serasah yang jauh di permukaan tanah dan sangat mendukung kesuburan tanah. Penghutanan kembali biasanya dilakukan pada lahan-lahan kritis yang diakibatkan oleh bencana alam misalnya kebakaran, erosi, abrasi, tanah longsor, dan aktivitas manusia seperti pertambangan, perladangan berpindah, dan penebangan hutan. 
 menyimpan air dan meredam debit air pada saat musim penghujan dan menyediakan air secara terkendali pada saat musim kemarau (sponge effect). Pengembalian fungsi hutan akan memakan waktu 20-50  tahun sampai tajuk terbentuk sempurna. Jenis tanaman yang digunakan sebaiknya berasal dari jenis yang mudah beradaptasi terhadap lingkungan baru, cepat berkembang biak, mempunyai perakaran yang kuat, dan kanopi yang rapat/rindang.
2.    Wanatani 
Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman tahunan  dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian. Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim. Penerapan wanatani pada lahan dengan lereng curam atau agak curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah, dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim.            Tanaman semusim memerlukan pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif dibandingkan dengan tanaman tahunan. Pengolahan  tanah pada tanaman semusim biasanya dilakukan dengan cara mencangkul, mengaduk tanah, maupun cara lain yang mengakibatkan hancurnya agregat tanah, sehingga tanah mudah tererosi. Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi akibat pengolahan tanah juga semakin besar. Penanaman tanaman tahunan tidak memerlukan pengolahan tanah secara intensif. Perakaran yang dalam dan penutupan tanah yang rapat mampu melindungi tanah dari erosi.

Watani dibagi atas beberapa macam yaitu:
a.    Pertanaman sela
Pertanaman sela adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman  semusim. Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi permukiman. Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah perkebunan, pekarangan rumah tangga maupun usaha pertanian tanaman tahunan lainnya. Dari segi konservasi tanah, pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi tanaman tahunan menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan tersebut digunakan untuk tanaman semusim. Pilihan teknik konservasi ini sangat baik untuk diterapkan oleh petani karena mampu memberikan nilai tambah bagi petani, mempertinggi intensitas penutupan lahan, membantu perawatan tanaman tahunan dan melindungi dari erosi.

