Minggu, 24 Mei 2015

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TENTANG INTERAKSI KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP”



REVIEW JURNAL INTERNASIONAL
TENTANG INTERAKSI KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP

Judul                        :
Population and Environment Interaction : the Case of Gilgel Abbay Catchment, Northwestern Ethiopia
Penulis                      :
Amare Sewnet Minale (PhD)
Publikasi                   :
Environmental and Management Vol. 4 (1). 0153-0162, January, 2013
Penelaah                   :
Harmin Adijaya Putri
Tanggal Telaah         :
6 Mei 2015

I.    Deskripsi Jurnal
1. Tujuan Utama Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dinamika populasi pada Daerah Aliran Sungai Gilgel Abbay (GAC), Barat Laut Ethiopia dan melihat korelasi yang terjadi antara ukuran populasi (penduduk) dan unit tutupan lahan pada DAS Gilgel Abbay.

2.   Hasil Penelitian
Analisis perubahan penduduk Ethiopia dapat dibagi menjadi dua bagian utama: sebelum dan sesudah sensus tahun 1984. Data yang tersedia menunjukkan bahwa populasi penduduk telah meningkat empat kali lipat antara tahun 1900 dan 1988. Pada awal abad ke-20 tingkat kelahiran diperkirakan sebesar 0,2 % per tahun. Jumlah penduduk pada tahun 1900 diperkirakan mencapai 11,8 juta orang. Butuh 60 tahun untuk dua kali lipat menjadi 23,6 juta pada tahun 1960 dan hanya butuh 28 tahun untuk kenaikan jumlah penduduk dua kali lipat dari tahun 1960 menjadi 47,3 juta orang dimana angka pertumbuhan sebesar 2,9 % antara tahun 1980 dan 1989. Dua faktor demografi bertanggung jawab terhadap pertumbuhan yang drastis di Ethiopia yaitu angka kelahiran tinggi dan angka kematian perlahan-lahan menurun.
Di Ethiopia sensus penduduk adalah fenomena baru, yang baru diadakan tiga kali yaitu tahun 1984, 1994, dan tahun 2007. Berdasarkan hasil sensus, perkiraan populasi Ethiopia yaitu 79.221.000 orang pada tahun 2008 (CSA, 2008). Ethiopia memiliki penduduk terbesar kedua di Sub Sahara Afrika. Dari jumlah tersebut sekitar 50,5 % adalah laki-laki dan 49,5% adalah perempuan. Ciri khas negara-negara berkembang termasuk di dalamnya Ethiopia yaitu pertumbuhan penduduk sangat pesat dari pembangunan sosio-ekonomi dan ketergantungan masyarakat pada sumber daya lingkungan semakin meningkat sehingga menyebabkan degradasi lingkungan.
Dinamika populasi
Dinamika populasi meliputi perubahan populasi dari waktu ke waktu karena kelahiran, kematian dan migrasi. Kesuburan adalah salah satu dinamika populasi yang menentukan ukuran dan struktur umur dari populasi tertentu. Nilai total tingkat kesuburan (TFR) Ethiopia adalah 5,4. Tingkat kesuburan jauh lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan perkotaan. Nilai TFR di daerah pedesaan adalah 6,0 yaitu 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan TFR pada daerah perkotaan. Tingkat kematian kasar telah menunjukkan penurunan dalam dua dekade terakhir. Arus Angka kematian ibu (673/100.000) adalah salah satu tertinggi di dunia. Data dari tahun 2005 menunjukkan EDH bahwa kematian bayi telah menurun sebesar 19 % selama 15 tahun terakhir.
Di Ethiopia meskipun, tidak ada data terkait kondisi penduduk di masa lampau, data yang ada menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi menjadi cepat setelah tahun 1950-an. Beberapa variabel demografi tampaknya menurun tetapi masih tertinggi di dunia. Momentum penduduk berpengaruh pada pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang. Hal ini jelas bahwa pertumbuhan yang pesat (tidak sejalan dengan pembangunan sosial-ekonomi) telah mengancam lingkungan negara Ethiopia dan akan berpengaruh pada masa depan.
Penduduk Dan Lingkungan Terkait DAS Gilgel Abbay
Pembuktian ekologi dan ekonomi telah menunjukkan bahwa terjadi kehilangan keanekaragaman hayati dan penurunan produktivitas lahan yang menjadi masalah utama di Ethiopia. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat menjadi tantangan masa depan Negara ini. Berdasarkan studi EHR, telah terjadi trend yang menakutkan terhadap lingkungan dimana telah terjadi kerusakan lingkungan yaitu  sebesar 27 juta ha atau hampir 50% dari wilayah dataran tinggi. Kerusakan lingkungan yang paling parah terjadi di dataran tinggi, terutama di bagian utara karena pertumbuhan eksponensial penduduk, pemukiman yang padat, praktek penggunaan lahan yang masih primitive termasuk pembukaan lahan untuk pertanian dan bahan bakar, serta kurangnya inovasi dalam praktek pertanian. Demikian pula, Amare (2010) pada penelitiannya di DAS Abbay Gilgel ditemukan perluasan pertanian dan pemukiman dan pembukaan lahan akibat dengan peningkatan penduduk di salah satu daerah dataran tinggi Ethiopia. Perubahan tutupan lahan DAS Abbay Gilgel yang dikaitkan dengan faktor-faktor antropogenik semakin meningkat akibat pesatnya jumlah penduduk.
Penduduk pada kabupaten yang termasuk dalam wilayah DAS telah menunjukkan peningkatan yang cepat dan dalam waktu kurang dari 20 tahun. Peningkatan penduduk yang sangat cepat memberi implikasi terhadap sumber daya DAS Gilgel Abbay. Sejalan dengan periode ini, pada DAS telah terjadi perubahan tutupan lahan (land use) dengan sangat cepat karena pertambahan penduduk. Dalam wilayah DAS Gilgel Abbay, sebagian besar penduduk berada di bawah garis kemiskinan dan hidup dengan < 1 ha lahan dimana hasil pertanian sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Pertambahan jumlah penduduk meyebabkan permintaan untuk pertanian dan kebutuhan kayu bakar semakin tinggi sehingga akses terhadap hutan semakin lebar. Kondisi ini telah menyebabkan perluasan pertanian dan lahan pemukiman dengan membersihkan hutan, rumput dan wetland.
Terdapat hubungan antara ukuran populasi (penduduk) dan perubahan tutupan lahan di DAS Gilgel Abbay, Ethiopia. Penduduk pada wilayah kabupaten DAS Gilgel Abbay berkolerasi dengan satuan tutupan lahan (Tabel 1). Ada hubungan positif yang kuat antara ukuran populasi (penduduk) terhadap lahan pertanian dan pemukiman yang ada, terjadi peningkatan jumlah penduduk dan proporsional perluasan lahan pertanian dan pemukiman di DAS Gilgel Abbay. Akan tetapi korelasi antara ukuran populasi (penduduk) dan sumber daya hutan telah menunjukkan korelasi negative yang kuat dengan artian peningkatan ukuran populasi (penduduk), maka terjadi penurunan luasan hutan dan tutupannya (Tabel 1). Ini mengimplikasikan bahwa pertumbuhan penduduk pada wilayah DAS Gilgel Abbay adalah salah satu penyebab konversi hutan, air dan wetland menjadi lahan pertanian dan pemukiman dalam periode ini dan konsekuensinya adalah gangguan terhadap ekosistem pada wilayah DAS Gilgel Abbay, Ethiopia.

