Senin, 20 April 2015

POLA DISPERSI PENCEMARAN DEBU



I. Pendahuluan
Lingkungan merupakan suatu sistem kompleks yang berada diluar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Setiap organisme hidup dalam lingkungannya masing-masing, faktor-faktor yang ada dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme, juga berinteraksi antar sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari lingkungan itu sendiri. Lingkungan juga dapat diartikan sebagai satuan sistem yang meliputi Abiotic, Biotic dan Culture. Faktor abiotic diantaranya sinar matahari, tanah, air, udara. Faktor ini merupakan komponen dasar dari kegiatan dalam kehidupan sehingga dapat berlangsung.
Aktivitas manusia yang semakin kompleks sehingga dapat menyebabkan adanya pencemaran baik itu pada air, tanah maupun udara. Pencemaran yang terjadi di udara mendapatkan perhatian yang lebih dalam kasus ini. Faktor meteorologis memberikan peranan yang sangat penting dalam menentukan kualitas udara di suatu daerah. Atmosfer merupakan salah satu medium penerima yang dinamis yang menunjukkan kemampuan penyebaran (dispersi), pengenceran (dilusi), difusi (antar molekul gas dan atau partikel/aerosol), transformasi fisika-kimia dalam proses dan mekanisme kinetik atmosferik. Kemampuan atmosfer ditentukan oleh kecepatan arah angin, kelembaban, temperatur, tekanan, aspek permukaan (Soedomo, 2001).
Waktu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan dari faktor meteorologis dalam skala waktu pagi, siang dan malam. Kondisi atmosfer yang dinamis ini dilihat kontribusinya dalam mempengaruhi variasi kadar pencemaran khususnya debu di udara terutama dalam udara ambien.
Situasi pengaruh dari bahan pencemar merupakan suatu harapan dari masyarakat untuk dapat diketahui  sehingga dapat dipilih lokasi yang memungkinkan untuk memperoleh udara yang tak tercemar sehingga menunjang kesehatannya. Memperoleh hal tersebut dilakukan dengan jalan menganalisis sejauh mana faktor-faktor meteorologis dapat mempegaruhi terhadap pencemaran udara ambien.
II. Pengertian Udara Ambien
Udara ambien merupakan udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yuridis Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya (PP No. 41 Th 1999). Baku mutu udara ambien adalah batas ambang zat, energy dan/atau komponen yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambient. Baku mutu udara ambient untuk wilayah Indonesia untuk parameter debu sebesar 0,06 μg/m3 dalam waktu pengukuran 24 jam.
III. Sifat dan Karakteristik Debu
Debu (dust) merupakan salah satu jenis aerosol padat yang terbentuk, karena proses pernisahan suatu bahan secara mekanik, seperti proses penghancuran, penggilingan dan peledakkan.  Proses ini dapat terjadi, karena gesekan bahan dengan angin yang kencang atau pergeseran dengan bahan lain. Contohnya adalah debu semen (cement dust) dan debu dari unsur logam (metallurgical). Debu dianggapsebagai partikel bahan padat yang terbagi asecara halus dengan ukuran berkisar dari 0,1  hingga 100. Material yang berukuran kasar yang melayang-layang di udara yang bersifat toksik bagi manusia. Debu merupakan partikel-partikel zat hasil pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan dari bahan-bahan organic maupun anorganik. Jenis parameter pencemar udara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999,  meliputi Sulfur dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (NO2), Oksidan (O3), Hidro karbon (HC), PM 10, PM 2,5, TSP (debu), Pb (Timah Hitam), Dustfall (debu jatuh) (http://www.depkes.go.id).
Sifat-sifat partikel debu di udara menurut DekKes RI yaitu :
a.       Sifat pengendapan. Debu lebih banyak mengendap daripada melayang di udara.
b.      Sifat permukaan basah. Debu cenderung selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.
c.       Sifat pengumpulan. Karena sifatnya yang selalu basah, maka debu dapat menempel dengan debu yang lainnya sehingga membentuk gumpalan.
d.      Sifat listrik statis. Sifat listrik statis yang dimiliki debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan arah sehingga mempercepat penggumpalannya.
e.       Sifat optis. Partikel debu yang basah/lembab dapat memancarkan sinar sehingga dapat terlihat di ruangan yang gelap.
Partikel debu yang masuk ke adalam tubuh manusia melalui system pernapasan akan menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia. Debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia dikelompokkan menjadi dua, yaitu debu organic dan anorganik.
Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997). Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin.
IV. Tabel 1. Data hasil pengukuran kadar debu di udara ambient dari pencemaran udara suatu pabrik di kota A

          Waktu & lokasi

Parameter
Periode Pagi
Periode Siang
06.00
07.00
08.00
09.00
15.00
16.00
17.00
18.00
1000
700
400
100
1000
700
400
100
Debu (ug/m3)
61,438
76,232
170,32
149,543
152,63
169,942
172,21
184,33
Suhu (0C)
25,5
26,3
28
30
29,1
29
28,5
28,9
Kelembaban (Rh)
95
95
92
90
70
70
71
71
Kec. Angin (m/det)
0,6
0,5
0,2
1,1
1
1,1
1
1,1
Arah Angin
S
S
TL
BL
T
T
TL
TL

V. Pembahasan
V.1. Variasi Kadar Debu di Udara pada Kondisi Waktu dan Meteorologis
Dari tabel 1 dapat dijelaskan bahwa antara periode pagi dan siang hari kadar debu di udara ambien menunjukkan adanya perbedaan. Variasi dari kadar debu tersebut tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi pada wilayah tersebut seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin dan arah angin.
Analisis mengenai variasi kadar debu di udara pada berbagai kondisi waktu dan meteorologis.
Kadar debu pada tiap lokasi pengamatan:
Gambar 1. Kadar Debu pada Waktu Pengamatan Pagi Hari dan Siang Hari

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi variasi kadar debu di udara. Ambien di pagi hari lebih rendah daripada siang hari. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi waktu, perbedaan suhu dan kelembaban udara serta kecepatan dan arah angin. Pengukuran kadar debu dilakukan pada empat titik, yaitu pada jarak 1000 meter, 700 meter, 400 meter, dan 100 meter dari pabrik. Pengukuran dilakukan sebanyak dua periode (pagi dan siang)
Hasil pengukuran Kadar debu di udara ambien di daerah sekitar pabrik pada periode pagi mencapai 61,438 μg/m3 pada jarak 1000 meter, meningkat pada kadar 76,232 μg/m3 pada jarak 700 meter, semakin mendekati pabrik pada jarak 400 meter meningkat lagi dengan kadar 170,320 μg/m3, dan pada jarak 100 meter dari pabrik menurun pada kadar debu 149,543 μg/m3. Sedangkan hasil pengukuran pada periode siang, kadar debu meningkat sampai 152,630 μg/m3 pada jarak 1000 meter, pada jarak 700 meter meningkat lagi dengan kadar debu 169,942 μg/m3, dan meningkat lagi pada kadar debu 172,210 μg/m3 pada jarak 400 meter serta 184,330 μg/m3 pada jarak 100 meter. Dari hasil pengukuran ini diperoleh gambaran bahwa semakin jauh jarak dari pabrik, maka semakin rendah kadar debu yang diperoleh. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan penjelasan faktor-faktor meterologis yang mempengaruhi variasi kadar debu sebagai berikut.
Kecepatan angin dapat menentukan lama waktu perjalanan partikel ke reseptor dan juga laju dispersi bahan polutan atau bahan pencemar. Semakin tinggi kecepatan angin atau semakin kencang angin tersebut, maka semakin jauh dampak polutan debu yang bisa dijangkau. Berdasarkan hasil pengukuran pun dapat dilihat bahwa angin dominan bertiup ke arah timur laut sehingga debu lebih banyak terdistribusi ke wilayah timur laut pabrik.
Pengukuran pagi hari (Gambar 1), kadar debu di daerah yang berjarak 1000 meter dari
pabrik rata-rata lebih rendah dari daerah yang lebih dekat jaraknya dari pabrik tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh waktu pengukuran/ pengambilan data yang dilakukan pada jam 06.00 pagi, dimana pada saat itu suhu udara masih rendah yaitu 25,5 0C dengan kondisi angin relatif tenang, yaitu kecepatan 0,6 m/det ke selatan.
Perbedaan suhu di udara ambien akan menimbulkan perbedaan tekanan udara dan perbedaan tekanan udara akan mempengaruhi arah dan kecepatan angin di suatu wilayah. Hal ini terjadi karena pada prinsipnya angin bertiup dari wilayah yang bertekanan tinggi ke wilayah yang bertekanan rendah. Semakin rendah suhu ambien suatu wilayah, maka semakin tinggi tekanan udaranya. Suhu yang rendah menyebabkan tekanan udara tinggi, kekuatan angin yang bertiup ke lokasi ini pun berkurang sehingga partikel debu yang terbawa sedikit.
Sudut datang sinar matahari, semakin tegak arah sinar matahari (siang hari) akan semakin panas. Tempat yang mendapat penyinaran matahari yang datangnya miring (pagi dan sore hari) lebih luas daripada yang tegak (siang hari). Suhu tertinggi terjadi pada pukul 1 atau 2 siang, sedangkan suhu terendah biasa terjadi pukul 4 atau 5 pagi.
Gambar 2. Kadar Debu dan Suhu Periode Pagi

Pada jarak 400 meter, kadar debu semakin tinggi (170,320 ug/m3) merupakan kadar debu tertinggi diantara tiga lokasi pengukuran lainnya. Pengukuran dilakukan pada pukul 08.00. Tingginya kadar debu di lokasi ini dipengaruhi oleh kecepatan angin yang sangat rendah, yaitu 0,2 m/det sehingga partikel tidak dapat terbawa jauh dari lokasi. Penyebab lain kemungkinan karena pada saat itu pabrik mulai beroperasi.
Kadar debu pada jarak 100 meter dari pabrik berkisar 149,543 μg/m3. Pada lokasi ini proses deposit kering lebih tinggi karena jaraknya dekat dari pabrik. Kadar debu di lokasi ini lebih rendah dari lokasi III (pengukuran pada pukul 07.00 dengan jarak 700 m). Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan angin yang tinggi sehingga partikel-partikel debu di udara cepat terdistribusi ke wilayah lain (daerah yang jauh).
Pengukuran kedua dilakukan pada siang hari (Gambar 3). Pada periode ini terjadi peningkatan kadar debu yang signifikan dari pengukuran pertama (pagi hari). Pada jarak 1000 meter dari pabrik, kadar debu mencapai 152,630 μg/m3, meningkat menjadi 169,942 μg/m3 pada jarak 700 meter, meningkat lagi menjadi 172,210 μg/m3 pada jarak 400 meter, dan meningkat lagi sampai 184,330 μg/m3 pada jarah 100 meter. Dari hasil pengukuran kedua ini dapat dipaparkan bahwa peningkatan kadar debu dipengaruhi oleh kondisi suhu udara dan angin pada saat itu.
Pada pengukuran periode kedua ini, dapat dilihat bahwa semakin mendekati pabrik kadar debu semakin tinggi. Di siang hari suhu udara meningkat, namun di sore hari suhu udara akan menurun. Pencemaran debu paling berat terjadi pada jarak 100 meter karena merupakan daerah terdekat dari pabrik. Suhu udara menurun akan menyebabkan kelembaban udara meningkat sehingga partikel debu terikat sehingga partikel debu semakin berat.
Meningkatnya berat partikel maka dapat mengurangi kecepatan pergerakannya, sehingga partikel dengan jumlah 184,33 μg/m3 ditemukan pada jarak pengamatan terdekat dengan pabrik. Arah angin yang dominan adalah antara timur dan timur laut. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa wilayah yang dipengaruhi oleh pencemaran pada wilayah timur dan timur laut.
Gambar 3. Kadar Debu dan Suhu Periode Siang

V.2. Perbedaan antara pagi hari dan siang hari
Pada pagi dan siang hari perbedaan kondisi meteorologis baik dari suhu udara, kecepatan angin, kelembaban maupun arah angin dominan sehingga mempengaruhi kemampuan mengangkat partikal. Kemampuan mengangkat serta memindahkan partikel ini mempangaruhi variasi debu di di udara ambien. Pada siang hari cenderung lebih banyak terjadi pencemaran daripada pagi hari karena dengan peningkatan suhu mengakibatkan kelembaban menurun sehingga kondisi partikel debu menjadi ringan. Kondisi ini mudah untuk dipengaruhi oleh faktor angin sehingga sebarannya bervariasi sesuai dengan arah, tenaga pengangkatan dan jika energi telah habis maka diendapkan pada tempat tersebut.
Gambar 4. Hubungan Suhu (Pagi dan Siang) dan Konsentrasi Debu di Udara
Gambar 5. Hubungan Kelembaban (Pagi dan Siang) dan Konsentrasi Debu


Gambar 6. Hubungan Kecepatan Angin (Pagi dan Siang) dan Konsentrasi Debu

V.3. Pengaruh antara Faktor Meteorologis terhadap Pola Pencemaran Udara
Pola pencemaran ditentukan oleh arah angin dan intensitasnya dipengaruhi oleh faktor meteorologis diantaranya suhu, kelembaban, kecepatan angin. Pada pagi hari cenderung menyebar pada arah barat laut, timur laut dan selatan sedangkan pada siang hari cenderung menuju arah yang hampir seragam yakni pada arah timur dan timur laut. Pada masing-masing jarak pengamatan pada pagi hari kandungan debu cenderung lebih memiliki variasi yang lebih tinggi dibandingkan siang hari yang cenderung seragam namun dalam konsentrasi debu yang lebih tinggi.







V.4 Pola Dispersi
Faktor iklim mikro yang mempengaruhi terhadap pola dispersi debu yaitu suhu, kecepatan dan arah angin. Ketiga faktor tersebut mempengaruhi terhadap sebaran dari debu yang dihasilkan dari cerobong asap. Kondisi suhu pada pagi hari yang masih fluktuatif dengan stratifikasi suhu yang beragam pada tiap lapisan atmosfer menyebabkan pada saat pagi hari kondisi stabilitas awan masih belum stabil sehingga kecenderungan adanya pola angin vertikal masih menungkinkan terjadi. Hal ini menyebabkan persebaran debu secara horizontal dipengaruhi oleh pola angin vertikal sehingga sebaran secara horizontal menunjukkan perbedaan konsentrasi debu yang cukup besar pada setiap jarak titik pengamatan.
Lain halnya saat siang hari dimana stratifikasi suhu di atmosfer cenderung kecil sehingga kondisi stabilitas awan dapat dikatakan stabil. Hal ini menyebabkan pola angin cenderung bergerak secara horizontal dan menyebabkan konsentrasi debu pada berbagai jarak pengamatan memiliki nilai perubahan yang konstan dengan nilai yang tidak terpaut jauh. Saat siang hari kecepatan dan arah angin sangat berpengaruh terhadap sebaran debu karena pengaruh angin vertikal yang relatif kecil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa arah angin saat siang hari cenderung mengarah ke timur laut sampai timur, kondisi ini menyebabkan debu cenderung mengarah ke timur laut sampai timur sehingga daerah – daerah yang berada dibagian timur laut dan timur cerobong sangat rawan terhadap pencemaran debu.
 

DAFTAR PUSTAKA

Soedomo, M. 2000. Pencemaran Udara. Bandung: ITB
Tjasjono.Bayong. 1999. Klimatologi Umum. Bandung: ITB

















THE SKEPTICAL ENVIRONMENTALIST



PART III
Membahas prospek ketersediaan sumberdaya yang cukup untuk masa depan : makanan, hutan, energi, sumber daya non - energi dan air. Hal ini disimpulkan bahwa ada sumber daya yang cukup untuk kemakmuran lanjutan.

Hutan

Secara global, daerah keseluruhan ditutupi oleh hutan tidak banyak berubah sejak 1950, seperti dapat dilihat pada Gambar 60.



 









Secara global, tutupan hutan tetap sangat stabil selama paruh kedua abad kedua puluh. Dengan seri data terpanjang, tutupan hutan global meningkat dari 30,04 persen dari luas lahan global  30,89 persen pada tahun 1994.
Lomborg mengatakan bahwa padang rumput bahkan semak, maquis atau savana termasuk dalam "kawasan hutan", dan jika hutan rusak dan berubah menjadi semak belukar atau padang rumput, semak, ini tidak akan muncul dalam statistik. 
 
Secara global diperkirakan bahwa kita telah kehilangan total sekitar 20 persen tutupan hutan asli sejak awal pertanian. Dalam perspektif sejarah, sekitar 20 persen dari seluruh hutan telah hilang.

WWF, misalnya, mengklaim bahwa kita telah kehilangan dua-pertiga dari semua hutan karena pertanian, meskipun tidak ada bukti untuk mendukung data ini.
perkiraan laju deforestasi hutan tropis terus menurun Misalnya, Norman Myers' perkiraan 2% deforestasi tahunan dan kutipan FAO sebagai memiliki estimasi deforestasi tahunan sebesar 0,8% pada 1980-an, turun ke 0,7% pada 1990-an, dan pada tahun 2001 laporan perkiraan menurun lebih jauh menjadi 0,46%.
hutan tropis banyak yang benar-benar menghilang " IUCN memperkirakan bahwa 80 persen dari hutan asli masih tetap, yaitu hanya 20 % telah menghilang.
Demikian pula, banyak menyatakan bahwa meskipun tutupan hutan tetap konstan, hal ini karena kita memiliki hutan kurang alami dan aktivitas perkebunan. Perkebunan sebenarnya membantu mengurangi tekanan pada hutan alam. Perkebunan membuat hanya 3 persen dari kawasan huta.
kebakaran hutan di El Niño tahun 1997 di Indonesia tidak terlalu besar. Johann Goldammer mengatakan bahwa` tidak ada indikasi sama sekali bahwa 1997 merupakan tahun yang luar biasa untuk kebakaran di Indonesia
kebakaran pada tahun 1997 di Brasil tidak sangat parah, atau kebanyakan pada lahan yang sudah terbakar. Dan dia menyimpulkan bahwa area global kebakaran hutan tropis pada tahun 1997 adalah tempat di dekat kawasan yang terbakar di Borneo pada 1983-1984, dan jauh di bawah 13 juta hektar yang terbakar di China dan bekas Uni Soviet pada tahun 1987.
AIR
jumlah total air tawar yang secara teoritis tersedia, per orang , secara rata-rata global dan menyimpulkan bahwa ada banyak air di sekitar