b. Pertanaman lorong
Sistem pertanaman lorong atau  alley cropping adalah suatu sistem dimana tanaman pagar pengontrol erosi berupa barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur, sehingga membentuk lorong-lorong dan tanaman semusim berada di antara tanaman pagar tersebut. Sistem ini sesuai untuk diterapkan pada lahan kering dengan kelerengan 3-40%. sistem budi daya lorong merupakan salah satu cara untuk mempertahankan produktivitas lahan kering yang miskin hara dan mempunyai KTK yang rendah. Penanaman tanaman pagar akan mengurangi 5-20% luas lahan efektif untuk budi daya tanaman sehingga untuk tanaman pagar dipilih dari jenis tanaman yang memenuhi persyaratan di bawah ini :
a. Merupakan tanaman yang mampu mengembalikan unsur hara ke dalam tanah, misalnya tanaman penambat nitrogen (N) dari udara.
b.  Menghasilkan banyak bahan hijauan.
c.  Tahan terhadap pemangkasan dan dapat tumbuh kembali secara cepat sesudah pemangkasan.
d. Tingkat persaingan terhadap kebutuhan hara, air, sinar matahari dan ruang tumbuh dengan tanaman lorong tidak begitu tinggi.
e.  Tidak bersifat alelopati (mengeluarkan zat beracun) bagi tanaman utama.
f.  Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu bakar, dan penghasil buah sehingga mudah diadopsi petani.
c.    Talun hutan rakyat
Talun adalah lahan di luar wilayah permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh sendiri secara spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam dan kondisi umum lahan seperti hutan alami. Ditinjau dari segi konservasi tanah, talun hutan rakyat dengan kanopi yang rapat dapat mencegah erosi secara maksimal juga secara umum mempunyai fungsi seperti hutan.
d.   Kebun campuran
Berbeda dengan talun hutan rakyat, kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang ditanam adalah tanaman tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan kayunya. Kadang-kadang juga ditanam dengan tanaman semusim. Apabila proporsi tanaman semusim lebih besar daripada tanaman tahunan, maka lahan tersebut disebut tegalan. Kebun campuran ini mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu mengurangi laju aliran permukaan. Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim mampu mengurangi risiko akibat gagal panen dan meningkatkan nilai tambah bagi petani.
Pekarangan adalah kebun di sekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Lahan tersebut mempunyai manfaat tambahan bagi keluarga petani, dan secara umum merupakan gambaran kemampuan suatu keluarga  dalam mendayagunakan potensi lahan secara optimal. Tanaman yang umumnya ditanam di lahan pekarangan petani  adalah ubi kayu, sayuran, tanaman buah-buahan seperti tomat, pepaya, tanaman obat-obatan seperti kunyit, temulawak, dan tanaman lain yang umumnya bersifat subsisten. 
e.    Tanaman pelindung
Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan yang ditanam di sela-sela tanaman pokok tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas penyinaran matahari, dan dapat melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi terutama ketika tanaman pokok masih muda. Tanaman pelindung ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Tanaman pelindung sejenis yang membentuk suatu sistem wanatani sederhana (simple agroforestry). Misalnya tanaman pokok berupa tanaman kopi dengan satu jenis tanaman pelindung misalnya: gamal (Gliricidia sepium), dadap (Erythrina subumbrans), lamtoro (Leucaena leucocephala) atau kayu manis (Cinnamomum burmanii).
b. Tanaman pelindung yang beraneka ragam dan membentuk wanatani kompleks (complex agroforestry atau sistem multistrata). Misalnya tanaman pokok berupa tanaman kopi dengan dua atau lebih tanaman pelindung misalnya: kemiri (Aleurites muluccana), jengkol (Pithecellobium jiringa), durian (Durio zibethinus), cempedak (Artocarpus integer), dan lain sebagainya.
3.    Mulsa
Mulsa adalah bahan-bahan (sisa tanaman, serasah, sampah, plastik atau bahan-bahan lain) yang disebar atau menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari kehilangan air melalui evaporasi. Mulsa juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi permukan tanah dari pukulan langsung butiran hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi percik (splash erosion), selain mengurangi laju dan volume limpasan permukaan. Bahan mulsa yang sudah melapuk akan menambah kandungan bahan organik tanah dan hara. Mulsa mampu menjaga stabilitas suhu tanah pada kondisi yang baik untuk aktivitas mikroorganisma. Relatif rendahnya evaporasi, berimplikasi pada stabilitas kelengasan tanah. Secara umum mulsa berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah. Pemanfaatan mulsa di lahan pertanian juga dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan gulma. Mulsa yang diberikan sebaiknya berupa sisa tanaman yang tidak mudah terdekomposisi misalnya jerami padi dan jagung dengan takaran yang disarankan adalah 6 t/ha atau lebih.

4.    Sistem penanaman menurut strip
Penanaman menurut strip (strip cropping) adalah sistem pertanaman, dimana dalam satu bidang lahan ditanami tanaman dengan jarak tanam tertentu dan berselang-seling dengan jenis tanaman lainnya searah kontur. Misalnya penanaman jagung dalam satu strip searah kontur dengan lebar strip 3-5 m atau 5-10 m tergantung kemiringan lahan, di lereng bawahnya ditanam kacang tanah dengan sistem sama dengan penanaman jagung, strip rumput atau tanaman penutup tanah yang lain. Semakin curam lereng, maka strip yang dibuat akan semakin sempit sehingga jenis tanaman yang berselang-seling tampak lebih rapat. Sistem ini sangat efektif dalam mengurangi erosi hingga 70-75% (FAO, 1976) dan vegetasi yang ditanam (dari jenis legum) akan mampu memperbaiki sifat tanah walaupun terjadi pengurangan luas areal tanaman utama sekitar 30-50%.
      