Tabel 1. Korelasi antara ukuran populasi (penduduk) dan unit tutupan lahan pada DAS Gilgel Abbay








3.   Kesimpulan Penelitian
      Pertumbuhan penduduk yang tidak berkelanjutan di Ethiopia memberi kontribusi terhadap degradasi lingkungan di Negara tersebut, khususnya pada daerah dataran tinggi dengan tingkat kepadatan penduduk yang banyak. Deforestasi, degradasi wetland, pengembalaan yang berlebihan, erosi tanah yang sangat cepat dan biodegradasi di Negara Ethiopia secara langsung dan tidak langsung berhubungan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk yang ada. Oleh karena itu, harus ada strategi yang diusulkan untuk memperkuat program Keluarga Berencana (KB) untuk memberikan kaum ibu (wanita) tentang pengetahuan dan sarana untuk mengatur fertilitas mereka ; menekankan pembangunan SDM, khususnya pendidikan, kesetaraan gender dan kesehatan anak, dan mendorong dalam melahirkan dengan mengatasi kebutuhan kaum muda dan momentum pertumbuhan penduduk akibat struktur umur muda.
Prioritas yang mendesak harus dilakukan untuk menahan degradasi lingkungan adalah konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Investasi dalam penelitian pertanian dan teknologi dalam rangka meningkatkan produksi pertanian sementara pada saat yang sama, melindungi lingkungan hidup (alam). Mengembangkan teknik lokal dan praktek diseminasi dalam pengelolaan tanah kepada masyarakat dan kompensasi eksternalitas atas efek yang merugikan yang bisa mempengaruhi sumber daya alam (SDA).

II.   Telaah jurnal          
1.  Fokus Utama Penelitian
Berdasarkan bagian pendahuluan pada jurnal diketahui bahwa Ethiopia dengan jumlah penduduk 79 juta orang hidup pada luasan geografis 1.1 juta km2  dengan GDP sebesar US $ 6.1 milyar, 39 % diantaranya berasal dari kontribusi dari pertanian, dimana 85 % penduduk sangat tergantung terhadap pertanian sebagai mata pencaharian. Sesuai dengan Indeks Pembangunan Manusia (2010), Ethiopia rangking 157 dan jauh di bawah Negara berkembang, dengan nilai IPM yaitu 0.328. Selama 30 tahun, GDP Ethiopia tumbuh dari 190 ke 398 (USD), sedangkan kenaikan penduduk selama periode ini sangat mengkhawatirkan.
Semenjak tahun 1960, pertambahan jumlah penduduk di Ethiopia sangat cepat karena adanya perubahan kondisi social ekonomi di dunia. CSA (Central Statistics Authority) memproyeksikan bahwa penduduk Ethiopia pada tahun 2015 kemungkinan akan meningkat menjadi 115 juta orang karena tingkat kematian menurun dan tingkat kelahiran meningkat (40 dan 5.4 per seribu). Fakta yang ada bahwa pada umumnya penduduk Ethiopia tersebar pada suatu daerah berdasarkan ketinggian, iklim, dan tanah. Di mana sekitar 90 % penduduk hidup pada daerah dengan ketinggian 1500 meter dan hanya 11 % hidup pada daerah di bawah ketinggian 1500 meter (zona iklim panas), meskipun zona panas meliputi lebih dari setengah wilayah Ethiopia. Hal ini menunjukkan penduduk di Ethiopia tumbuh dengan sangat cepat dan distribusi yang tidak merata dan memiliki implikasi negative terhadap sumber daya lingkungan.
Sejalan dengan social ekonomi yang rendah dan pertumbuhan penduduk yang pesat, terjadi degradasi lahan yang mempengaruhi integritas ekologi Negara tersebut. Contohnya hutan Ethiopia pada awal abad ke-20 seluas 40 %, saat ini telah menurun menjadi 2.2 %. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan standar ekonomi penduduk Ethiopia yang rendah telah membawa mereka pada konsekuensi perubahan pengunaan penutupan lahan, perubahan iklim dan status hidrologi di Ethiopia. Studi area penelitian pada daerah DAS Gilgel Abbay yang secara astronomis terletak pada 10°57’ - 11°54’ N dan 36°38’ - 37°23’ E, dimana sekitar 1.5 juta orang hidup di DAS tersebut dan sekitar 90 %, penduduk hidup pada daerah pedesaan yang sangat bergantung terhadap pertanian. Berdasarkan latar belakang yang dikemukan oleh penulis, maka fokus utama penelitian ini adalah pengkajian dinamika populasi pada daerah penelitian (DAS Gilgel Abbay) dan bagaimana penerapan manajemen sumber daya alam yang ilmiah di Ethiopia serta penyeimbangan penduduk dalam mengatasi perubahan iklim dan tantangan globalisasi ekonomi.
3.   Critical Review
Secara keseluruhan jurnal ini lebih bersifat penelitian informative (experimental study) yakni memberi informasi tentang “Interaksi Penduduk dan Lingkungan Hidup : Studi Kasus DAS Gilgel Abbay, Barat Laut Ethiopia yang menjadi fokus utama penelitian dengan mengkaji dinamika populasi yang terjadi.
Penerapan teori yang digunakan dalam jurnal ini adalah Teori Malthus dan Teori Boserupian.
a.       Teori Malthus (Thomas Robert Malthus, 1960)
Menurut Malthus populasi manusia cendurung secara deret ukur sedangkan produksi pertanian pangan hanya tumbuh secara deret hitung. Dengan demikian, pertumbuhan penduduk cenderung melampaui kemampuan produktif sumber daya lahan untuk memenuhi makanan, karena kendala ekologi sumber daya alam (Ehrlich dan Holdren, 1974; Biasa, 1992). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amare Sewnet Minale di daerah Aliran Sungai Gilgel Abbay (GAC), daerah Barat Laut Ethiopia adalah terjadinya degradasi lingkungan berupa perubahan tutupan lahan di DAS Gilgel Abbay dikaitkan dengan faktor antropogenik terutama dari peningkatan populasi. Data yang ada menunjukkan bahwa bahwa penduduk telah meningkat empat kali lipat antara tahun 1900 dan 1988. Pada awal tahun abad ke 20, tingkat kelahiran diperkirakan 0,2% per tahun. Jumlah populasi pada tahun 1900 diperkirakan 11,8 juta. Butuh 60 tahun untuk menjadi dua kali lipat 23,6 juta pada tahun 1960. Hanya butuh waktu 28 tahun penduduk pada tahun 1960 dua kali lipat menjadi 47,3 juta pada tahun 1988 dan pertumbuhan sebesar 2,9% antara tahun 1980 dan 1989.
Penduduk yang bermukim di sekitar daerah tangkapan air sungai (DAS Abbay) meningkat menjadi dua kali lipat. Sebagian besar penduduk yang menempati wilayah tersebut berada di bawah garis kemiskinan dan hidup kurang dari 1 ha lahan, di mana hasil lahan pertanian sangat rendah dibandingkan dengan negara lain. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat antara ukuran populasi dan pertanian dan lahan pemukiman di daerah tangkapan air sungai (DAS Abbay). Ini berarti pertumbuhan populasi di daerah Gilgel Abbay Catchment (GAC) atau tangkapan air sungai (DAS Abbay) adalah salah satu penyebab dari konversi hutan, air, dan lahan basah untuk pertanian menjadi lahan pemukiman yang mengganggu ekosistem DAS.
Kritik teori Malthus:
1. Malthus tidak memperkirakan kemajuan bidang transportasi yang menghubungkan daerah yang satu dengan daerah yang lainnya sehingga pengiriman bahan makanan ke daerah yang kekurangan pangan mudah dilaksanakan.
2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan dalam bidang teknologi, terutama dalam bidang pertanian.
3. Malthus tidak usaha pembatasan kelahiran bagi pasangan yang sudah menikah, artinya pengontrolan kelahiran baginya tidak bermoral.
4. Fertilitas (kelahiran) akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar hidup penduduk dinaikkan.
b.      Teori Boserupian (Ester Boserup, 1981)
Secara eksplisit memperhitungkan perubahan teknologi sebagai alat inovasi bawah tekanan penduduk. Selain itu, Boserup menyarankan bahwa meningkatkan kepadatan populasi merupakan kekuatan terjadinya perubahan teknologi yang memungkinkan produksi pangan untuk memenuhi laju pertumbuhan penduduk. Teori Boserupian berfokus pada hubungan antara tiga faktor: populasi, lingkungan, dan teknologi. Prioritas yang mendesak harus diberikan solusi untuk menangani degradasi lingkungan dan konservasi sumber daya alam, dan kehilangan keanekaragaman hayati. Investasi dalam penelitian pertanian dan teknologi untuk meningkatkan produksi pertanian dan pada saat yang sama juga melindungi alam lingkungan hidup. Mengembangkan teknik lokal dan penyebaran praktek pengelolaan tanah kepada masyarakat dan kompensasi untuk eksternalitas yang mungkin mempengaruhi sumber daya alam.
Kritik Teori Boserupian:
1. Untuk negera-negara dunia ketiga seperti negara berkembang, teori Boserupian hanya akan mendorong pada keadaan yang lebih rumit, hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk yang cepat tidak dibarengi dengan peningkatan produktifitas sumber daya yang akhirnya berujung pada peningkatan teknologi. Akhirnya limpahan penduduk hanya dapat menjadi objek pasar dari negara-negara maju untuk memasarkan produknya.
2. Pemakaian lahan pertanian yang lebih sering daripada keadaan sebelumnya dengan maksud mengejar surplus makanan dan pemenuhan kebutuhan publik yang terus meningkat mendorong pengrusakan lahan lebih cepat karena tidak ada masa jeda yang memadai karena mengejar target panen.
3. Teori Boserupian akan berjalan sangat lamban

1 komentar: