Rabu, 17 Oktober 2012

MORFOLOGI AKAR DAN BATANG



A.    Akar

Akar adalah bagian pokok di samping batang dan daun bagi tumbuhan yang tubuhnya telah merupakan kormus. Asal akar adalah dari akar lembaga (radix), pada Dikotil, akar lembaga terus tumbuh sehingga membentuk akar tunggang, pada Monokotil, akar lembaga mati, kemudian pada pangkal batang akan tumbuh akar-akar yang memiliki ukuran hampir sama sehingga membentuk akar serabut.
Akar monokotil dan dikotil ujungnya dilindungi oleh tudung akar atau kaliptra, yang fungsinya melindungi ujung akar sewaktu menembus tanah, sel-sel kaliptra ada yang mengandung butir-butir amylum, dinamakan kolumela.
Akar yang ditumbuhkan dalam hidroponik.

·           Sifat-sifat akar :
  1. Merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat di dalam tanah, dengan arah tumbuh ke pusat bumi (geotrop) atau menuju ke air (hidrotrop), meninggalkan udara dan cahaya
  2. Tidak berbuku-buku, jadi juga tidak beruas dan tidak mendukung daun-daun atau sisik-sisik maupun bagian-bagian lainnya
  3. Warna tidak hijau, biasanya keputih-putihan atau kekuning-kuningan
  4. Tumbuh terus pada ujungnya, tetapi umumnya pertumbuhannya masih kalah pesat jika dibandingkan dengan bagian permukaan tanah
  5. Bentuk ujungnya seringkali meruncing, hingga lebih mudah untuk menembus tanah.
·         Jenis akar
Secara umum, ada dua jenis akar yaitu :
  1. Akar serabut. Akar ini umumnya terdapat pada tumbuhan monokotil. Walaupun kadang-kadang, tumbuhan dikotil juga memilikinya (dengan catatan, tumbuhan dikotil tersebut dikembangbiakkan dengan cara cangkok, atau stek). Fungsi utama akar serabut adalah untuk memperkokoh berdirinya tumbuhan.
  2. Akar tunggang. Akar ini umumnya terdapat pada tumbuhan dikotil. Fungsi utamanya adalah untuk menyimpan makanan.
·         Fungsi akar
Fungsi akar bagi tumbuhan :
  1. Untuk menyokong dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya
  2. Untuk menyerap air dan garam-garam mineral (zat-zat hara) dari dalam tanah
  3. Mengangkut air dan zat-zat makanan yang sudah diserap ke tempat-tempat pada tubuh tumbuhan yang memerlukan
  4. Pada beberapa macam tumbuhan ada yang berfungsi sebagai alat respirasi, misalnya tumbuhan bakau
  5. Pada beberapa jenis tumbuhan, ada yang berguna sebagai tempat menyimpan cadangan makanan atau sebagai alat reproduksi vegetatif. Misalnya wortel yang memiliki akar tunggang yang membesar, berfungsi sebagai tempat menyimpan makanan. Pada tumbuhan sukun, dari bagian akar dapat tumbuh tunas yang akan tumbuh menjadi individu baru.
·         Modifikasi akar
  1. Akar napas. Akar naik ke atas tanah, khususnya ke atas air seperti pada genera Mangrove (Avicennia, Soneratia).
  2. Akar gantung. Akar sepenuhnya berada di atas tanah. Akar gantung terdapat pada tumbuhan epifit, seperti Anggrek.
  3. Akar banir. Akar ini banyak terdapat pada tumbuhan jenis tropik.
  4. Akar penghisap. Akar ini terdapat pada tumbuhan jenis parasit seperti benalu.
·           Anatomi Akar

Pada akar muda bila dilakukan potongan melintang akan terlihat bagian-bagian dari luar ke dalam.
a. Epidermis
b. Korteks
c. Endodermis
d. Silinder Pusat/Stele
a. Epidermis
Susunan sel-selnya rapat dan setebal satu lapis sel, dinding selnya mudah dilewati air. Bulu akar merupakan modifikasi dari sel epidermis akar, bertugas menyerap air dan garam-garam mineral terlarut, bulu akar memperluas permukaan akar.
a.      Korteks
Letaknya langsung di bawah epidermis, sel-selnya tidak tersusun rapat sehingga banyak memiliki ruang antar sel. Sebagian besar dibangun oleh jaringan parenkim.
b.      Endodermis
Merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan silinder pusat. Sel-sel endodermis dapat mengalami penebalan zat gabus pada dindingnya dan membentuk seperti titik-titik, dinamakan titik Caspary. Pada pertumbuhan selanjutnya penebalan zat gabus sampai pada dinding sel yang menghadap silinder pusat, bila diamati di bawah mikroskop akan tampak seperti hutuf U, disebut sel U, sehingga air tak dapat menuju ke silinder pusat. Tetapi tidak semua sel-sel endodermis mengalami penebalan, sehingga memungkinkan air dapat masuk ke silinder pusat. Sel-sel tersebut dinamakan sel penerus/sel peresap.
c.       Silinder Pusat/Stel
Silinder pusat/stele merupakan bagian terdalam dari akar.
Terdiri dari berbagai macam jaringan :
- Persikel/Perikambium
Merupakan lapisan terluar dari stele. Akar cabang terbentuk dari pertumbuhan persikel ke arah luar.
- Berkas Pembuluh Angkut/Vasis
Terdiri atas xilem dan floem yang tersusun bergantian menurut arah jari jari. Pada dikotil di antara xilem dan floem terdapat jaringan kambium.
- Empulur
Letaknya paling dalam atau di antara berkas pembuluh angkut terdiri dari jaringan parenkim.

B.     Batang
Terdapat perbedaan antara batang dikotil dan monokotil dalam susunan anatominya.

1. Batang Dikotil
Pada batang dikotil terdapat lapisan-lapisan dari luar ke dalam :
a.        Epidermis
Terdiri atas selaput sel yang tersusun rapat, tidak mempunyai ruang antar sel. Fungsi epidermis untuk melindungi jaringan di bawahnya. Pada batang yang mengalami pertumbuhan sekunder, lapisan epidermis digantikan oleh lapisan gabus yang dibentuk dari kambium gabus.
b.        Korteks
Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari beberapa lapis sel, yang dekat dengan lapisan epidermis tersusun atas jaringan kolenkim, makin ke dalam tersusun atas jaringan parenkim.
c.       Endodermis
Endodermis batang disebut juga kulit dalam, tersusun atas selapis sel, merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan stele. Endodermis tumbuhan Anguiospermae mengandung zat tepung, tetapi tidak terdapat pada endodermis tumbuhan Gymnospermae.
d.      Stele/ Silinder Pusat
Merupakan lapisan terdalam dari batang. Lapis terluar dari stele disebut perisikel atau perikambium. lkatan pembuluh pada stele disebut tipe kolateral yang artinya xilem dan floem. Letak saling bersisian, xilem di sebelah dalam dan floem sebelah luar.
Antara xilem dan floem terdapat kambium intravasikuler, pada perkembangan selanjutnya jaringan parenkim yang terdapat di antara berkas pembuluh angkut juga berubah menjadi kambium, yang disebut kambium intervasikuler. Keduanya dapat mengadakan pertumbuhan sekunder yang mengakibatkan bertambah besarnya diameter batang.
Pada tumbuhan Dikotil, berkayu keras dan hidupnya menahun, pertumbuhan menebal sekunder tidak berlangsung terus-menerus, tetapi hanya pada saat air dan zat hara tersedia cukup, sedang pada musim kering tidak terjadi pertumbuhan sehingga pertumbuhan menebalnya pada batang tampak berlapis-lapis, setiap lapis menunjukkan aktivitas pertumbuhan selama satu tahun, lapis-lapis lingkaran tersebut dinamakan Lingkaran Tahun.
2. Batang Monokotil
Pada batang Monokotil, epidermis terdiri dari satu lapis sel, batas antara korteks dan stele umumnya tidak jelas. Pada stele monokotil terdapat ikatan pembuluh yang menyebar dan bertipe kolateral tertutup yang artinya di antara xilem dan floem tidak ditemukan kambium. Tidak adanya kambium pada Monokotil menyebabkan batang Monokotil tidak dapat tumbuh membesar, dengan perkataan lain tidak terjadi pertumbuhan menebal sekunder. Meskipun demikian, ada Monokotil yang dapat mengadakan pertumbuhan menebal sekunder, misalnya pada pohon Hanjuang (Cordyline sp) dan pohon Nenas seberang (Agave sp).


Rabu, 10 Oktober 2012

DORMANSI BIJI



            Dormansi biji berhubungan dengan usaha biji untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melakukan proses tersebut. Dormansi  dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya (Anonim, 2008).
            Pada perkecambahan tumbuhan tidak memulai kehidupan, akan tetapi meneruskan pertumbuhan dan perkembangan yang secara temporer dihentikan ketika biji menjadi dewasa dan embrionya menjadi tidak aktif. Biji jenis lain bersifat dorman dan tidak akan berkecambah, meskipun disesuaikan dalam tempat yang menguntungkan sampai petunjuk lingkungan tertentu menyebabkan biji mengakhiri dormansi tersebut (Goldworthy, 1992).
            Dormansi terjadi dalam berbagai bentuk. Banyak biji dorman untuk suatu perioda waktu setelahnya keluar dari buah. Pohon melepaskan daun-daunnya untuk menghindari bahaya pada waktu udara menjadi dingin dan kering serta tanah membeku. Banyak tumbuhan basah, bagian atasnya mati selama perioda musim dingin atau kekeringan, sedangkan bagian yang ada dibawah seperti bulbus, lormus atau umbi tetap hidup, tetapi dalam keadaan dorman (Tim Dosen, 2008).
             
Dorman artinya tidur atau beristirahat. Para ahli biologi  menggunakan istilah itu untuk tahapan siklus hidup, seperti biji dorman, yang memiliki laju metabolisme yang sangat lambat dan sedang tidak tumbuh dan berkembang. Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran periode dormansi umumnya memerlukan kondisi lingkungan yang tertentu, biji tumbuhan gurun, misalnya hanya berkecambah setelah hujan rintik-rintik yang sedang, tanah mungkin akan terlalu cepat kering sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan biji (Campbell, 2000).
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut (Anonim, 2008).
Dormansi merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan diri terhadap suhu yang sangat rendah (membeku) pada musim  dingin, atau kekeringan di musim panas yang merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup tumbuhan tersebut. Dormansi harus berjalan pada saat yang tepat, dan membebaskan diri atau mendobrak dan  apabila kondisi sudah memungkinkan untuk memulai pertumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995).
Berdasarkan faktor penyebabnya, dormansi dapat dibagi atas dua macam, yaitu Impoised dormancy (quiscense) dan imnate dormancy (rest). Imposed dormancy (quiscence) adalah terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Sedangkan imnate dormancy (rest) adalah dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri (Dwidjoseputro, 1994).
Berdasarkan mekanisme dormansi dalam biji, dormansi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu mekanisme fisik dan mekanisme fisiologis. Mekanisme fisik merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri, terbagi menjadi mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik, fisik : penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel, kimia : bagian biji/buah mangandung zat kimia penghambat. Sedangkan mekanisme fisiologis merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis (Anonim, 2008).
Contoh paling mudah mengenai dormansi adalah adanya kulit biji yang keras yang menghalangi penyerapan oksigen atau air. Kulit biji yang keras itu lazim terdapat pada anggota famili Pabaceae (Leguminosae), walaupun tidak terdapat pada buncis atau kapri, yang menunjukkan bahwa dormansi tidak umum pada spesies yang dibudidayakan. Pada beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat menembus biji tertentu karena jalan masuk dihalangi oleh sumpal seperti gabus (sumpal strofiolar) pada lubang kecil (lekah strofiolar) di kulit biji. Bila biji digoncang-goncang, kadang sumpal itu lepas sehingga dapat berlangsung perkecambahan. Perlakuan itu dinamakan goncangan, dan telah diterapkan pada biji Melilotus alba (semanggi manis), Trigonella arabica, dan Crotallaria egyptica, Albizzia lophantha merupakan tumbuhan kacangan berukuran kecil di Australia Barat bagian barat daya  (Salisbury dan Ross, 1995).
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah (Anonim, 2008) :
-          Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
-          Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
-          Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
-          Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
-          Akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji dibentuk dengan adanya perkembangan bakal biji. Pada saat pembuahan tabung benang sari memasuki kantung embrio melalui mikropil dan menempatkan dua buah inti gamet jantan padanya. Satu diantaranya bersatu dengan inti sel telur dan yang lain bersatu dengan dua inti polar dan hasil penyatuannya, yakni inti sekunder, penyatuan gamet jantan yang lain dengan kedua inti polar menghasilkan inti sel endosperm yang pertama yang akan membelah menghasilkan jaringan endosperm, sedangkan penyatuan gamet jantan dengan sel telur akan menghasilkan zigot yang tumbuh menjadi embrio. Proses yang melibatkan kedua macam pembuahan (penyatuan) tersebut dinamakan pembuahan ganda. Biji masak terdiri dari tiga bagian embrio dan endosperm (keduanya hasil pembelahan ganda, serta kulit biji yang dibentuk oleh dinding bakal biji) termasuk kedua intergumennya (Dwidjoseputro, 1994).
Senyawa penghambat kimia sering juga terdapat dalam biji, dan senyawa penghambat ini harus dikeluarkan lebih dahulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Di alam, bila terdapat cukup curah hujan yang dapat mencuci penghambat dari biji, tanah akan cucup basah bagi kecambah baru untuk bertahan hidup (Went, 1957). Hal ini khususnya penting di gurun, karena kelembapan lebih menentukan daripada faktor lain seperti suhu. Vest (1972) mendapatkan bahwa biji Atriplex mengandung cukup banyak natrium klorida untuk menghambat perkecambahan biji secara osmotik. biasanya senyawa penghambat lebih rumit daripada garam dapur dan penghambat mewakili berbagai macam kelompok senyawa organik. Beberapa di antaranya adalah kompleks pelepas-sianida (khususnya biji Rosaceae), sedangkan lainnya adalah senyawa pelepas-amonia (Salisbury dan Ross, 1995).
Zat pengahambat ini ada berbagai macam jenisnya. Zat-zat penghambat tersebut pada umumnya dikenal dengan nama inhibitor. Zat-zat penghambat ini akan menunda terjadinya perkecambahan, meskipun kondisi lingkungan sudah sangat mendukung untuk terjadinya suatu proses perkecambahan (Tjitrosoma, 1984).
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Preatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Anonim, 2008).
Pemecahan kulit biji dinamakan skarifikasi atau penggoresan. Untuk itu digunakan pisau, kikir dan kertas amplas. Di alam, goresan tersebut mungikin terjadi akibat kerja mikroba, ketika biji melewati alat pencernaan pada burung atau hewan lain, biji terpajan pada suhu yang berubah-ubah, atau terbawa air melintasi pasir atau cadas. Di laboratorium dan bidang pertanian (bila perlu) digunakan alkohol atau pelarut lemak lain (yang menghilangkasn badan berliln yang kadang  menghalangi masuknya air) atau asam pekat. Sebagai contoh, perkecambahan biji kapas dari berbagai tanaman kacangan tropika dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih dahulu dalam asam sulfat selama beberapa menit sampai satu jam, dan selanjutnya dibilas untuk menghilangkan asam itu (Salisbury dan Ross, 1995).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk memetahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, melanis, maupun chemis (Anonim, 2008).
Skarifikasi secara ekologi sangat penting. Waktu yang diperlukan untuk menuntaskan skarifikasi secara alami dapat mencegah terjadinya perkecambahn dini pada musim gugur atau selama periode panas yang tidak lazim pada musim dingin. Skarifikasi dalam alat pecernaaan burung atau hewan lain menyebabkan perkecambahan biji setelah biji tersebar lebih luas. Biji yang tercuci selama terbawa aliran air di gurun tidak hanya di gurun tidak hanya mengalami skarifikasi, tetapi sering berakhir ditempat yang banyak mengandung air. Dean Vest (19720 memperlihatkan hubungan simbiosis dan mutualisme antara fungi dan biji Atriplez confertifolia yang tumbuh di kulit biji, merekahkan kuli tiu sehingga perkecambahan dapat berlangsung. Pertumbuhan fungi terjadi hanya bila kondisi suhu dan kelembapan sesuai baginya selama awal musim semi, yaitu waktu yang paling  tepat bagi kecambah untuk dapat bertahan hidup (Salisbury dan Ross, 1995).
Ahli fisiologi benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai suatu kejadian yang diawali dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar lembaga) atau kotiledon atau hipokopotil memanjang atau muncul melewati kulit biji. Biji dapat tetap viabel (hidup), tetapi tak dapat berkecambah atau tumbuh karena beberapa penyebab, baik itu berasal dari luar maupun dari dalam biji itu sendiri. Peristiwa ini kemudian kita kenal dengan istilah dormansi biji. Dormansi pada biji merupakan suatu peristiwa dimana biji tertahan atau terhambat untuk berkecambah. Dormansi pada biji ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya biji yang belum matang dalam hal ini adalah embrio yang masih immature, kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk terjadinya suatu proses perkecambahan, dan lain-lain (Goldworthy, 1992). 
Apakah yang menyebabkan biji pada buah tomat yang masak tidak berkecambah dalam buah? Padahal, suhunya biasanya sangat sesuai dan kelembapan serta oksigennya pun cukup. Bila biji dikeluarkan dari buah, dikeringkan, dan ditanam, biji itu segera berkecambah; ini menunjukkan bahwa biji itu segera berkecambah jika diambil langsung dan dibiarkan mengambang di atas permukaan air. Di dalam buah, potensial osmotik buah terlalu negatif untuk perkecambahan. Zat penghambat khusus mungkin juga ada, persis seperti ABA dalam endosperma yang sedang berkembang dari biji afalfa, yang berfungsi sebagai penghambat perkecambahan embrio. Buah lain menyaring panjang gelombang yang diperlukan untuk untuk perkecambahan (Salisbury dan Ross, 1995).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Dormansi bijihttp:// www.google.com/ elisa.ugm.ac.id/ diakses pada hari senin, tanggal 13 Oktober 2008, pukul 21.00 WITA.
Campbell, N., A., Reece, J., B., dan Mitchell, L., G. 2000, Biologi Edisi Kelima Jilid 2, Erlangga, jakarta.
Dwidjoseputro, D., 1994, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Goldsworthy, F.R., dan Fisher, 1992, Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, UGM Press, Yogyakarta.
Salisbury, Frank B dan W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, ITB, Bandung.
Tim Dosen, 2008, Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tjitrosoma, S.S., 1984, Botani Umum 3, Angkasa, Bandung.

TANGGAPAN TROPISME PADA TUMBUHAN



Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang berbeda maknanya, tetapi sepintas lalu kita mengalami kesulitan untuk membedakannya. Kedua istilah tersebut merupakan dua peristiwa biologis yang terjadi pada makhluk hidup yang senantiasa berbarengan dan saling melengkapi. Pada kenyataannya, kedua istilah tersebut sulit untuk dipisahkan. Kedua proses tersebut terjadi pada semua makhluk hidup. Namun, pola pertumbuhan dan perkembangan pada berbagai makhluk hidup berbeda (Salisbury dan Ross, 1995).
Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif terukur. Perkembangan adalah proses menuju kedewasaan pada organisme. Proses ini berlangsung secara kualitatif.Baik pertumbuhan atau perkembangan bersifat irreversible (Anonim, 2000).
            Tumbuhan bereaksi terhadap perubahan lingkungan dengan perwujudan yang tampak antara lain pertumbuhannya. Respon tumbuhan terhadap perubahan tertentu lebih cepat tumbuh daripada bagian lainnya. Respon ini dapat menghasilkan gerak yang nyata walaupun umumnya lebih lambat daripada gerak nasty. Diantara gerak akibat tumbuh yang terkenal adalah gerak tropisme (Tim Dosen, 2008).
Secara umum pertumbuhan dan pekembangan pada tumbuhan diawali untuk stadium zigot yang merupakan hasil pembuahan sel kelamin betina dengan jantan. Pembelahan zigot menghasilkan jaringan meristem yang akan terus membelah dan mengalami diferensiasi. Diferensiasi adalah perubahan yang terjadi dari keadaan sejumlah sel, membentuk organ-organ yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda (Anonim, 2000).
Dalam pertumbuhan suatu organisme, biasanya dapat dibedakan ke dalam beberapa periode. Periode pertama adalah: periode lamban dengan ciri adanya sedikit pertumbuhan, atau tidak ada pertumbuhan yang sebenarnya. Dalam periode ini, organisme sedang mempersiapkan diri untuk tumbuh. Misalnya, sebutir biji yang sedang menyerap air untuk persiapan perkecambahan, dan Eschercia coli yang sedang menyintesis enzim dengan cara merombak substratnya adalah periode lamban. Periode lamban diikuti dengan periode logaritma atau periode eksponen. Pada pertumbuhan ini, mulailah pertumbuhan yang mula-mula lambat tetapi kemudian cepat. Laju kecepatan yang berangsur-angsur pada pertumbuhan pada pertumbuhan dapat dipahami, bila kita ingat pada sebagian kasus, hasil pertumbuhan, benda hidup itu sendiri, mampu tumbuh lebih lanjut. Jadi, organisme membesar menurut progresi geometri, perlipatan dan perlipatan lagi dalam ukurannya. Progresi yang  demikian dinyatakan dalam aljabar dengan eksponen (logaritma), karena itu fase ini disebut fase eksponen. Organisme yang berbeda membutuhkan waktu yang sangat bervariasi untuk meningkatkan ukurannya menjadi dua kali lipat dan seterusnya. Periode tersebut tidak terjadi terus menerus hingga beberapa masa selanjutnya segera memasuki periode perlambatan. Sekarang pertumbuhan menjadi lebih lambat dan akhirnya berhenti sama sekali (Kimball, 1992).
  Setiap organisme mampu menerima rangsang yang disebut iritabilitas, dan mampu pula menanggapi rangsang tersebut. Salah satu bentuk tanggapan yang umum adalah berupa gerak. Gerak berupa perubahan posisi tubuh atau perpindahan yang meliputi seluruh atau sebagian dari tubuh. Gerak pada tumbuhan terjadi karena proses tumbuh atau karena rangsangan dari luar. Walaupun tidak memiliki alat indra, tumbuhan peka terhadap lingkungan sekitarnya. Tumbuhan memberi tanggapan terhadap rangsangan yang berasal dari cahaya, gaya tarik bumi, dan air. Ada pula tumbuhan yang peka terhadap sentuhan dan zat kimia. Tanggapan tumbuhan terhadap rangsangan-rangsangan tersebut di atas disebut daya iritabilitas atau daya peka terhadap rangsangan (Anonim, 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan terdiri atas faktor intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan sendiri yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Faktor itu dibedakan menjadi 2 yakni faktor intrasel dan intersel. Faktor intrasel terdiri atas sifat menurun atau faktor hereditas, sedangkan yang termasuk faktor intersel adalah hormon. Faktor luar atau ekstern yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah air, tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya, dan lain-lain (Salisbury dan Ross, 1995).
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan oleh beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon. Penggunaan istilah hormon sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan dan sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Rangsangan lingkungan akan memicu terbentuknya hormon tumbuhan dan bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi (Anonim, 2008).
Gerak tumbuh adalah respon terhadap rangsangan internal maupun eksternal. Rangsangan eksternal terutama sekali daya tarik bumi, menyebabkan pertumbuhan melilit. Rangsangan eksternal yang lain adalah temperatur dan cahaya yang mungkin mengambil bagian dalam respon yang disebut gerakan nasti. Gerakan ini terdapat pada daun, daun mahkota dan bagian pipih lainnya dari tubuh tumbuhan yakni jika satu permukaan dari organ itu  tumbuh lebih capat dari yang lain. Jadi gerakan nasti mungkin terjadi, baik dalam pembukaan dan melipat bagian tumbuh-tumbuhan seperti saat membukanya pucuk atau membuka menutupnya pucuk bagian tumbuhan. Gerakan tumbuhan yang diakibatkan  seluruhnya oleh rangsangan eksternal disebut tropisme. Rangsangan yang menghasilkan respon tropik jelas dapat diketahui dan peranan spesifik dari faktor tumbuh dapat diketahui. Tropisme dapat dibedakan pada perangsangannya, yaitu fototropisme disebabkan oleh cahaya, geotropisme dengan rangsangan yang berupa gaya tarik bumi, tigmotropisme dengan rangsangan berupa sentuhan dan chemotropisme dengan rangsangan berupa zat kimia (Dwidjoseputro, 1994).
Gerak pada bagian tumbuhan yang arahnya dipengaruhi oleh arah datangnya rangsangan disebut tropisme. Gerak tropisme terjadi karena gerak tumbuh tumbuhan. Berdasarkan jenis rangsangan yang diterima oleh tumbuhan, tropisme dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu fototropisme, geotropisme, hidrotropisme dan tigmotropisme. Gerak bagian tumbuhan yang arahnya tidak dipengaruhi oleh arah datangnya rangsangan disebut gerak nasti. gerak nasti juga disebabkan oleh perubahan tekanan turgor. Berdasarkan jenis rangsangan yang diterima oleh tumbuhan ada beberapa macam gerak nasti, antara lain fotonasti, termonasti dan tigmonasti (Anonim, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, Gerak pada tumbuhan, http://www.google.com/0054 Bio 2-4a.htm/ diakses pada hari senin, tanggal 11 Desember 2008, pukul 16.00 WITA.

Anonim, 2008, Hormon tumbuhan, http://id.wikipedia.org/wiki/Hormon_tumbuhan
         Diakses pada hari senin, tanggal 20 Oktober 2008, pukul 18.30 WITA.

Anonim, 2008, Sistem gerak pada tumbuhan, http://www.google.com/Guru
ngeblog.htm/ diakses pada hari senin, tanggal 11 Desember 2008, pukul 16.00 WITA.

Dwidjoseputro, D., 1994, Pengantar Fisiologi TumbuhanPT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kimball, J.W., 1999. Biologi edisi ke lima jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Salisbury, Frank B dan W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, ITB, Bandung

PERKEMBANGAN KECAMBAH DALAM GELAP DAN TERANG



            Enzim merupakan protein yang secara khusus disintesis oleh sel hidup yang berfungsi sebagai biokatalisator berbagai jenis reaksi yang berlangsung di dalam tubuh. Enzim sebagai biokatalisator dapat mempercepat suatu reaksi termodinamika agar dapat berjalan sesuai dengan proses biokimia yang dibutuhkan untuk mengatur kehidupan. Kata enzim berasal dari ”enzyme” yang berarti dalam ragi (yeast) dan istilah ini mulai digunakan sejak tahun 1877 (Anonim, 2007).
            Biji-biji yang sedang berkecambah dapat merupakan sumber enzim dari jaringan tumbuhan, meskipun enzim-enzim yang diperoleh merupakan enzim kasar. Untuk keperluan percobaan enzim yang sederhana, ekstrak kecambah dapat kita gunakan. Enzim aktif dalam jumlah yang sangat sedikit. Tidak terpengaruh oleh reaksi yang dikatalisisnya pada kondisi stabil. Walaupun enzim mempercepat penyelesaian suatu reaksi, enzim tidak mempengaruhi keseimbangan reaksi tersebut (Tim Dosen, 2008).
Enzim terkadang membutuhkan kofaktor untuk dapat melakukan aktivitasnya dengan baik. Kofaktor dapat berupa senyawa organik dengan berat molekul cukup tinggi atau ion logam (besi, magnesium, zinc, atau kalsium). Senyawa organik ini terkait pada bagian protein enzim. Apabila ikatan yang terjadi kendur dan tidak kuat maka kofaktor disebut koenzim dan apabila senyawa organik terikat erat melalui ikatan kovalen maka dinamakan gugus prostetis. (Anonim, 2007).
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa (Anonim, 2008).
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
1.      suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
2.      pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
3.      konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
4.      konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
5.      zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan. Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):
1.      Oksidoreduktase
2.      Transferase
3.      Hidrolase
4.      Liase
5.      Isomerase
6.      Ligase
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Secara singkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1994) :
1.      berfungsi sebagi biokatalisator
2.      merupakan suatu protein
3.      bersifat khusus atau spesifik
4.      merupakan suatu koloid
5.      jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak
6.      tidak tahan panas
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan (Anonim, 2007).
Amilase (alfa, beta dan glukoamilase) merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. saat ini sejumlah enzim amilae telah diproduksi secara komersial. Penggunaan mikrobia dianggap lebih prosepektif karena mudah tumbuh, cepat menghasilkan dan kondisi lingkungan dapat dikendalikan (Anonim, 2008).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon. Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara laian: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Anonim, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Enzim, http://www.google.com/educational site of medical/enzim
Diakses pada hari Senin, tanggal 3 November 2008.

Anonim, 2008, Enzim amilase htpp://www.google.com/Amilase/Pengembangan

Produk & Teknologi Proses, Diakses pada hari Senin, tanggal 3 November

2008.

Anonim, 2008, Enzim, http:// id.wikipedia.org/wiki/Enzim, Diakses pada hari Senin,
tanggal 3 November 2008.
Dwidjoseputro, D., 1994, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Poedjiadi, A., 2006, Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia PRESS, Jakarta.

Salisbury, Frank B dan W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 3, ITB, Bandung.

Tim Dosen, 2008, Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi Universitas Hasanuddin, Makassar.