5.    Barisan sisa tanaman
Sistem ini adalah teknik konservasi tanah yang bersifat sementara dimana gulma/rumput/sisa tanaman yang disiangi ditumpuk berbaris. Penumpukan ini selain dapat megurangi erosi dan menahan laju aliran permukaan juga bisa berfungsi sebagai mulsa. Ketersediaan bahan sisa tanaman harus cukup banyak sehingga penumpukannya membentuk struktur yang lebih kuat. Sisa tanaman tersebut lemah dalam menahan gaya erosi air dan akan cepat terdekomposisi sehingga mudah hanyut. Penggunaan kayu-kayu pancang diperlukan untuk memperkuat barisan sisa tanaman ini. Sistem ini cukup bagus untuk mempertahankan ketersediaan hara melalui dekomposisi bahan organik dan melindungi tanah dari bahaya erosi sampai umur tanaman <5 bulan.

6.    Tanaman penutup tanah
Tanaman penutup tanah (cover crop) adalah tanaman yang biasa ditanam pada lahan kering dan dapat menutup seluruh permukaan tanah. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman penutup tanah umumnya  tanaman semusim/tahunan dari jenis legum yang mampu tumbuh dengan cepat, tahan kekeringan, dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi) dan menghasilkan umbi, buah, dan daun. Tanaman penutup tanah dibedakan menjadi empat yaitu: (1) tanaman penutup tanah rendah seperti centrosema (Centrosema pubescens), pueraria (Pueraria javanica) dan benguk (Mucuna sp.); (2) tanaman penutup tanah sedang seperti lamtoro (Leucaena leucocephala) dan gamal (Gliricidia sepium); (3) tanaman penutup tanah tinggi seperti sengon (Periserianthes falcataria); dan (4) belukar lokal.
7.    Penyiangan parsial
Penyiangan parsial merupakan teknik dimana lahan tidak disiangi seluruhnya yaitu dengan cara menyisakan sebagian rumput alami maupun tanaman penutup tanah (lebar sekitar 20-30 cm) sehingga di sekitar batang tanaman pokok akan bersih dari gulma. Tanaman penutup tanah yang tidak disiangi akan berfungsi sebagai penahan erosi. Teknik penyiangan yang termasuk dalam penyiangan parsial adalah:
1.    Strip tumbuhan alami (natural vegetative strips = NVS)
Pada dasarnya teknik ini adalah menyisakan sebagian lahan yang tidak disiangi dan tidak ditanami sehingga rumput alami tumbuh membentuk strip yang kurang lebih sejajar dengan garis kontur.
2.      Penyiangan sekeliling batang tanaman pokok
Teknik ini dapat diterapkan pada penyiangan dimana tanah tertutupi oleh gulma rumput maupun tanaman penutup tanah lain yang sengaja ditanam. Penyiangan dilakukan di sekeliling batang tanaman pokok dengan diameter sekitar 120 cm.
         
Konservasi Air
Siklus Hidrologi
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
  • Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
  • Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
  • Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
A.    Sistem Teras
Penterasan bertujuan untuk mengurangi panjang lereng, sehingga dapat memperkecil aliran permukaan. Disamping itu memberi kesempatan pada air untuk meresap ke dalam tanah dan bahkan dapat menimpan air.
Berdasarkan fungsi dan bentuknya dikenal 4 macam model penterasan yaitu :

a.      Teras datar (Level Terrace)
Pembuatan model teras datar bertujuan untuk menahan air dan memberi kesempatan terjadinya penyerapan air ke dalam tanah. Teras dibuat menurut arah garis kontour terutama pada tanah-tanah yang memiliki permeabilitas yang cukup besar sehingga tidak terjadi penggenangan atau luapan air melalui guludan. Sistem ini biasanya dibuat pada tanah / lahan dengan kemiringan antara 3 – 10%. Teras dibuat dengan membuat tanggul yang diberi saluran dibagian atasnya maupun pada bagian bawahnya, tanah untuk tanggul diambil dari kedua sisinya. Sebaiknya tanggul yang dibuat ditanami dengan tanaman pelindung misalnya rumput-rumputan dll.
b.      Teras kridit (Ridge Terrace)
Teras kridit biasanya dibuat pada tanah / lahan dengan kemiringan lereng antara 3 – 10%, yang bertujuan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Pembuatan teras di mulai dengan pembuatan jalur penguat teras berupa guludan yang sejajar dengan garis kontur dan kemudian ditanami tanaman penguat, misalnya lamtoro gung, caliandra dll. Jarak antar jalur antara 5 – 12 meter, jalur tanaman teras tersebut diharapkan mampu menahan sedimen erosi yang tertimbun di selokan, sehingga permukaan tanah bagian atas turun dan bagian bawah dekat jalur tanaman naik. Dengan demikian pada suatu saat nanti bidang tanah akan menjadi datar, proses ini dapat dipercepat dengan cara menarik tanah ke bawah pada waktu penglahan tanah. Tanaman penguat teras harus ditanam rapat atau ditanami rumput yang diperkuat dengan batu.
c.       Teras Pematang / guludan (Contour Terrace)
           Teras pematang dibuat sejajar dengan garis kontur, berjajar dari atas ke arah bawah lereng dengan pematang miring 0,1% kearah saluran pembuangan air (waterway) atau datar bila tanahnya bertekstrur lepas dan daya menyerap air tinggi. Sstem ters ini dibuat pada tanah / lahan yang mempunyai kemiringan lereng antara 10 – 40%, yang bertujuan untuk mencegah hilangnya lapisan tanah. Untuk tanah dengan kemiringan lereng 20 – 40%,pembuatan teras pematang harus disertai penanaman tanaman atau rumput penguat pematang.
B. Saluran Pembuangan Air
Untuk menhindari terkumpulnya air aliran permukan di sembarang temapt, maka perlu disiapkan saluran pembuangan dimana saluran dibuat searah dengan kemiringan lereng, yang merupakan saluran pembuangan aliran yang berasal dari saluran dispersi dan saluran air yang ada di teras. Saluran dispersi bertujuan untuk menangkap air aliran permukaan dan membelokkan kesaluran pembuangan utama. Kemiringan saluran ini biasanya 0,3% dengan lebar dan dalamnya tergantung pada besarnya aliran permukaan yang biasa terjadi di daerah tersebut. Bentuk penampang saluran tersebut biasanya bentuk segitiga, trapesium atau parabolik. Dasar tebing saluran sebaiknya ditanami atau diperkuat dengan gebalan rumput. Metode ini dikenal dengan istilah grass waterway atau vegetabet waterway. Bila-mana kemiringanlereng terlalu curam, maka saluran pembuangan harus dilengkapi dengan trucuk dan bangunan penerjun (drop structure) yang biasanya terbuat dari batu atau beton.
Bendungan Pengendali
Bangunan ini merupakan waduk kecil dengan konstruksi khusus yang di-buat di daerah berbukit dengan kemiringan lahan atau lapangan 30%, yang ber-tujuan untuk menampung air lairan permukaan dan sedimen hasil erosi, mening-katkan kapasitas infiltrasi air dan mendekatkan permasalahan air kepada masyarakat. Daerah aliran bendungan pengendali biasanya tidak lebih dari 150 hektar dan tingi badan tanggul maksimum 10 meter. Tempat dimana bangunan pengen-dali dibuat harus mempunyai kecekungan yang dapat menampung banyak air, oleh karena itu perlu diketahui dengan tepat perbandingan luas bendungan de-ngan daerah alirannya serta karakteristik dari aliran permukaan yang terjadi di daerah tersebut.
Keuntungan yang didapatkan dengan adanya bendungan pengendali air aliran permukaan tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Tersedianya air selama musim kemarau, terutama daerah yang selalu meng-alami kekeringan dan tandus.
b.      Dapat memperluas areal pertanian dengan cara memperluas fungsi saluran pembagi menjadi saluran irigasi terutama selama musim hujan.
c.       Dapat dijadingan sebagai sarana perikanan penduduk setempat, dan
d.      Dapat meningkatkan nilai estetika daerah bersangkutan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan keamanan bendungan pengendali adalah sebagai berikut :
a.       Untuk mencegah bocornya tanggul, maka lapisan bagian tengah tanggul, dilapisi dengan tanah liat yang dipadatkan atau pemasangan tras dan kapur (3:1 sampai 5:1). Tinggi lapisan dibuat sampai 1,5 meter dibawah permuka-an atas tanggul.
b.      Untuk mencegah terjadinya kelongsoran tanggul, maka badan tanggul dibuat dengan kemiringan dengan perbandingan 2:1 untuk bagian dalam dan untuk bagian luar 1,5 : 1.
c.       Tinggi air dalam bendungan pengendali tidak boleh melampaui badan tang-gul, karena itu dibuat saluran pelimpahan (spilway), yang dibuat dari baru atau tanah yang diperkuat dengan gebalan rumput, saluran ini dibuat pada kedalaman 2 meter dibawah permukaan atas tanggul.
d.      Disarankan dibuat saluran lokal berupa pipa saluran yang berada dibawah ketinggian saluran pelimpahan yang difungsikan untuk mengatur ketinggian ai permukaan.

EROSI
Erosi berlangsung secara alamiah (geological erosion) yang kemudian berlangsungnya itu dipercepat oleh beberapa tindakan atau perlakuan manuisa terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya (accelerated erosion). Pada erosi alamiah tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan, karena peristiwa ini banyaknya tanah yang terangkut seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat apat di sebabkan karena kegiatan manusia, kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Usaha pertanian pada umumnya tidak ada yang hasilnya memperlambat laju erosi alam bahkan sebaliknya mempercepat laju erosi dan sudah dapat dipastikan banyak menimbulkan kerugian kepada manusia seperti longsor, banjir, turunnya produktivitas tanah. Pada peristiwa erosi (yang dipercepat) volume pernghanyutan tanah atau laju erosi lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah, sehingga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus dan pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkutnya lapisan tersebut (Sutedjo, 1991: 100).
Erosi merupakan pengikisan dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpas), es bergerak atau angin (Notohadiprawiro, 1999: 74).
Menurut Rahim (2000; 28) erosi merupakan suatu proses yang terdiri dari penguraian massa tanah menjadi partikel-partikel tunggal dan pengangkutan partikel-partikel tunggal tersebut oleh tenaga erosi. Tenaga yang menyebabkan terjadinya erosi adalah air, angin dan salju. Erosi didefinisikan sebagai peristiwa hilangnya atau terkikisnya bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin atau es. Erosi yang paling besar terjadi di Indonesia adalah erosi air. Erosi disebabkan oleh adanya daya disperse dan daya transportasi air pada saat turun hujan. Apabi;a air hujan tidak mampu menghancurkan tanah menjadi butiran-butiran kecil dan otomatis tidak terjadi erosi. Daya dispersi merupakan daya air memisah tanah yang mula-mula dalam bentuk agregat menjadi pecah terdispersi karena adanya tetesan titik-titik air hujan, sehingga menjadi butir-butir yang halus. Daya transportasi merupakan daya angkut bahan yang mengalir, dalam hal ini run off.
Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (Asdak, 2004)

Siklus Erosi
Siklus erosi sering juga disebut siklus Geografi atau siklus Geomorfologi (geographical or geomorphologic cycle) yang sebenarnya menyangkut tahapan yang dilalui oleh masa lahan demi waktu ke waktu sejak pengangkatan hingga menjadi peneplane.
  • Tahapan muda (youth stage)Suatu daerah setelah pengangkatan yang cepat dicirikan dengan pengikisan sungai yang tajam dan dalam. Jarak antara sungai satu dengan lainnya dapat berjauhan. Makin lama punggungan antara sungai menjadi menyempit dan menjadi punggungan yang tajam.
  • Tahapan Dewasa (Mature Stage)Tebing sungai makin melandai. Puncak – puncak tajam dari punggungan nerendah lebih cepat dari pada kikisan dasar sungai. Relief menjadi berkurang. Punggungan menjadi membulat dan penampang melintang sungai menjadi konkav ke atas.
  • Tahapan Tua (Old Stage)Lembah dengan penampang terbuka, tanpa dataran banjir, cenderung disebabkan oleh pengangkatan yang lambat sedangkan kehadiran dataran banjir pada dasar lembah yang lebar dengan tebing terjal cenderung terbentuk oleh pengangkatan cepat.
1. Mekanisme terjadinya erosi
Erosi tanah melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment) dan tahap pengangkutan oleh media yang erosive (transportation). Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan (sedimentation) (suripin, 2002).
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih-kurang merata ke segala arah, namun untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas tersebut akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka kan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas, baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliram permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikeltanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin,2002).
2.      Macam-macam erosi
A.    Erosi oleh Air
Erosi ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk:
  1. Splash erosion: erosi oleh butiran air hujan yang jatuh ke tanah. Karena benturan butiran air hujan, partikel-partikel tanah yang halus terlepas dan terlempar ke udara.
  2. Sheet erosion: erosi oleh air yang jatuh dan mengalir di permukaan tanah secara merata sehingga partikel-partikel tanah yang hilang merata di permukaan tanah. Permukaan tanah menjadi lebih rendah secara merata. Erosi ini terjadi bila permukaan tanah memiliki ketahanan terhadap erosi yang relatif seragam.
  3. Riil erosion: erosi oleh air yang mengalir di permukaan tanah dengan membentuk alur-alur kecil dengan kedalaman beberapa senti meter. Erosi ini terjadi pada permukaan tanah yang landai dan memiliki daya tahan yang seragam terhadap erosi.
  4. Gully erosion: erosi oleh air yang mengalir di permukaan tanah yang miring atau di lereng perbukitan yang membentuk alur-alur yang dalam dan lebarnya mencapai beberapa meter, dan berbentuk “V”.
  5. Valley erosion: erosi oleh air yang mengalir di daerah perbukitan yang membentuk lembah-lembah sungai atau lereng-lereng perbukitan. Alur atau lembah berbentuk berbentuk “V”. Erosi dominan secara vertikal.
6.      Erosi parit (channel erosion):Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu
  1. Stream erosion: erosi oleh air dalam bentuk aliran sungai. Lembah sungai berbentuk “U”. Terjadi erosi lateral yang makin ke hilir makin dominan dan dapat membentuk aliran sungai bermeander.
B.       Erosi oleh Angin
Erosi ini terjadi oleh angin yang bertiup. Erosi ini terjadi di daerah yang tidak bervegetasi atau bervegetasi sangat jarang di daerah gurun atau pesisir. Erosi ini dapat dibedakan menjadi:
  1. Deflasi: erosi oleh angin yang bertiup dan menyebabkan material lepas yang haalus terangkut.
  2. Abrasi: erosi oleh material-material halus yang diangkut oleh angin ketika angin menerpa suatu batuan.
C.  Erosi oleh Es
Erosi ini terjadi oleh gerakan massa es dalam bentuk gletser. Gletser dapat menyebabkan abrasi atau penggerusan oleh material-material yang diangkutnya; dapat menyebabkan retakan pada batuan karena terurut ketika gletser bergerak.
D.  Erosi karena Gravitasi
Erosi karena gravitasi terjadi dalam bentuk gerakan tanah atau tanah longsor, yaitu gerakan massa tanah dan atau batuan menuruni lereng karena gaya gravitasi bumi. Gerakan tanah dapat terjadi dalam bentuk, antara lain: rayapan tanah, tanah longsor, atau jatuhan.
E.  Erosi oleh Organisme
Erosi ini terjadi karena aktifitas organisme yang melakukan pemboran, penggerusan atau penghancuran terhadap batuan. Erosi ini disebut juga bioerosion.

3. Faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi erosi
Iklim dan geologi merupakan factor utama yang mempengaruhi proses erosi. Disamping karakteristik lahan dan vegetasi, dimana keduanya bergantung pada dua factor terdahulu dan saling mempengaruhi. Diluar factor tersebut, kegiatan manusia di muka bumi juga member andil yang cukup besar pada perubahan laju erosi. Untuk memahami kapan dan bagaimana erosi terjadi, masing-masing factor tersebut harus diuji secara detail dan aspek-aspek yang relevan diidentifikasi secara tepat. Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu: (Suripin, 2004: 41)
1. Iklim
Factor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi adalah hujan, temperatur dan suhu. Hujan mempunyai peranan dalam erosi melalui tenaga pengelupasan dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi meliputi jum;ah atau kedalaman hujan, intensitas dan lamanya hujan.
2. Tanah
Dalam kaitannnya dengan mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi, sifat-sidat fisik tanah yang mempengaruhi meliputi: tekstur, struktur, infiltrasi, dan kandungan bahan organik.
3. Topografi
Faktor topografi pada umumnya dinyatakan dalam kemiringan dan panjang lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng.
4. Vegetasi
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, 2) menurunkan kecepatan dan volume aliran permukaan/limpasan, 3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui system perakaran, 4) mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.
5. Tindakan campur tangan manusia
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu factor penting terhadap terjadinya erosi yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan yang berpengaruh terhadap erosi misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan untuk pemukiman atau lahan pertanian.
4. Erosi yang diperbolehkan
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan, adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Arsyad, 2000).
Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan disebut nilai T.
Dalam membicarakan ruang lingkup sumberdaya air yang pada dasarnya membahas hidrologi, akan lebih mudah bila penjelasannya dikaitkan dengan sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang digunakan sebagai wilayah maupun satuan analisisnya. Dalam sistem DAS biasanya digambarkan hubungan antara hujan sebagai masukan dan aliran sebagai keluarannya dalam suatu sistem sebagai berikut. Keluaran yang dihasilkan dalam sistem tersebut tidak terbatas pada aliran, tetapi dapat juga merupakan zat kimia yang terbawa aliran dan atau sedimen yang terbawa aliran yang bersangkutan.
Hubungan tersebut umumnya berlangsung dalam penelitian sumberdaya air pada suatu DAS, atau yang dikenal dengan pendekatan kotak hitam (black box). Air di muka bumi mengalami peredaran (siklus) yang sering disebut dengan siklus hidrologi atau daur hidrologi. Siklus hidrologi dapat dicerminkan dalam bentuk yang sederhana maupun yang rumit, lengkap dengan proses-proses berlangsung di dalamnya.
Melihat banyaknya proses-proses yang terjadi dalam DAS yang merubah masukan (input) menjadi keluaran (output), berbagai disiplin yang berkaitan dengan studi hidrologi dapat dijelaskan, antara lain:
  1. Meteorologi/klimatologi: mengkaji dalam proses-proses yang berlangsung di atmosfer.
  2. Rekayasa: merupakan salah satu ilmu dasar dalam penerapan praktisnya dan hidrometri merupakan subyek yang berkaitan dengan hidrologi dan keteknikan air.
  3. Rekayasa pertanian: banyak digunakan dalam merancang, menyusun dan mengerjakan sistem irigasi dan drainase, perlindungan lahan pertanian terhadap erosi, pengaturan mata rantai air yang kecil dan reklamasi lahan, hidrologi merupakan salah satu subyek yang utama.
  4. Ilmu tanah: banyak terkait dengan permasalahan infilrrasi dan lengas tanah.
  5. Kehutanan: terkait dengan drainase tanah hutan, transpirasi, intersepsi dan topik lainnya yang berkaitan.
  6. Geologi: benyak berkaitan dalam penelitian air tanah.
  7. Geofisika: berkaitan dengan eksplorasi bawah tanah, khususnya yang menyangkut air tanah.
  8. Rekayasa Penyehatan: permasalahan drainase dan sanitasi lingkungan.
  9. Statistik: khususnya dalam kaitannya dengan analisis data hidrologi.
10.  Geografi fisik: khususnya geomorfologi yang banyak berkaitan dengan bentuk lahan, sungai, danau, gletsyer dan lain-lain.
Dalam penanganan suatu kegiatan yang melibatkan hidrologi, hendaknya disesuaikan dengan tujuan dari kegiatan tersebut. Oleh sebab itu parameter hidrologi yang diperlukan dalam suatu kegiatan harus disesuaikan. Dalam kajian siklus hidrologi dapat dibedakan antara cara perhitungan dan ruangan atau batas wilayah yang dipelajari dalam memperkirakan neraca air.
  Pengaruh Yang Ditimbulkan Oleh Erosi
 Dampak erosi dibagi menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi
( on site)  dan dampak pada daerah diluarnya( off site) . Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak yangdapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal iniberdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisanolah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis.Pengaruh erosi pada kesuburan fisik tanah diantaranya adalah terjadinya penghanyutanpartikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi danpenampungan, serta perubahan profil tanah. Sedangkan pengaruh pada kesuburan kimia tanahmenurut Goeswono Soepardi dalam bukunya ³Sifat dan Ciri Tanah´ adalah kehilangan unsur hara karena erosi selama rata-rata 2 tahun yang diperoleh dari percobaan di Missouri yaitu N 66kg per hektar, kemudian P2O5 41 kg per hektar,K2O 729 kg per hektar, MgO 145 per kg per hektar,dan SO4 sebanyak 42 kg per hektar per tahun.Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisantersebut menjadi tipis atau bahkan hilang (A.G Kartasapoetra,1986:45).Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off-site) merupakan dampak sangt besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimenmenimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (1989)mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain:
1.Pelumpuran dan pendangkalan waduk 
2.Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan
3.Memburuknya kualitas air, dan
4.Kerugian ekosistem perairan
Upaya Penanggulangan Erosi
Salah satu hal yang perlu disadari oleh para perencana dan pengambil kebijakan adalah bahwa menghilangkan erosi pada lahan usaha tani sangatlah tidak mungkin, karena gangguan terhadap lahan pertanian sebagai pemicu erosi sulit dihindari
 
Pengaruh Yang Ditimbulkan Oleh Erosi
 Dampak erosi dibagi menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi
o
n site)
dan dampak pada daerah diluarnya
o

DAFTAR REFERENSI


Anonim, 2009, Dampak Erosi, http://link-geo.blogspot.com/2009/08/erosi-dampak-serta-upaya-mengurangi.html, diaksestanggal 28 Februari 2013.

Beydha, Inon, 2002, Konservasi Tanah Dan Air Di Indonesia Kenyataan dan Harapan, http://www.komunikasi-inon3.com, diakses tanggal 28 Februari 2013.

Nasutio, Y., 2010, Konservasi dan Perlindungan Alam, http://sipoel.unimed.ac.id, diakses tanggal 28 Februari 2013.

Opini, 2008,  Bencana Banjir dan Longsor, http://www.lampungpost.com, diakses tanggal 28 Februari 2013.

Samrumi, 2009, Pengertian dan jenis erosi,http://samrumi.blogspot.com/2009/01/pengertian-dan-bentuk-bentuk-erosi.html, diakses tanggal 28 Februari 2013.

Subagyono, dkk, 2003, Konservasi Tanah Secara Vegetatif, http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 28 Februari 2013.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar